"Jo ..."
Seorang wanita muda melenggang melintasi meja meja cafe yang tertata apik. Pemilik nama menoleh sambil tersenyum simpul. Tangannya mengambang diudara, mengisyaratkan wanita itu untuk mendekatinya. Pelukan ringan dipundak ketika wanita yang memanggilnya telah berdiri sejajar.
"Siapa??" Terlihat raut muka penuh selidik.
"Kenalin ini Vannya, dan Va ini Genita"
"Tunangan Jo" sela wanita itu dengan intonasi kepemilikan terhadap laki laki yang kini berdiri disampingnya.
Anggukan ringan dari Vannya, senyum simpul kini juga terlihat diwajah cantik itu.
Hanya sebatas itu obrolan mereka, karna wanita pemilik nama Genita merenggek mengajak laki laki yang disebut sebagai tunangannya itu pergi menjauh. Mencari meja yang dirasa aman dalam artian jauh dari tempat Vannya tadi. Dia sengaja menyuruh Jo duduk memunggungi Vannya, hanya menyisakan punggung kokoh yang bisa dilihat. Sinyal bahaya menderu dengan kencang diotak Genita.
Bagaimana tidak, dilihat dari sisi manapun Vannya adalah gadis yang menarik. Cantik. Lebih dari itu, walaupun Genita juga perempuan, nyatanya dia bisa terperangah melihat pesona Vannya dalam sekali bertemu.
Binar mata Jo saat menatap Vannya sangat jelas terlihat. Walaupun Jo bersikap seolah biasa. Namun dari ekspresinya mengisyaratkan bahwa pernah terjadi sesuatu diantara mereka. Dan Genita tidak sebodoh itu, dia mengenal betul siapa Jo.
"Kenapa manyun gitu?" Tanya Jo gemas melihat tingkah Genita yang kini duduk dengan gusar didepannya.
Tak ada jawaban, hanya tatapan tajam yang Genita suguhkan. Jarang sekali gadis itu menunjukan ekspresi ketidaksukaannya terhadap sesuatu. Karna biasanya Genita akan terlihat seperti peri yang baik hati dan menggemaskan. Itu lah yang membuat Jo memilih gadis yang lebih muda 3 tahun darinya itu.
"Siapa dia?" Tanya Genita, dia melipat tangan lalu mengangkat dagu kearah Vannya yang duduk beberapa meja dari tempatnya kini.
"Vannya? Teman aja" jawab Jo singkat. "Oiya gimana rencana pameran lukisannya? Udah ready semua?" Sela Jo mengalihkan pembicaraan, dia tak ingin membahas Vannya dengan Genita karena semua pasti akan berujung pada pertengkaran.
Dia tau betul bagaimana Genita teramat sangat protektif padanya.
Dan benar saja Genita kembali semangat dengan mata berbinar karena pembicaraan mengenai rencana gadis itu untuk mengadaka pamera lukisan yang dimana dananya akan disumbangkan kebeberapa panti asuhan.
Dari sudut lain Vannya sesekali melirik punggung kokoh yang kini terlihat membelakanginya sedang berbincang seru dengan seorang gadis yang mengatakan kepemilikan atas pemilik punggung kokoh itu.
Helaan nafas yang lebih berat dari sebelumnya. Matanya menerawang. Dulu dialah yang ada diposisi wanita itu. Ahh Vannya ingat sekarang, kalau tidak salah saat itu adalah kali pertama dia bertemu Jo.
Saat itu Vannya masih kelas 2 SMA. Vannya sibuk membolak balikkan majalah SMA Tugu. Tangannya kemudian berhenti pada halaman best of student. Disana terdapat beberapa profil anak anak yang bisa dibilang sebagai TOP Student. Siapapun yang dimuat dihalaman itu bukan hanya sekedar siswa biasa. Prestasi yang gemilang sudah pasti menjadi syarat utama bisa dimuat dihalaman favorit seluruh siswa SMA Tugu.
"ABDUL JOSS, captain of the basketball team with all the achievements of pride"
yahh seperti itulah seingat Vannya judul artikel yang membuat heboh satu sekolah. Rasanya tujuan mereka membeli majalah sekolah hanya sekedar untuk bisa menikmati foto Jo yang teramat sangat jelas walaupun hanya sekedar gambar hitam putih. Disana Jo terlihat membawa piala besar, dia memakai seragam basket kebanggaan sekolah. Kala itu, dia menanggalkan frame hitam yang senantiasa membuat sekat untuk siapapun mengamati mata teduh Jo.
KAMU SEDANG MEMBACA
coffea
Teen FictionTak semua cinta bisa kita miliki. Terkadang ada cinta cinta yang datang, untuk menyapa. Mengingatkanmu. Memberi tahu, bahwa yang tertakdir tidak akan pernah tertukar. Cukupkan saja. Karna secangkir kopi hitamu adalah kopi favorit ku