Chapter III

880 30 0
                                    



Allah sudah dengan jelas menjawab doa-doa dan keresahan yang selama ini kurasakan. Sejak mengetahuinya, aku mencoba menerima dan melupakannya. Seolah terskenario dengan sangat baik, sekitar tiga minggu aku tidak pernah melihatnya. Beda dengan waktu-waktu sebelumnya, dimana aku sering sekali berpapasan dengannya. Mungkin Allah ingin menjaga dan menguatkan hatiku.

"Din tungguin gue disini ya, gue kebelet banget"pinta Gita.

"Iya iya, aku duduk situ ya"

"Gue poop dulu, bye..."sahut Gita lalu cabut ke WC.

Aku menikmati pemandangan atau lebih tepatnya pepohonan di kampusku. Mereka tidak banyak tapi lumayan dan besar-besar. Aku melihat kucing-kucing saling berkejaran, sesederhana itulah hiburan anak kedokteran hewan. Kucing-kucing itu terasa bebas.

"Din..."suara berat itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku tentang kucing.

"Oh firman"celetukku tanpa sadar.

"Boleh aku duduk disini?"

"Iya, ada apa fir?"sergahku.

"Ngga ada apa-apa sih. Lagi nungguin Agus masih ketemu dosen"

"Denger-denger, kamu mau diambil mantu ya fir?"tanyaku tanpa melihatnya. Aku malah menatap layar hpku dan sok-sok an membalas chat seseorang.

"Kamu tau darimana din?"

"Berarti bener ya, hehe. Dari saudara agus"jawabku sambil tersenyum.

"Itu rencana kedua orang tuaku din. Tapi aku belum memutuskan. Menurutmu aku harus bagaimana?"

"Sholat istikharah fir"

"Inshaallah din"

Sudah. Sampai situ saja. Setelah itu aku pergi. Jangan tanya bagaimana rasanya. Karena aku sudah terbiasa. Dia yang selalu memberi perhatian. Tapi juga melakukan hal yang sama ke perempuan lain. Aku tidak pernah tahu, apakah itu benar. Aku hanya mendengar dari teman Firman yang satu kontrakan. Aku selalu antara percaya dan tidak. Atau memang dia pria yang terlalu baik dan aku perempuan yang terlalu baper-an.

Aku sedikit menyalahkan Gita yang sedang poop, sehingga aku harus bertemu Firman lagi. Aku harus mengingat semua tentangnya lagi. Tapi sebenarnya tidak seharusnya aku melupakannya, karena siapa tahu ini adalah pembelajaran bagiku untuk kedepannya.

Agar aku tidak perlu baper hanya karena ada seorang cowok yang nitip salam untuk kedua orangtuaku. Untuk tidak gampang terpesona dengan cover seseorang. Untuk tidak terlalu mengagumi seseorang.

Hari ini untuk mengademkan hati, aku meluangkan waktu untuk datang ke kajian di masjid besar kampusku. Kebetulan sekali tema yang dikaji adalah pergaulan antara lawan jenis. Aku sangat antusias mendengarnya, begitu juga dengan Gita. Ya, aku mengajak Gita. Meskipun penuh perjuangan.

"Ukhti, gue ngantuk nih. Gue mau pulang ah"bisik Gita.

"Bentar lagi selesai git"

Setelah Pak Ustadz menutup kajian hari ini, aku segera keluar. Aku lupa bahwa aku dan Gita memiliki agenda rapat dengan organisasiku.

Brukk

Sepertinya aku menabrak seseorang, tapi cuma aku yang terjatuh.

"Auh,"rintihku karena telapak tanganku terluka sedikit.

"Maaf mbak, maaf saya tadi nggak liat"terangnya dengan melihatku yang sedang terduduk jatuh.

"Loe sih git lari-larian"kata Gita sambil membantuku berdiri.

"Iya mas, maaf juga saya tadi keburu"jawabku sambil agak mendongak. Karena masnya sangat tinggi.

"Eh elo .."sahut Gita.

"Gita"jawab masnya. Sedangkan aku cuman celingukan tidak tahu apa-apa diantara mereka.

"Ini temenku SMA din, namanya Ali. Ini temenku li, Andini"terang Gita.

"Salam kenal"kata Ali sambil mengulurkan tangannya. Aku hanya menjawab dengan senyum dan menangkupkan tangan di dada.

Aku merasa tidak asing dengan lelaki ini.

Hijrah Cinta AndiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang