Just Me

6 1 0
                                    

Dekati jika kau menyukainya, ikhlaskan jika kau mencintainya dan pertahankan jika kau menginginkannya.

.

.

.

Aaron David, sejak pertama kali melihat dirinya, ada rasa takut di dalam diriku. Kadang aku berfikir, apa yang harus kutakutkan darinya?

Kuakui kalau dia adalah seorang pria yang tinggi. Tak jauh beda dariku, ia juga sangat pintar. Hal-hal yang membuatku takut tadi malah semakin membuatku penasaran dengan dirinya.

Pandangan pertama yang sangat mengesankan. Kau melihatku dengan tatapan mengintimidasi seolah aku ini adalah makhluk paling aneh dimatamu. Jujur saja, meskipun terlihat aneh, kurasa itu lebih baik daripada tidak mendapat perhatian darimu sama sekali.

Aaron, kau itu pria yang tinggi, pintar dan sedikit gila. Segala hal yang kau lakukan bisa membuatku tertawa dengan bahagia. Bahkan hanya dengan kau terbatuk atau bersin saja, sudah membuatku tertawa tak tertahankan.

Gila rasanya jika aku tak melihatmu barang sehari saja. Kau benar-benar bagaikan candu bagiku, tawamu, senyummu dan juga kegilaanmu itu yang membuatku betah untuk terus memandangmu.

Agak gila jika mengingat aku ini jauh dari kata sempurna. Tapi, apa salah jika aku mencintaimu? Cinta tak butuh alasan, bukan? Tenang saja, Faith Allen tak akan memaksamu untuk mencintainya karena ku tau, kau pantas bahagia dengan pilihanmu.

***

"Faith, lihat Aaron, dia berulah lagi." Ujar teman sebangkuku seraya tertawa dan menunjuk Aaron yang sedang memperagakan cara guru Lab kami mengajar.

"Saya tidak mau tau hasilnya, yang saya butuhkan cara mendapatkannya." Ujar Aaron seraya memperbaiki kacamata yang bertengger di hidungnya. Kacamata yang sengaja ia pinjam dari temannya untuk membuat akting menjadi semirip mungkin dengan aslinya.

Ia lalu berjalan kearahku dengan badan yang dibuat-buat seakan-akan dia sudah tua.

"Faith, bagaimana cara mendapatkan hasil dari akar 125?" Aaron memandangku dengan mata tajam yang sangat menakutkan. Tapi, aku malah melihatnya tanpa berkedip.

Kapan lagi aku bisa bertatapan dengannya.

"Saya tidak tau, pak." Ucapku membantu akting Aaron.

"Aduh, aduh.. Bagaimana negara ini akan maju jika menghitung saja kau masih salah? Mayat dalam kubur nanti akan bangun untuk melihat anak-cucunya yang tak bisa berhitung." Ujar Aaron seraya berjalan kembali kearah papan tulis.

Sontak seluruh warga kelas tertawa dengan tingkah lucu Aaron. Pemuda itu selalu punya cara untuk membuatnya teman-temannya tertawa dengan bahagia.

Aaron ikut tertawa melihat teman-temannya ketawa karena ulahnya. Bahkan tak sadar jika disisi lain ada aku yang menunduk karena merasa sangat malu sekaligus bahagia saat aku berhasil membuat Aaron ikut tertawa dengan bahagia.

"Lihat, kau sangat tampan jika tertawa seperti itu, Aaron." Ucapku didalam hati

***

Tak akan selesai jika aku hanya menceritakan satu kisah saja tentang Aaron. Banyak hal menyenangkan yang sudah aku lewati bersama pria itu. Ia bisa dikatakan sahabat sekaligus orang yang sangat mengerti denganku.

Mungkin karena perlakuannya juga aku bisa merasakan rasa cinta yang mendalam terhadapnya.

Cinta. Tak pernah kurasakan rasa yang lebih nyaman dari rasa ini. Gelenyar aneh saat memandangnya, ikut tersenyum saat melihatnya tersenyum, bertingkah aneh untuk mendapatkan perhatiannya dan masih banyak hal-hal gila yang sudah kulakukan untuknya.

Kumpulan Short Story (Hurt Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang