8. Restoran Seafood

2.9K 160 14
                                    


Reza, nama yang seperti tak asing lagi terdengar di telinga Linza. Linza mencoba mengingat-ingatnya, dan setelah itu barulah Linza sadar bahwa Reza adalah lelaki yang belum lama ini mengajaknya berkencan.

Linza bergegas keluar dari kamar Murni dan mencari tas yang beberapa hari lalu dia pakai untuk berkencan dengan Reza. Tangannya dengan telaten membuka setiap lipatan tas warna merah jambu itu. Seketika wajahnya berubah datar saat ia menemukan sebuah kartu nama kecil berwarna putih yang tertera dengan nama Reza Pamungkas.

Linza menatap lekat kartu nama yang dipegangnya itu dan membuatnya mengingat peristiwa beberapa hari yang lalu, saat dia di halte selepas pulang dari rumah Azizah.

Pada saat itu hujan mengguyur, dan terpaksa Linza harus menunggu hujan reda. Tak berapa lama, datanglah sebuah mobil bersamaan dengan silaunya cahaya yang mengarah ke arah Linza membuat dia menutupi matanya dengan tangannya.

Seseorang menyembul keluar dari mobil dan memakai jas menghampirinya dengan berlarian kecil. Cipratan air yang ditimbulkan oleh injakan laki-laki itu. Tak lama kemudian dia duduk di samping Linza.

"Kamu Linza ya?" katanya sambil mengukir senyum di bibirnya. Linza hanya mengangguk kecil setelah mengingat bahwa laki-laki yang di depannya saat ini adalah pacar dari mbak Murni, yang dulu pernah kepergok dengannya di kos. Tak ayal jika laki-laki itu mengenal Linza.

Wajah Reza terus saja menghadap ke arah tubuh Linza. Matanya melotot tajam saat melihat wajah blasteran Linza. Linza yang menyadarinya hanya bisa mengecap bahwa dia laki-laki buaya darat.

"Aku Reza, kenalan Murni." Reza menyodorkan tangannya ke arah Linza. Linza hanya melirik tangan itu.

"Mau berkencan denganku?" katanya saat melihat tangannya yang dianggurkan oleh Linza, wajahnya memohon, sambil meraih tangan Linza tetapi sebelum itu Linza sudah menahan tangannya. Reza mendadak bingung.

"Oke, oke. Ayo kencan." Linza menatapnya dengan senyum dipaksakan, muncul sebuah ide gila yang berada di otaknya agar bisa memberi pelajaran pada Reza.

Tak lama kemudian Reza memberikan sebuah kartu nama kepada Linza. "Walaupun aku sudah menyimpan nomormu, tapi mungkin ini bisa jadi kenang-kenangan." Reza memberikan itu sebenarnya bukan untuk kenang-kenangan semata, tapi dia akan menyombongkan dirinya yang berstatus CEO di perusahaan besar. Menurut Reza semua perempuan jika diberi iming-iming uang tidak akan menolaknya. Bahkan Reza dulu berkenalan dengan Murni juga dengan memamerkan uang. Dan hasilnya Murni jatuh kepelukannya. Linza juga seperti itu, Linza pasti tidak akan menolaknya.

Linza menatap kartu itu datar. Setelah itu memasukkannya ke dalam tas. Reza menawarkan Linza untuk pulang bersama, awalnya Linza menolaknya. Karena bujukan dan rasa tak enak hati oleh Linza, akhirnya Linza menyetujuinya.

Reza yang berada di belakang kemudi menatap Linza heran. Mobil ini sunyi. Tak ada suara sedikit pun. Dengan memberanikan diri Reza meraih tangan Linza. Tetapi diurungkan, karena dia akan menyentuhnya saat kencan itu tiba. Dia hanya bisa memecah keheningan suara ini dengan memulai pembicaraan.

"Jadi, bisakah kita berkencan, eh sekarang mungkin akan jadi makan malam minggu depan?" Linza menatapnya dan mengangguk kecil.

Senyum di bibir Reza mengembang. "Di restoran seafood dekat hotel bintang lima, bagaimana? Katanya di situ makanannya enak-enak. Mungkin kamu akan suka."

Kali ini Linza menjawab, "Baiklah Pak."

"Ah, jangan panggil Pak. Aku hanya terpaut sekitar dua tahun denganmu." Reza tertawa kecil. Linza tetap tak peduli. Mobil mereka akhirnya sampai di depan kos. Linza berpamitan kepada Reza untuk undur diri. Mobil itu berjalan kembali ke arah selatan. Linza yang melihatnya lalu merasakan aneh, kenapa Reza tidak takut jika kepergok mbak Murni?

Hijrah Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang