Wajah Tian merah padam. Matanya hanya membelalak menatap ke depan.
"Tian ?? Hei .. Nanti malem ada acara gak ? Ayo makan malem sama gue." Sapa si cewek mengajak Tian berbicara. "Heii? Tiaaaaaannnnnnn.."Ucap cewek itu lagi sambil mengguncang-guncang lengan Tian.
"Eh .. iya Ngga, jadi kok jadiiii..." Kata Tian tergagap ketika lamunannya membuyar. Tak heran juga Tian bersikap seperti itu. Ternyata, perempuan yang dari tadi ada di depan Tian adalah Jingga. Jingga tampil sangat manis hari ini. Mengenakan pita oranye, dipadu dengan kaus tanpa lengan warna abu-abu dan celana jeans warna biru, rambutnya di-urai sepunggung. Sekarang, cowok mana yang gak bengong ketika diajak nge-date sama perempuan seperti Jingga ?
"Yaudah kalo jadi, jemput gue yaa.. motor gue dipake kakak, hehehe." Ucap Jingga santai.
"Iya, santai aja ngga, jam berapa ?" Timpal Tian kemudian.
"Jam 7-an aja ya, jangan ngaret !" Jawab Jingga sambil membalikkan badan dan melambaikan tangan. Tian hanya mengacungkan jempolnya tanda setuju. Lagi-lagi Tian terbelalak matanya. Pinggul Jingga yang berjalan membelakanginya bak pinggul penari latar. Jakun Tian menjadi naik-turun dibuatnya. Tapi, cepat-cepat Tian membuang pikiran kotornya, membalikkan badan dan berjalan santai menuju rumahnya.
"Ma, aku nanti jam 7 pergi sama Jingga ya ?" Kata Tian ketika masuk ke rumahnya. Tak ada jawaban dari mamanya. "Maa ?" kembali Tian memanggil mamanya. Tiba-tiba Tian berpas-pasan dengan Bik Tinah.
"Bi, Mama kemana ?" Tanya Tian.
"Ibu pergi, Mas. "
"Kemana ?"
"Ke sunatannya Dik Ramzy, Mas.."
"Ohh.. Yaudah Bi." Kata Tian kemudian sambil berlalu dan naik ke tangga.
"Mas.. tadi Ibu pesan, kalo Mas Tian mau pergi, Mas Tian harus ngerapihin kamar dulu, Mas." Sahut Bi Tinah kemudian dari bawah.
"I..Iyaa Bi"
Tidak butuh waktu lama buat Tian untuk merapikan kamarnya. Pada dasarnya, Tian memang seorang cowok yang gak terlalu jorok. Tak lama kemudian, terlihat Tian sudah rapih. Siap untuk berkencan dengan Jingga. Pakaiannya pun matching, perpaduan antara kemeja putih garis hitam tangan pendek, dan jeans biru. Tian terlihat tampan malam itu. Dan Jingga tak kalah cantik pasti nantinya.
(***)
Tian kembali menganga untuk kedua kalinya, kini pipinya jauh lebih merah dari tadi siang. Bagaimana tidak ? benar saja, Jingga tampil sangat manis. Rambutnya di-urai sepunggung, mengenakan pita berwarna oranye seperti biasanya, baju lengan panjang berwarna hitam bercorak titik-titik putih dan celana jeans panjang biru muda. Mereka tampak cocok sekali malam itu. Tian masih saja memandang Jingga dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Begitu juga yang terjadi pada Jingga, mata mereka saling tatap. semu merah menghiasi pipi mereka. Terlihat sudah bahwa cinta telah memenuhi isi kepala mereka. Sampai Tian sadar akan lamunannya.
"Eh.. Maaf, maaf.. ga maksud ngeliatin elo.. " Ucap Tian tiba-tiba sambil menundukkan kepalanya.
"Hahahaha.. gapapa kali, yuk.. " Kata Jingga kemudian yang dilanjutkan dengan menggandeng tangan Tian.
Seeeerr...
Darah Tian berdersir ketika Jingga memegang lembut tangan Tian. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Tian mengikuti kemana langkah Jingga.
"Disini aja ya, bagus nih pemandangannya." Kata Jingga. Memang benar adanya. Suasana tempat yang dipilih Jingga memang sangat indah. Mereka berdua memesan tempat duduk yang berhadapan langsung dengan kolam ikan dan air mancur berbentuk piramida, dan lampu taman yang berwarna merah remang-remang menambah kesan romantis malam itu semakin terasa.
"Oke.. kamu mau makan apa ?" Tanya Tian setelah puas memandangi suasana indah kolam.
"Haaaa ? kamu ? sejak kapan lo manggil gue 'kamu' ? Hahahahaha.. " Tiba-tiba saja Jingga tertawa mendengar Tian memanggilnya dengan sebutan 'kamu'.
"Lho ? E..em..emangnya ga boleh ya ?" Ucap Tian kikuk menyadari kegugupannya di hadapan Jingga dan suasana romantis malam itu.
"Hahahaha.. bolehhh kok, mau panggil apa aja boleh." Timpal Jingga disambut tawa renyah dari Jingga yang membuat Tian makin salah tingkah dibuatnya.
Setelah memesan makanan dan minuman, mereka-pun saling bercerita, tentang kehidupan saat SMP. tentang sekolah mereka, tentang Rizal yang suka sekali mengganggu guru Matematika, tentang Pak Harto yang kumisnya semakin tebal saja, dan masih banyak lagi. Tampak mereka sangat akrab.
Kadang Jingga yang bercerita dengan serunya dan Tian hanya memandangi Jingga yang nampak semakin manis saat bercerita, begitu juga Jingga yang menamati Tian saat bercerita. Terkadang, pecah tawa diantara mereka. Sampai waktu tak terasa sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tiga jam tak terasa mereka lewati.
"Ngga, udah jam sepuluh lewat. Pulang yuk.. " Ajak Tian.
"Iya nihh, yuk pulang aku juga udah ngantuk.." Timpal Jingga kemudian. Tak lama Tian bangkit dari duduknya, meraih tangan Jingga dan menggandengnya.
DEGG!
Kali ini darah Jingga yang berdesir saat Tian menggandeng lembut tangannya. Jingga tersenyum. Genggaman tangannya di tangan Tian semakin erat ia genggam. Seakan tak mau kehilangan sosok Tian di sampingnya.
"Tian, lu cowok sempurna, gue sayang sama lo, asal lo tau, perasaan gue udah lebih dari temen ke elo, moga aja lo bisa sadar perasaan gue.. Gue makin yakin, elo First Love gue.. Ga mau banget kehilangan elo, Yan.. " Sambil berkata dalam hati, mata Jingga tak pernah lepas dari Tian. Tian hanya menggandeng tangan Jingga sambil menatap kedepan.
"Tangan lo lembut banget Ngga.. Kalo aja lu tau, gue sayang banget sama lo, perasaan gue udah bukan perasaan biasa ke elo. Gue ga bakal lepas tangan ini, kecuali lo yang ngelepasin. Gue rasa, emang elo Fisrt Love gue.. baru kali ini gue nyaman sama cewek selain nyokap gue.. Ga mau banget kehilangan elo, Ngga.. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Denyut Nadi Terhenti
Teen FictionPersahabatan antara cewek dan cowok tak akan murni sebagai sebuah persahabatan. Itu pula yang terjadi pada Tian dan Jingga. Tentang persahabatan dan ke-egoisan mereka tentang cinta, akan menjadi sebuah penyesalan yang takkan ada habisnya.