Hurt

43 3 0
                                    

_________________________________

Seakan tertembus oleh sebutir peluru,
Aku tidak bisa merasakan apapun.
Yang bisa kukeluarkan hanya tawa,
Maka aku hanya tertawa.
_________________________________

Megan menatap rangkaian bunga digenggamannya dengan nafas yang berulangkali terhembus berat. Sudah beberapa hari belakangan ini ia menjadi seperti itu. Hanya diam tak berbicara seakan semua kata-katanya itu tak akan berguna lagi. Bunga yang sudah mulai layu itupun sebenarnya sudah pantas untuk dibuang ataupun dilenyapkan. Namun, Megan berharap agar sampai kapanpun bunga itu tak akan pernah lenyap. Ia tak ingin bunga itu hilang ataupun terbuang.

Karena ia sangat menyayangi bunga itu termasuk semua kenangan yang ada pada bunga itu.

"Sampai kapan kau akan terus seperti ini, Megan? Apa kau masih belum bisa melepaskannya?" Tanya Faith, sahabatnya.

Megan hanya menatap datar seorang Faith tanpa membalas atau sekedar memberi senyuman. "Tidak, percuma aku hidup jika dia tak bersamaku. Kau tau, sebenarnya aku sudah mati," ujar Megan lalu kembali terdiam menatap apapun yang bisa membuatnya tenang.

Faith menghela nafasnya berat. Semuanya terasa sulit saat ia harus membuat sahabatnya itu berbicara untuk sekali saja. Sahabatnya itu masih bisa diajak untuk makan dan sebagainya. Namun, jika ia diajak berbicara, maka sahabatnya itu akan diam seakan semua ucapannya itu hanya untuk pria yang sudah meninggalkannya.

"Kau akan gila jika tetap seperti ini. Sadarlah Megan," ucap Faith.

Tak ada jawaban. Ya, seperti itulah Megan jika ada yang bertanya kepadanya. Bahkan keluarganya-pun sudah pasrah dengan keadaan Megan. Selama gadis itu tak menyakiti dirinya, maka keluarga dan sahabatnya akan tetap berada disisi Megan agar gadis itu tak merasa kesepian.

Namun, tidak satupun diantara mereka yang melihat benak Megan tertawa menertawakan dirinya sendiri. Apa gunanya ia hidup tanpa ditemani pemuda itu? Kenapa dia harus menangisi kepergian pria itu?

Gila memang, Megan sudah gila karena pria itu. Pria yang sudah bertahun-tahun bersamanya, melewati hari-hari indah bersamanya tiba-tiba pergi seakan Megan hanya tempat beristirahat untuknya saja.

_________________________________

Saat aku tertawa hingga terjatuh,
Aku ingin bertanya, seandainya aku bisa menanyakan sesuatu, maka pertanyaanku adalah,
Mengapa kita berpisah ?
Bagaimana kita berpisah ?
_________________________________

Semuanya tetap sama. Hingga 2 minggu kemudian kondisi Megan tetap sama. Diam tak berkata apa-apa dengan tangan yang masih menggenggam erat bunga yang benar-benar sudah layu. Matanya menatap bingkai foto yang memperlihatnya dirinya bersama dengan pria itu. Mereka tersenyum bahagia seakan tak ada masalah diantara mereka. Tangan mereka saling menggenggam erat dengan senyuman malu diantara keduanya.

Ya..karena memang tak ada masalah diantara mereka. Terkadang Megan bingung dengan apa yang dialaminya.

Mengapa pria itu meninggalkannya? Apa salahnya? Bagaimana pria itu meninggalkannya?

Semua pertanyaan itu kadang terlintas dipikirannya saat hatinya berteriak rindu pada pria kesayangannya itu. Berteriak mencari pemiliknya seakan suatu saat nanti pemiliknya itu akan mendengar jeritan hati Megan yang semakin hari semakin membuat raga Megan lelah akan hal itu.

"Kenapa kau pergi meninggalkanku, Ryland?" Gumam Megan.
_________________________________

Di dada yang penuh luka ini,
Kenangan kita mengalir,
Kendati aku mencoba menangkapnya,
Kendati aku mendekap dadaku,
Mereka semua menyelisip keluar dari sela-sela jariku.
_________________________________

Kumpulan Short Story (Hurt Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang