38 - "Batas Kesabaran"

1.6K 104 28
                                    

Sudah sejak sepulang sekolah tadi, Gavin menunggu Gwenny di ruang rawatnya. Bahkan sekarang laki-laki itu ketiduran di sebuah sofa yang terletak disana. Suara Nia yang baru saja masuk ke dalam ruangan sontak membangun kan Gavin ataupun Gwenny dari tidurnya. Lantas Gavin pun segera bangkit duduk sambil mengucek matanya.

"Aduh kalian berdua jadi bangun gara-gara suara berisik Mama. Maaf ya, Mama jadi gak enak." Nia merasa bersalah.

"Gapapa kok Tan, sekalian Gavin mau pulang juga. Udah malem, Mamah kayaknya udah nungguin."

Gavin tersenyum canggung.

Baru saja Gavin akan menggendong tasnya, Nia tiba-tiba menghentikannya sambil meletakkan kantung kresek yang ia bawa di atas meja yang terletak dekat sofa tempat Gavin duduk.

"Eh kamu mau kemana? Ini Tante tadi beliin makanan buat kalian berdua. Kalian pasti laper kan?"

Gavin berusaha menolak dengan ramah. "Kayaknya lain waktu aja ya Tan. Ini udah malem."

"Baru aja jam 8 Vin. Buat anak cowok gak masalah kan? Lagi pula keluyuran gini bukan maksud macem-macem. Ntar Tante yang hubungin Mamah kamu."

"Tapi Tan--"

Gavin berusaha mengelak tapi Nia langsung mengangkat telapak tangannya, mengartikan bahwa ia tak ingin mendengar alasan apapun dari Gavin. Akhirnya Gavin pun hanya bisa pasrah dan duduk kembali. Ia tahu betul jika Nia sedang berusaha mendekatkannya dengan Gwenny.

Sementara itu, Gwenny berusaha menggerakkan badannya. Entah mengapa sedari tadi badannya terutama kakinya terasa lemas sehingga sulit untuk digerakkan. Tadi Gwenn hanya membiarkannya. Namun sampai sekarang kakinya terasa sulit untuk di gerakkan.

"Eh eh, udah kamu disitu aja. Biar ntar Gavin yang bantuin kamu makan," cegah Nia saat melihat Gwenny yang berusaha bangkit dari tidurnya.

"Bukan gitu Mah, tapi aneh aja dari tadi kok rasanya kaki aku susah digerakkin gitu ya. Berasa mati rasa."

Nia mengerutkan dahinya heran. "Mati rasa?"

Gwenny mengangguk pelan.

"Apa jangan-jangan Aku?" Gwenny berspekulasi yang tidak-tidak sendiri tentang keadaannya.

"Gak mungkin Mah. Kaki aku paling keram doang kan? Aku gak kenapa-kenapa kan Mah? Dokter bilang aku baik-baik aja kan?"

Seketika mata Gwenny mendadak bercaka-kaca. Tatapannya begitu memperlihatkan kepanikan. Gwenny mengalihkan pandangannya pada Nia untuk menuntut penjelasan.

"Mah apa yang terjadi sama aku? Bilang ke dokter apa yang terjadi sama aku?" Ucapnya sedikit histeris.

Nia terdiam. Ia sendiri sama sekali tidak mengerti dengan keadaan putri pertamanya itu. Dokter mengatakan bahwa keadaan Gwenny telah membaik. Bahkan lusa ia sudah boleh pulang. Ia menepis segala pemikiran buruknya. Ada baiknya jika ia segera menghampiri dokter untuk memastikan keadaan sebenarnya dari Gwenny.

"Kamu tenang ya sayang. Mamah akan temui dokter untuk mengecek keadaan kamu."

Sementara Nia pergi menghampiri dokter. Gavin hanya diam dan duduk di sofa itu. Menurutnya Gwenny hanya terlalu histeris, kakinya mati rasa mungkin karena dia kebanyakan tidur dan bermalas-malasan mentang-mentang dirinya sedang sakit.

"Amit-amit, jangan sampe gue cacat," ucap Gwenny tiba-tiba yang membuat Gavin meliriknya.

"Jangan ngawur lo. Ucapan adalah doa. Lo mau cacat beneran?"

Begitu Gavin melontarkan perkataan sinisnya Gwenny sontak diam sembari menunduk. Keadaan tiba-tiba jadi hening. Akhirnya dokter pun datang untuk mengecek keadaan Gwenny diikuti dengan Nia yang mengekor di belakangnya. Dokter itu tak banyak berbicara. Ia memberi instruksi kepada Nia untuk menemuinya di ruangannya. Seperti ada hal penting yang ingin ia bicarakan.

My Music Partner [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang