Selama jam pelajaran aku tidak bisa fokus sama sekali. Sibuk memikirkan apakah aku pernah bertukar sapa dengan Sadewa di sosmed. Baik itu di wattpad, anygram, instagram, line, hago, facebook, atau pun WhatsApp. Tapi setelah ku ingat-ingat gak ada deh aku chattingan dengan orang bernama Sadewa.
Gak mungkin kan Sadewa kabur dari dunia wattpad??
Sorry sorry. Otakku masih 'agak' terpakai kok untuk memikirkan hal nyata.
Pakai logika saja. Gak mungkin rasanya kalau dia kabur dari dunia wattpad!
Ouh, apa dia korban gombalanku??
Siapa tau dia pakai nama samaran, kan?
Tapi ga mungkin juga. Soalnya gak ada cowok seganteng dia ku gombalin hmzz..
Pikiranku tentangnya hilang seketika ketika bel istirahat berbunyi. Dengan semangat 45 aku pergi ke meja Elsa. "Elsaa!! Kantin, yukk!!"
Aku mulai menganggunya yang sibuk mencatat. Menyalin yang di papan tulis ke bukunya dengan serius.
Helaan nafas kasar keluar dari mulutku ketika dia mengabaikanku dan lebih memilih bukunya. Oke! Aku cemburu!
"Saa.." panggilku dengan nada merajuk.
"..."
Aku berdiri dihadapannya ketika dia masih mengabaikan ucapanku.
"Kantin, Sa.." rayuku lagi.
Dia masih sibuk dengan bukunya. Tanpa menoleh dia menjawab, "Gue masih nyatat nih, Za. Bentar lagi ya."
"Saa!! Sekarangg!! Nanti jam istirahat habis." rengekku sembari berjalan ke sampingnya dan menggoyangkan lengannya seperti anak kecil.
Merasa terganggu dia menoleh ke arahku. Bukannya marah ia malah terkekeh dan meletakkan penanya. "Oke deh."
Lagipula Elsa ini orangnya sangat baik dan dapat diandalkan.
"Kantik yuk, Wid." ajaknya ke Widia yang menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"Gue lagi gak punya uang."
"Tenangg!! Elsa kan ada. Pinjem dulu uang tabungan lo." kataku memberi saran.
Kami ini suka nabung. Uangnya diletakkan dengan Elsa. Kalau yang menulisnya sih terserah saja.
Ketika keadaan genting, kami bisa meminjamnya ke Elsa. Biasanya aku juga sering minjam.
Maklum, aku ini bukan orang kaya yang diberi jajan 200.000 oleh orangtuanya dalam seminggu.
Udah pernah cerita belum sih aku?
Aku ini anak kos-kosan. Orangtuaku hanya mengirim uang dan bekal 1x seminggu. Hari minggu lebih tepatnya.
Kalau uang dan bekal habis, ya itu resiko!
Lagipula aku gak tega buat minta mereka ngirim berulang kali dari rumah. Selain gak tega, aku juga malas debat sama ibu yang pelitnya gak ketulung.
Tapi gapapa sih pelit. Kalau ibu boros, kami gak akan punya usaha dan rumah. Bagaimana pun pelitnya ibu, aku selalu kagum dengan pencapaiannya dan ayah.
"Hehe. Pinjam ya, Sa." Widia memberikan cengirannya setelah menegakkan tubuhnya.
"Gue juga mau pinjam, Sa. Uang gue habis." Yela tiba-tiba saja nimbrung.
Yela ini juga anak kos-kosan. Senasib kami mah.
Elsa menggeleng-gelengkan kepala gemas. "Berapa?"
"5 ribu." -Widia.
"10 ribu." -Yela.
"Oke deh." Elsa mengeluarkan uang dari dalam tasnya.
Aku tersentak kaget kala tanganku tiba-tiba di tarik. "Eh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Boy
Fiksi RemajaMenceritakan seorang gadis yang keracunan wattpad. Mengharapkan seorang pria tampan seperti di wattpad wattpad mengclaim dirinya yang bak upik abu. Dan hebatnya! Apa yang dihalukannya tercapai. Hidupnya terasa lebih sempurna semenjak bersama pria it...