special

5 0 0
                                    

Langit mendung membawa hawa sejuk tiap kali datang, senyawa senyawa yang entah apa itu namanya, menyisakan ruang ketenangan tersendiri dihati manusia. Sedetik atau dua detik. Entah. Tergantung bagaimana hati itu mengikatnya.

Vannya terlihat sedang duduk dikursi kelasnya, sekilas dia melihat keluar jendela. Langit siang ini mendung, namun anak anak tim basket sedang melakukan persiapan untuk pertandingan esok hari. Itu tandanya Jo juga sedang bergabung disana, padahal ujian tengah semester tinggal menghitung hari saja. Vannya mendecak pelan sambil membuang muka kembali menghadap kearah gurunya. Mendengarkan dengan seksama pelajaran matematika.

Baru saja beberapa menit Vannya sudah tak tahan untuk tidak menengok ke arah lapangan. Didalam hati dia ikut tersenyum saat terdengar sorakan dari arah lapangan ketika Jo memasukan bola basket lewat tembakan jarak jauh andalannya. Tentu saja itu teriakan dari beberapa fanster Jo yang rela bolos pelajaran demi menonton prince SMA Tugu itu. Jujur saja, sebenarnya dalam hati Vannya juga ingin ikut bergabung dan menikmati wajah Jo yang penuh peluh, tapi apalah mau dikata, dia tak punya nyali setinggi itu untuk terang terangan mengatakan ketertarikannya pada seseorang.

Jam istirahat berbunyi. Helaan nafas lega terdengar dari hidung over minimalis milik Okta. Gadis itu memang terkenal paling anti dengan pelajatan matematika. Yuyun yang dapat mendengar hanya tersenyum geli, sedangkan Vannya hanya menggeleng saja.

Hujan mulai membasahi halaman sekolah, jarak kelas Vannya dengan kantin terpisah blok, mau tidak mau mereka harus menahan lepar sembari menunggu hujan reda. Vannya merutuki kebodohannya tadi pagi yang bangun terlambat sehingga tak sempat sarapan dan alhasil kini dia meringkuk dibangkunya sambil menahan lapar.

Kelas yang sedikit gaduh kini lebih gaduh lagi. Bahkan tak sungkan teman temannya sedikit memekikan teriakan yang ditahan tahan. Vannya yang menenggelamkan kepalanya kedalam tas yang ditaruhnya dibangku sebagai bantalan kini mendongak. Mendapati si biang kerok dari kerusuhan dikelasnya.

"Hai" sapa Jo saat mata mereka beradu.

Vannya hanya menatap sekilas lalu kembali menenggelamkan wajahnya. Entah atas dasar apa Yuyun yang semula duduk manis di bangku sebelah Vannya kini beranjak sambil menyeret Okta yang sekarang sudah berubah jadi mannaquin akibat melihat penampakan Jo begitu dekat. Ditambah peluh yang masih tersisa sedikit diwajah maconya itu. Benar benar membuat khilaf.

"Va" panggil Jo dengan lembut namun tak ada jawaban. "Vaa" ulang Jo. "Ngapain sih gitu" kata Jo lagi yang merasa diabaikan oleh gadis disebelahnya itu.

"Lo bikin gue malu pe'ak" batin Vannya dalam hati.

Jo masih saja sabar menunggu respon Vannya. Dia hanya mengamati geraian rambut Vannya yang indah. Hitam pekat. Berbeda dengan rambut gadis gadis lain yang diwarnai, Vannya malah lebih suka dengan rambut aslinya. Rambut Vannya tak pernah panjang, hanya sebatas pundak dengan blow kedalam. Jo menyentuh rambut Vannya, membuat gadis itu mendongakan kepalanya menatap Jo dalam dalam.

"Apa?" Kata Vannya dengan wajah yang dibuat seketus ketusnya.

Kruckkk
Suara perut Vannya menggelegar seperti petir. Membuat gadis itu mengernyitkan kening lalu menenggelamkan wajahnya lagi. Benar benar memalukan, dan Jo?? Li laki itu justru tertawa sambil manggut manggut kemudian pergi begitu saja dari kelas Vannya.

"Kemana tu orang"  batin Vannya sambil menengok keseluruh isi kelas menjari sosok Jo, namun sepertinya Jo sudah pergi. Vannya hanya menghela nafas kasar sambil merutuki perutnya yang tidak tau situasi.

"Va, nih" kata Hans, teman sekelas Vannya yang bisa dikategorikan dalam komunitas mahluk culun. Ditangan laki laki yang bertubuh seperti gajah itu membawa kantung kertas yang berisi bakpo goreng.

"Apa? Dari lo?" Binar mata Vannya ketika melihat dengan baik hatinya si cowok yang terkenal rakus itu memberinya makan.

"Bukan, dari calon pacar lo katanya" satu kalimat yang membuat Vannya mengernyitkan dahinya.

"Ini aman kan? Ngga ada racun sianida atau apalah itu" kata Vannya sebelum menerima kantong kertas berisi bakpo goreng itu.

"Yaudah kalo lo ngga mau buat gue aja" kata Hans sambil bersiap lari, namun badan gembulnya masih kalah cekatan dengan tangan Vannya yang langsung mengambil dan memakannya.

Hans hanya pergi meninggalkan Vannya sambil geleng geleng kepala.

*
Jam yang ditunggu Vannya sudah datang, ya tentu saja kalian semua sudah tau kan. Jam pulang sekolah. Memang beberapa hari belakangan Jo beberapa kali mampir kekelas Vannya walau hanya sebentar tapi itu sudah jadi kemajuan yang berarti bagi Vannya. Karna waktunya semakin banyak bersama laki laki pujaan hati itu.

Namun sepertinya dewi fortuna sedang tak memihaknya. Hujan kembali turun setelah reda beberapa waktu lalu. Dan Vannya tidak cukup bodoh untuk duduk dikursi taman tanpa atap itu. Bisa bisa dia mati konyol karna kedinginan disitu. Dan yang kini Vannya lakukan adalah berdiri dipos satpam sambil merutuki hujan ini.

Tanpa Vannya sadari ketika gadis itu menengok tiba tiba sebuah jaket jins terlembar kemukanya. Membuat Vannya mengedarkan pandangan sangar kearah sekitar, mencari mahluk yang dengan lancang melempar mukanya dengan jaket. Bukannya mendapati sesosok mahluk justru Vannya mendapati tak ada satupun orang disekitar pos satpam itu. Benar benar Vannya seorang yang berdiri disana, dia mengernyitkan kening lalu menggeleng dan berlari menjauhi pos satpam itu kearah blue cafe sambil menutupi tubuhnya dengan tangan dan meninggalkan jaket itu begitu saja dilantai yang basah.

"Cappucino?" kata pelayan cafe blue yang seakan sudah hafal dengan minuman favorit gadis cantik itu. Hanya dibalas anggukan ringan dan pelayan itu langsung menuju kearah bartender didalam cafe.

Vannya menarik kursi yang terbuat dari alumunium mendudukan tubuhnya yang setengah basah. Saat Vannya sedang sibuk menyibak rambutnya yang sedikit basah seseorang menarik kursi didepan Vannya, lalu duduk tanpa permisi disana. Vannya tersenyum samar sebelum akhirnya menatap orang didepannya yang duduk dengan santai sambil memainkan hp nya itu.

Tepat sasaran, sesuai dugaan Vannya. Satu satunya orang yang berani duduk disebelahnya tanpa permisi selain Yuyun dan Okta adalah laki laki yang selalu menjadi tranding topic dihatinya itu. Jo.

"Kamu basah banget Jo" kata Vannya membuka pembicaraan karena sudah beberapa menit Jo tak juga membuka pembicaraan. Jo hanya mendengus kesal, tak menghiraukan Vannya.

Tunggu ! Seharusnya posisi mereka terbalik, bukankah seharusnya Vannya yang mendengus kesal sedang Jo yang harusnya membuka pembicaraan terlebih dahulu?

"Kenapa sih jo?" Tanya Vannya lembut karna menyadari lawan bicaranya kini sedang dalam mode bored.

"Va" kali ini suara Jo terdengar berat. Vannya hanya mengangkat alisnya, menunggu kalimat selanjutnya dari laki laki itu. "Besok aku ngga masuk sekolah"

"Kenapa?" Tanya Vannya masih terlihat tenang.

"Besok aku ngga masuk lama, minggu depan aku baru masuk lagi" kata Jo dengan wajah benar benar sebal.

"Kenapa lama banget jo?" Tanya Vannya sambil mengernyitkan dahi. Yaa sesuai kebiasaan gadis itu.

"Ada perlu sedikit. Va, pinjem hp" kata Jo yang langsung menyambar hp Vannya yang tergeletak dimeja. Menukar id line mereka lalu mengembalikan hp itu ketempat semula. Vannya hanya mengamati tingkah laki laki itu sambil manggut manggut.

Memang selama 3 bulan terakhir ini dekat, mereka belum saling menukar id line. Karena tiap kali Vannya ingin bertemu dengan Jo dia akan sabar menunggu jam pulang sekolah atau ketika rindu, dia suka memutar voice recorder suara Jo yang dia ambil sembunyi sembunyi.

Yahh cinta memang tak mesti diungkapkan, terkadang dengan sikap. Dan salah satu cara untuk mengetahui apa kau sedang jatuh hati atau tidak cukup berdiam dirilah disuatu tempat, adakah rindu untuknya atau tidak, jika ya maka sudah dapat dipastikan bahwa rindumu adalah imbas dari hatimu yang telah dicuri olehnya.

coffea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang