Kesalahan

976 26 3
                                    


Author's pov

FLASHBACK

Gadis itu tampak resah, sedari tadi dia menendang-nendang kursi di depannya. Ruangan kelasnya nampak kosong, hanya ada dia. Pikirannya berlari kesana kemari. Ia berkali-kali menarik nafas, membuangnya, seperti itu berkali-kali. Ia belum menemukan jawaban atas kegundahannya.

"Aku harus alasan gimana ke Ray"

"Alasan apa din?"sambar lelaki bertampang rupawan dan tinggi itu.

"Ray, gue mau ngomong sesuatu"jawabnya sambil berdiri dari kursi.

"Kenapa yang? Mau jalan? Yuk"tawar lelaki itu dengan senyuman termanisnya.

"Bukan. Gue mau kita putus"kata Andini dengan jelas.

"Kamu nggak bercanda kan yang? Duduk dulu, tenangin diri dulu"pinta Ray sambil duduk menghadap Andini.

"Aku serius Ray. Gue takut dosa. Gue malu sama jilbab yang gue pake. Gue malu sama Allah, gue takut Allah marah sama gue"jawab Andini sambil memalingkan muka.

"Loe gila. Gue udah terlanjur suka sama loe din. Seenaknya aja loe minta putus. Gue gak mau diperlakukan seenaknya kayak gini"Ray menyergah dengan nada yang mulai meninggi.

"Gue takut sama Allah ray. Cuma itu alasanku"jawab Andini dengan menatap Ray langsung.

"Alasan. Loe emang cewek teregois dan terambis yang pernah gue temuin din. Loe selalu kayak gitu, pingin semuanya perfect, emang gue salah apa sih din? Loe itu gak pernah ngehargain gue, loe gak pernah nerima pemberian gue. Udah terserah loe, capek gue sama cewek ambis kayak loe"Ray memaki Andini dengan mata yang mulai memerah, lalu ia berlalu.

Hatinya mulai hancur, pertahanannya mulai runtuh. Gadis itu ingin menangis, tapi ia tidak bisa. Tangannya dikepal erat-erat, hingga bekas cengkraman tangannya membekas. Baginya, harga dirinya lebih tinggi. Dia terus menahan rasa sesak di dadanya, tidak ada yang melihat. Seluruh siswa sudah pulang, hanya ada dia dan Tuhannya.

Ia sudah memutuskan untuk meninggalkan belenggu setan, yaitu pacaran. Diakuinya jika dia tidak pernah bersentuhan dengan lelaki itu, bahkan sekedar keluar berdua ia tidak mau. Hanya saja gadis itu pernah kagum dengan lelaki itu, karena selain tampan ia juga idola di SMA nya. Berhari-hari gadis itu memikirkan tindakannya hari ini. Berkali-kali ia mencoba mengikhlaskan lelaki itu. Dan sekarang ia sudah lepas dari itu semua.

Sore itu terasa sangat teduh. Sepertinya telah terjadi pertemuan antara dua insan yang sangat dinantikan semesta. Bahkan bunga-bunga mawar di depan masjid seakan ikut tersenyum dan menebar wanginya. Pertemuan singkat dan tidak terduga telah terjadi.

"Kalau gitu gue pergi dulu ya kak. Mau ada rapat nih"kata Gita.

"Iya git"jawab Ali.

"Assalamualaikum"kata Andini dengan menundukkan pandangannya dalam-dalam, tanpa berani mendongak.

"Waalaikumsalam"jawab Ali dengan sunggingan senyum.

Ali tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Dia bisa bertemu kembali dengan gadis yang menarik perhatiannya beberapa bulan lalu. Namun hatinya semakin gusar, dia takut jika rasanya akan berubah menjadi zina hati. Dia terus mengucapkan istighfar berkali-kali.

Sementara itu, Andini tidak tahu menahu mengenai Ali. Gadis itu masih saja fokus pada Firman. Sang pemberi harapan namun berakhir akan mengucapkan akad untuk gadis lain. Dari luar gadis itu terlihat tenang, padahal hatinya tengah gusar. Karena sebentar lagi dia akan berada satu forum dengan Firman. Gadis itu tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Kling

Firman

Assalamualaikum, andini nanti setelah rapat aku minta waktunya sebentar.

Bisakan?

Lagi-lagi ujian menghampiri perjalanannya.

Andini

Waalaikumsalam, iya

Sesampainya di kampus, Andini dan Gita segera menuju ke tempat rapat. Mereka rapat selama beberapa jam, hingga denting jam menunjukkan pukul 21.00 WIB. Semua tidak terasa, namun satu yang patut dicontoh, mereka tidak melewatkan sholat. Rapat selesai, berarti Andini harus menemui Firman. Sendirian.

Hatinya terus berkecamuk sedari tadi. Ia tidak sanggup menghadapi Firman. Mereka duduk berseberangan dengan jarak yang tidak dekat. Firman selalu dengan ketenangannya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Seolah-olah tidak pernah menyakiti hati perempuan di depannya dengan berbagai perhatiannya. Sementara gadis di seberangnya, sudah berkali-kali mengekang hatinya agar tidak tertarik dengannya.

Hening.

Tidak ada yang memulai percakapan semenjak 15 menit teman-temannya meninggalkan mereka.

"Din, maaf meminta waktumu sebentar, aku hanya ingin memperjelas"kata Firman memulai pembicaraan.

"Apa fir? Memangnya apa yang harus dijelasin? Hehe"jawab Andini dengan senyum palsunya.

"Jika aku salah paham maafkan aku. Tapi tolong saat aku mengatakan ini, jangan dipotong. Aku tidak tahu kapan memiliki keberanian, selain sekarang"

"Baik"jawab Andini singkat.

"Maafkan aku selama ini jika membuatmu terbawa perasaan dengan segala perilakuku. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu. Aku sudah menganggapmu sebagai sahabatku. Sekarang aku akan menikah dengan perempuan lain, tolong ikhlaskan aku. Maaf karena telah membuatmu salah paham. Aku tidak—"

"Berhenti disitu Firman. Hentikan kata-katamu"potong Andini dengan nada yang tegas.

"Disini yang salah paham adalah kamu. Aku tidak pernah salah paham dengan tingkahmu. Semoga Allah mengampunimu karena kamu telah mencoba mempermainkan perasaan seorang wanita"lanjut Andini lalu beranjak dari tempatnya dan pergi.

Firman hanya bisa terdiam. Lelaki itu tidak menyangka jika perkataannya bisa berdampak seperti ini.

Di lain sisi, gadis itu melangkah cepat, lalu asal menaiki mobil yang dikira taxi. Jantungnya berpacu cepat. Dia merasa harga dirinya telah hancur. Dia mengulang kesalahannya lagi. Kesalahan beberapa tahun lalu. Gadis itu terlalu berharap kepada manusia.

Seperti beberapa tahun lalu, ia ingin menangis. Tapi tidak bisa. Dia mengepal tangannya sendiri hingga meninggalkan bekas cengkraman kukunya. Dia terus mengucap istighfar di dalam taxi. Jangan sampai setan menguasai dirinya, dia terus menyebut asma Allah.

"Jalan bang, nanti alamatnya saya kasih tau"kata Andini tanpa melihat sopirnya.

"Maaf saya —"kata abang sopir.

"Tolong bang, saya lagi dikejar orang"jawab Andini sekali lagi dengan melihat keluar.


Hijrah Cinta AndiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang