Semua mata tertuju padanya. Itulah yang dirasakan Reina saat berjalan menuju lokernya untuk mengambil buku mata pelajaran jam berikutnya.
Setelah mendapatkan yang dicari, Reina menutup dan mengunci lokernya. Baru saja berbalik badan, ia mendapati Zenya, memberi tatapan tajam padanya.
Seperti biasa, Zenya diikuti kedua antek-anteknya, Sarah dan Lena. Mereka seakan menghalangi jalan Reina.
Perkenalkan saja mereka sebagai salah tiga dari sekumpulan gadis terkenal di sekolahnya. Wajah mereka yang dipenuhi make up, entah berapa lapis. Ditambah dengan kehidupan mereka yang hedon.
Reina menatap mereka bingung, ia sudah berusaha untuk tidak berurusan tentang apapun dengan mereka.
Zenya berdiri dihadapannya, seraya menyilangkan tangannya di depan dada. "Denger ya, cupu. Lo sadar kan apa kelebihan lo? Sorry to say, tapi emang nggak ada haha,"
Reina mengernyitkan dahinya, "sakit lo ya,"
Seketika, Reina langsung menutup mulutnya. Ia menyadari bahwa tak seharusnya ia mengeluarkan kata-kata itu. Karena itu akan diperpanjang oleh Zenya.
Zenya melotot, lalu mengarahkan tangannya ke belakang rambut Reina dan menjambaknya tiba-tiba. "Lo. Jauh. Jauh. Dari. Blake. Reece. George. Paham?!"
Reina menepis tangan Zenya, "Kok lo ngomongnya sama gue?"
"Lo kira lo secantik apa ngarepin dapet perhatian dari Blake?" ejek Zenya seraya tertawa. "Nggak usah mimpi. Dia punya gue,"
"Lo salah o-orang k-kayanya," ujar Reina sedikit gugup.
"Nggak usah ngarepin apa-apa tentang kejadian semalem. Karena apapun itu yang berkaitan sama mereka, lo akan berurusan sama gue," jelas Zenya. "Lo nggak mau hal ini jadi makin besar, kan?"
Reina tak percaya, Zenya bahkan tahu soal kejadian kemarin. "Kok tau si anjir,"
"Satu sekolah juga tau keles," tambah Lena.
Zenya memutar kedua bola matanya malas, "nggak penting gimana gue bisa tau soal itu,"
"Lakuin perkataan gue tadi atau masalah ini makin besar," tambah Zenya. "Cabs, girls!"
Dengan begitu, Zenya dan kedua antek-anteknya pun pergi. Reina menghela napasnya panjang.
Udah drama aja gua pagi-pagi, dapet oscar dah abis ini, batin Reina.
***
flashback
Reina melangkahkan kakinya keluar restoran. Pikirannya masih tidak karuan. Bayangin aja, abis dinner sama gebetan. Ya walaupun nggak berdua, tapi lumayan lah buat start.
Namun, ia merasakan cahaya terang dan mendengar suara keras tak jauh darinya.
Tubuhnya seketika kaku, saat menyadari bahwa sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Pikirannya kosong, ia tahu sesuatu akan terjadi padanya.
Blake menghampiri Reina disana. Ia melingkarkan lengannya ke tubuh Reina, berusaha melindungi gadis itu. Sesegera mungkin, ia menarik tubuh Reina menjauh dari sana.
Mereka terjatuh dengan bunyi yang cukup keras. Reina yang menyadarinya pun merasakan tubuh dan kepalanya sakit.
"Rei?" panggil Blake diikuti dengan Reina yang berusaha menyadarkan dirinya. "Lo gapapa?"
Reina mencoba mengerjapkan matanya berkali-kali, dan menyadari Blake ada di atasnya. "I-iya gapapa,"
Reina mengedarkan pandangannya ke sekitar. Perasaan lega menghampirinya saat menyadari ia berbaring di rerumputan dengan selamat.
Mendengar jawaban Reina, Blake segera bangkit dan berdiri. Ia merapikan kembali bajunya, "Ada yang sakit ngga?"
"Lengan atas sama kepala gue doang rada pusing," jawab Reina. "Tapi aman, kok,"
Blake hanya menganggukkan kepalanya. "Lain kali, jangan berlagak sinetron. Udah tau mobil kenceng mau lewat masih aja diem doang disitu,"
"Kurang taro tangan di muka gue sama teriaknya aja bisa lolos deh casting," balas Reina berusaha mendinginkan suasana canggung diantara mereka.
Blake hanya bergumam. Reina merasakan tengsin sampe ubun-ubun. Berusaha ngelawak tapi ditolak mentah-mentah.
Sungguh malam yang indah bagi Reina.
***
Sepulang sekolah, Reina memutuskan untuk langsung menemui George. Ia merasa teman satu-satunya itu pasti tahu soal hal yang baru saja menimpanya tadi pagi.
Tak lama, Reina melihat George yang sedang mengobrol dengan beberapa temannya di salah satu koridor. Tanpa basa-basi, ia menarik George ke sudut koridor.
George yang terkejut, menyadari bahwa hal tidak beres terjadi memilih untuk diam. Ia hanya mengikuti kemana langkah Reina akan membawanya pergi.
George melihat sekelilingnya lalu mulai membuka mulutnya, "Ih, mau macem-macem lo ya sama gue,"
"Kok pada tau, sih?" Reina berbalik bertanya.
"Maksudnya?"
Reina menghirup napasnya dalam. "Kemana pun gue pergi, orang-orang pada ngeliatin, sinisin, dan bisik-bisik ke arah gue. Dan tadi, Zenya datengin gue,"
"Dia bilang apa?"
"Kejadian kemaren dan nyuruh gue buat ngejauhin lo sama yang lain,"
"Tapi sayangnya lo nggak bisa jauh dari gue, kan?" tanya George seraya menaik-turunkan kedua alisnya.
"Serius, anjing," umpat Reina kesal. "KENAPA SIH,"
"Jangan serius-serius, Rei. Gue belom siap,"
"EH, BUYUNG! YANG BENER APA,"
"Rei, mulut lo bau terasi," ujar George yang diberi tatapan mematikan oleh Reina.
"Hehe iya ampun," kata George cengengesan. "Ya kayanya sih kemaren ada anak sini yang ngeliat kita di resto. Dan parahnya dia juga liat adegan lo sama Blake. Terus nyebar tuh berita,"
"Kenapa adegan sih ya bahasa lo. Ambigu hehe," balas Reina.
George menempeleng kepala Reina. "Itu mah demenan lo, kunyuk,"
"Tapi kok lo nggak ngasih tau gue?"
"Gue juga baru tau," kata George seraya melihat sekelilingnya. "Mending ngomonginnya jangan disini. Ntar keciduk Blake,"
Reina menatapnya bingung, "emang kenape?"
"Blake mau ngejaga reputasinya yang terbilang dingin dan gamau peduli sama hal lain. Dan sekarang, sekitar 40% reputasinya hancur. Lo harus pergi sebelum dia dateng dan nyalahin lo," jelas George.
"Nyalahin gue? Itu aja bukan salah gu-"
"Shit,"
*****
eeee kenapa tu:(
bagian labraknya sinetron bgt dah asli otak gue udah mentoqqq, maap ya lop u
bubay!
KAMU SEDANG MEMBACA
more than this • b.r
Fanficcrazy enough, to be crazy over you. Written in Bahasa Indonesia. Copyright© 2018 by creamchocolate.