bab 6

6 1 0
                                    

20 November 2013
Wanita itu sudah terlelap dalam tidurnya sementara Rahman masih sulit untuk memejamkan mata. Jam sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Pikirannya terbang entah kemana, dia ingin sekali melupakan sosok gadisnya, namun semua itu tak semudah seperti membalikkan telapak tangan.  Terlalu banyak kenangan yang dia ciptakan, terlalu banyak sejarah yang mengisahkan kisah kasih mereka.
Rahman bangkit dan mengambil air wudhu’  lalu melaksanakan shalat hajat. Dia ingin hatinya tenang, damai, dan bahagia. Dia ingin menjadikan istana kecilnya layaknya surga dunia.
Rahman membuka matanya saat sayup-sayup adzan subuh berkumandang. Padahal baru saja mata itu memejam. Dilihatnya wanita yang berada disampingnya sudah tak ada. Rahman mulai panik, dia takut istrinya akan berbuat sesuatu yang aneh lagi. Rahman pun bangkit dan hendak ke kamar mandi.
“ Mas, kita shalat subuh berjamaah ya” ucap wanita itu yang baru keluar dari kamar mandi.  Rahman sedikit terkejut, lalu buru-buru dia bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu’. Keduanya pun shalat subuh berjamaah.
Matahari sudah menampakkan wujud aslinya ke permukaan. Semua orang sudah memulai aktivitas mereka masing-masing. Rahman masih melaksanakan shalat dhuha ketika wanita itu mencarinya untuk sarapan. Usai shalat Rahman menuju ruang makan dimana wanita itu sudah duduk manis menunggunya.
“ Selamat pagi “ sapa rahman ramah, wanita itu hanya tersenyum sebagai jawaban
“ Minggu depan kita akan ke Bali “ ucap rahman
“ Bali ? untuk apa ? “
“ Ibu hamil biasanya selalu butuh suasana baru. Siapa tahu kamu lebih happy disana “
“ Kamu gak ada klien ? “
“ Ada sih tapi sudah aku batalkan “
“ kenapa ? “
“ Keluarga buatku nomor satu. Hmm aku berangkat dulu “ sembari mendekati wanita itu lalu menempelkan telinganya ke perut wanita itu, sejenak Rahman mengusap perut istrinya.
“ sayang, ayah berangkat kerja dulu ya, kamu jangan nakal ! kasihan bunda “ Rahman bangkit lalu meraih tasnya. Dengan cepat wanita itu meraih tangan kanan Rahmanlalu menciumnya dengan takdzim. Rahman tersenyum dan memberi satu kecupan di kening wanita itu.
“ Assalamu’alaikum “
“ waa’alaikumussalam “

Takdir KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang