part 5

122K 5.7K 687
                                    

Sadewa sedang dipanggil ke ruang guru. Jadi, aku bisa menghela nafas lega untuk sejenak. Semenjak insiden dia mencium pipiku, aku menjadi tidak berani untuk menatap matanya. Melihatnya saja jantungku sudah cenat cenut duluan.

Bertopang dagu di jendela. Menatap para siswa yang berlalu lalang. Sekalian cari cogan untuk cuci mata hehe.

Gak ke kantin karena uang ketinggalan. Hikss. Ngenes amat kan nasibku?

Untungnya mereka juga gak ke kantin karena mereka sibuk bermain cacing dengan memakai hp Elsa dan juga hpku.

"Guys, menurut kalian kenapa Sadewa mengklaim gue?" tanyaku meminta pendapat.

"Menurut gue dia jadiin lo mainan, Za." -Yela.

"Menurut gue sama kayak pendapat Yela. Sorry nih ya, Za. Dia itu ganteng banget. Masa iya dia mengclaim lo yg jelek? Palingan dia hanya jadiin lo taruhan. Dia juga kaya kan. Gak mungkin banget rasanya." -Widia.

Jleb.
Aku strong kok wkwk.
Soalnya aku sadar kenyataan.

"Menurut gue.. Mungkin lo sama dia pernah chatingan. Dia nyaman dan sampai cari lo di dunia nyata." -Elsa.

Kok gak pernah kepikiran ke sana ya?

"Lo kan sering chattingan dengan orang asing. Coba deh lo ingat-ingat. Ada gak cowo yg bernama Sadewa."

"Gak ada deh. Semalam gue sampai periksa seluruh kontak, pengikut wattpad dan instagram gue. Gak ada yang namanya Sadewa."

"Mungkin Sadewa seorang playboy. Jadiin lo targetnya." kata Elsa lagi.

Bisa jadi sih.

"Gue harap lo gak jatuh cinta ke dia." -Widia.

"Tenang aja. Gue akan selalu jaga hati kok. Lagian gue sadar diri kalau gue tuh jelek."

Yela menghampiri, berdiri disampingku. "Sebenarnya sih lo gak jelek, Za. Lo itu cantik kok, manis juga."

"Udah deh, Yel. Gak usah puji-puji karena gue sadar diri."

"Kan orang yang menilai lo, bukan diri lo sendiri yang menilai." katanya dengan nada gemas.

Mengendikkan bahu acuh dan mengalihkan pandangan ke luar jendela. Betapa terkejutnya aku kala bersitatap dengan Misel.

Pria yang tahu aku mencintainya. Padahal kan kenyataan gak gitu. Ini hanya sebuah kesalahpahaman.

Misel yang awalnya bercanda ria dengan temannya langsung diam seketika. Menyisir rambutnya sok cool dan melirik-lirikku.

Kampret!

Pengen banget rasanya aku meneriakkan bahwa aku gak pernah suka sama dia.

Hah, dianya kegeeran duluan gaes.

Dan kini, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain setelah menatapku.

Ya elah, bodo amat.

Namun, aku menatapnya terus. Biar tambah geer. Sampai mampus sekalian.

Dengan sengaja aku menatapnya dengan bertopang dagu. Menatap intens sampai dia berlari ke dalam kelas saking saltingnya.

Tawaku keluar tanpa dapat ditahan sama sekali.

"Lo udah gila yak??" tegur Elsa.

"Ya enggak lah. Jahat banget sih ngatain temen sendiri gila."

"Lalu kenapa ketawa-ketawa sendiri di depan jendela? Doi lewat??"

"Ada deh pokoknya."

Gak mungkin menceritakannya ke Elsa. Biar lah hanya aku, dia, dan tuhan yang tahu.

My Perfect BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang