Sedari tadi kedua mata Hannah tidak pernah lepas dari jalanan kota Jakarta yang selalu ramai dan padat. Kepalanya ia sandarkan pada tumpukan buku di atas meja. Di sampingnya ada segelas es cokelat dengan dua potong donut. Sudah lebih dari lima menit ia tidak merubah posisinya. Untungnya kafe sedang sepi sehingga posisinya yang terlihat janggal itu tidak menjadi bahan omongan pengunjung.
Beginilah Hannah jika menunggu terlalu lama. Ia akan melamun dan otomatis pikirannya melanglang buana mengingat hal-hal yang harusnya tidak perlu diingat. Dan untuk kali ini, ia kembali teringat pada kejadian semalam.
--
"Halo. Saya Erland."
Tidak ada reaksi apapun yang keluar dari diri Hannah kecuali kebingungan bercampur keterkejutan yang terpancar jelas. Kedua matanya menatap orang yang baru saja memperkenalkan diri, orang yang sekitar setengah jam yang lalu menemaninya. Berbagai macam pikiran langsung muncul di kepalanya.
Mengapa Revel berperilaku seolah tidak mengenalnya?
Mengapa Revel bertingkah sangat formal di depannya?
Mengapa Revel memperkenalkan diri dengan nama Erland?
"Kamu kenapa ngeliatin saya kayak begitu?"
Bahkan nada bicaranya sungguh berbeda.
"Kamu lagi ngelawak ya?" Tanya Hannah akhirnya membuka suara.
Ketiga pasang mata yang berada di dekatnya langsung menatapnya dengan tidak mengerti, seolah-olah Hannah baru saja berbicara dalam bahasa alien.
"Sst, Hannah. Kamu apaan si?" Harun berbisik, memperingati adiknya itu untuk tidak bicara yang tidak-tidak.
"Abang." Hannah menoleh menatap abangnya, kemudian telunjuknya mengarah pada Revel yang kelihatan tidak mengerti apa-apa. "Aku baru aja tadi ketemu sama orang ini."
Kini, ketiga pasang mata langsung terarah pada Revel. Raut wajah pria itu yang dari tadi memancarkan kebingungan, kini semakin kebingungan.
"Saya?"
"Iya!" Hannah gemas. "Kamu gak usah pura-pura amnesia deh."
Hannah menatap Revel dengan lelah, meminta pria itu untuk berhenti main-main. Semalaman ini ia sudah dibuat cukup lelah akan kekonyolan Revel dan ia tidak ingin meladeni apapun rencana konyol yang sedang Revel mainkan kali ini. Apalagi di depan Harun dan Kenan.
"Kamu ketemu saya dimana?" Tanya Revel meminta arahan. Ia terlihat seperti orang yang tengah tersesat, dan itu membuat Hannah terkagum.
Ternyata selain pandai melucu, Revel juga pandai berakting.
"Oke. Aku ikutin permainan kamu." Hannah mengangguk mengalah. Jika Revel ingin ia menceritakan semua yang terjadi setengah jam belakangan ini, Hannah akan melakukannya. Semuanya masih terekam jelas di kepala Hannah.
"Jadi, aku tadi ketemu dia pas abang pergi sama bang Kenan nemuin Pak Hartono." Hannah memulai ceritanya, dan ketiga pria di hadapannya memasang kuping baik-baik. "Terus, abis itu kita kenalan dan ngobrol. Kita juga sempet makan siomay dan baru balik pas aku nyamperin abang sepuluh menit yang lalu. Dan dia juga cerita kalo dia yang punya hotel ini."
"Kamu yakin?" Suara Revel terdengar setelah Hannah menyelesaikan ceritanya. Hannah mengangguk yakin, membuat raut wajah Revel berubah. "Tapi dari tadi sore saya ada di Penthouse, dan baru turun lima menit yang lalu."
YOU ARE READING
Overburden
Mysterie / ThrillerHannah hanyalah seorang mahasiswa biasa, hidupnya juga berjalan biasa-biasa saja sampai ia bertemu dengan seorang pria bernama Revel di sebuah pesta yang ia kunjungi. Ia menghabiskan waktu yang cukup menyenangkan dengan Revel hingga Hannah berharap...