Part 1

161K 7.2K 243
                                    

Suara surga terdengar. Mengalun dengan begitu merdu di telingaku. Tidak ada suara terindah yang pernah ku dengar selain suara surga ini.

Kepalaku yang pusing akibat angka-angka yang tercoret di papan tulis seketika menguap. Mataku yang berkaca-kaca akibat menahan kantuk menguap. Doa-doa yang ku ucapkan dalam hati sedari tadi menguap. Semuanya menguap begitu saja mendengar suara surga.

Dengan cepat ku masukkan pena, pensil, dan penghapus ke dalam tas biruku. Buku paket dan buku tulis dibiarkan begitu saja karena tidak akan ada yang mau mengambilnya. Berbeda dengan alat tulis yang bisa hilang dalam sekejap mata. Coba saja letakkan alat tulis di atas meja, lepas dari pandanganku sebentar maka mereka akan raib. Heran! Kadang aku sampai berpikir yang memaling alat tulisku tuyul saking cepatnya alat tulisku menghilang.

"Ke kantin yuk, Yel." ajakku ke teman di sampingku.

Namanya Melisa Maryela. Panggilannya Yela. Sementara temanku yang lain sering memanggilnya Majin. Kenapa Majin? Itu nama bapaknya. Akibat nama bapaknya yang terlalu unik jadi lah mereka memanggil Yela dengan majin.

Dia ini sahabatku semenjak kelas 9 Mts. Kami dulu se-asrama. Sudah banyak hal yang kami lalui bersama. Seperti masak bareng, makan bareng, mandi bareng, tidur bareng, dihukum bareng, gibahin pembina asrama yang galak, dll.

Ia mempunyai wajah oval dengan alis tipis. Sifatnya? Ouh, jangan di tanya. Menyebalkan, mudah tersinggung, lola, dan suka mengulang-ulang kata yang sama sampai aku merasa bosan dan kesal. Tapi biar bagaimana pun dia tetap sahabatku. Meski kami pernah bertengkar hebat. Padahal masalahnya sangat sepele. Dan setiap kali kami bertengkar dia lah yang meminta maaf. Maklum, aku orangnya gengsian.

"Yuk lah. Gue dah lapar banget nih."

Aku bangkit dari kursi. Begitu pun dia. Kami lalu ke belakang.

"Gue ngaca dulu."

Aku menghela nafas panjang, kesal. Dia ini ratu cermin! Baru pagi udah pergi ke belakang kelas hanya untuk bercermin. Ngumpulin tugas ke depan cermin dulu. Kantin, cermin dulu. Toilet, cermin dulu. Shalat, cermin dulu. Pokoknya hidup dia tuh gak terlepas dari cermin!

Sebel sendiri liat dia yang suka banget bercermin. Padahal wujudnya juga gak berubah-ubah.

"Udah woi! Lo tetap syantik kok jadi jangan cermin lagi. Kita ke kantin sekarang!"

Ku seret tangannya kuat, kalau dibiarkan di depan pacarnya (cermin) bisa-bisa gak jadi ke kantin. Ku abaikan protesannya. Berhenti di dekat meja kedua sahabatku.

"Kantin yuk Sa, Wid!"

Oke, itu bukan ajakan tapi perintah hehe. Apa pun caranya, aku selalu membawa mereka ke kantin pas istirahat atau pun pergantian jam atau bahkan pagi.

Nah, kalau Yela gak bisa lepas dari cermin. Aku gak bisa lepas dari kantin.

Herannya tubuhku gak bertambah-tambah. Makanannya lari semua ke pipi.

Lari? Emang makanan punya kaki ya? Oke, lupakan!

"Kantin terusss.."

Yang barusan berbicara dengan nada menyindir itu adalah Widia.

Widia Hendriani. Memiliki paras yang manis dan otak encer. Dia ini tempat contekanku. Untuk pelajaran akuntansi dan matematika terutama. Maklum, aku gak suka dengan angka-angka. Sukanya hafalan, tapi males menghafalnya.

"Gue gak ikut ya."

Itu Elsa. Nama lengkapnya Elsa Desva Yendra. Bertubuh pendek dan berisi serta memakai kacamata. Terlihat cute di mataku.

"Oh ayolah. Ikut ke kantin ya. Kan gak seru kalau kita gak lengkap." rayuku sembari menggoyang-goyangkan lengannya dengan tatapan memelas andalanku.

"Gue gak laper, Za."

My Perfect BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang