1. Resapilah

242 24 38
                                    

Dalam hidup semuanyaku serahkan pada Sang Pencipta. Hidup dan kisahnya telah Ia ceritakan di Lauh Mahfuzh hingga kini aku melupakanya.

Aku tidaklah dapat membendung kisah ini. Ku jadikan ia lubang tapi tidak mampu menampung beban. Akhirnya ku lepaskan ia pada titik yang terakhir.

Dituliskan di sebuah kisah di alam fana ini, melewati tinta dan kertas bersamanya aku merenungi nasib.

Ia adalah anak yang malang, mendapat kisah yang teramat sedih pun terbuang. Hidupnya tidak seperti ia mendapati hasratnya, karena hanya untuk menghibur hati miliknya.

Ialah tempatnya mengadu hati kepada Tuhan Sang Pencipta, Allah yang maha mengetahui. Curhatnya bersama Tuhan sepanjang waktu. Aku ikut bersimpati padanya si malang yang sadis itu. Batinku parau jika aku menjadi ia. Ia begitu pandai dalam berkata dan berpura-pura bahagia.

Mungkin takdir berkata lain.
Ia adalah Yatim yang terbuang.
Ayahnya menelantarkannya di bawah alam sadarnya, meninggalkan dalam penghujung hidup ataupun mati disepanjang tahun ini jika kalian tau. Ya ini sadis, begitu sadis untuk dikenang maupun di ceritakan.

Nafasnya baru saja berhembus jika dihitung dari sisi Akhirat. Kelak ia akan menjadi anak yang pembangkang, tanpa tau rasa tulus yang tak tampak.

Namun kenyataan tidaklah bersahabat. Disini ia menjalin kisah dengan air matanya, ia akan jatuh saat mulai merasakan gelisah maupun terluka.

Kalian tau apa yang ia rasakan? Dia membenci Ayahnya yang telah menelantarkan dan membuang. Ia adalah seorang Ayah yang malang, menerima nasib yang tidak sepadan dan tak pantas di panggil dan mendapat jabatan sebagai Ayah yang bertanggung jawab. Camkan itu, kau adalah kesakitan padaku yah aku benci kau! Titik tak pakai koma.

Dewasa ini aku melanjutkan ceritanya yang belum usai. Tertulis di atas kertas bergaris dengan warna yang begitu serasi dengan suasana hatiku saat ini.

BERMIMPILAH KAU SESUAI DENGAN BANYANG-BAYANGANMU. JANGAN KAU BERHARAP LEBIH KARENA KITA TAK MAMPU MENEMPUHNYA. Sekarang Pamanya juga berkata seperti itu.

Dari perkataan itulah ia gagal, karena kurang kepercayaan. Hingga ia jatuh dan mampu bertahan disitu saja tanpa berpindah begitulah nasib buruknya. Ia hidup namun sejatinya hatinya menjadi mati pada semuanya.

Sakit jika dibilang ya sakit. Aku lebih sakit dibanding ia yang telah membuangku dan meremehkanku. Layaknya seperti berbicara selantasnya aku lancang berfikir. Aku bukanlah sampah dan boneka yang seenaknya saja dibuang dan dikendalikan. Akupun juga punya pendirian dan harga diri.

Kalau nanti ia terbangun oleh tangisanku mungkin saja ia akan menjalin hubungan baik bersama air matanya dan menjerit-jerit ingin membayar kejahatannya itu padaku dimasa lalu.

M U A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang