Gemercik air kepiluan

22 6 2
                                    

Malam ini aku masih seperti biasa termenung bak orang yang paling merana seantero Jakarta yang nan luas ini. Ditemani gemercik air yang hanya menampakkan dirinya saat aku sedang gundah, ah! Hujan yang pengertian. Dia mampu membuat ku seakan menaiki mesin waktu yang mampu membawaku ke masa lalu penuh warna. Tidak seperti sekarang yang aku rasakan hanyalah sendu yang berkepanjangan. Tapi itu hanya terlihat dari sudut pandang ku saja, tidak tau kalau kalian menganggap hujan itu seperti apa.

"Tiraaaa," lamunanku tumpah menyeruah seketika saat salah satu teman ku yang tidak tahu diri ini memanggil namaku dengan suara yang sangat mempekakkan telinga.

Saat ini ia telah duduk disampingku menikmati segelas coklat hangat yang sudah menjadi rutinitas setiap kali ia hadir kesini. Mentang-mentang aku bekerja disini ia jadi bebas memesannya tanpa membayar, walau kadang di bayar dengan uang lebih. Tetapi jangan salah, karena ini adalah kedai kopi milik Bramantyo yang benar adanya merupakan ayah dari seorang Raza.

Sudah hampir 3 tahun aku berteman dengan Raza. Ia bisa di kategorikan sebagai salah satu orang yang cukup baik menurutku. Karena ialah yang membantu disaat keadaan sulit ini menyelimuti kehidupan ku. Ia rela mengunjungi ku setiap hari hanya untuk memastikan aku baik-baik saja ketika bekerja disini. Sejujurnya sudah lebih dari cukup aku bisa menjadi salah satu waitress di kedai kopi yang sangat ternama di jakarta selatan ini, itu membuat ku lebih semangat menjalani hidup dan memulai semuanya dari nol.

NestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang