Senin, 30 September waktu yang paling ku benci. Sebab dimana hari itu, hari yang menjadi kecelakaan dan hampir saja merenggut nyawaku.
Bagaimana mungkin?
Saat aku pulang dari kuliah, bencana menimpaku. Musibah menghampiriku dan malaikan Izrail hampir saja membunuhku, hampir saja nyawaku diambil paksa oleh Tuhan sebelum aku bahagia.Aku dan kerabatku disenggol mobil beroda empat. Innalilahi plat mobil itu lepas, dan goyang-goyang.
Jadi begini ceritanya, entah siapa yang salah, aku atau pengendara mobil itu.
Waktu itu jalan di kotaku baru saja diperlebar. Dan jalannya baru memiliki dua jalur.Karena aku tinggal di desa, jadi lewat di jalan lintas dua jalur itu bukan hal yang tabu padaku. Tapi dengan adanya jalur itu, memberikan aku peluang agar aku bisa menikmati suasana perkotaan yang hilir mudiknya diatur dan sangat tertutur rapi. Aku senang di jalan itu, tertib dan teratur pengendaranya.
Saat kejadian itu, aku yang mengendarai motor. Pulang kuliah pada jam 16.40 WIB, aku bersama saudara perempuanku.
Di simpang jalan, aku memotong mobil yang lampu sen-nya hidup ke kanan.
Jadi, karena tujuanku sama dengan dia. Ku hidupkan pula lampu sen dan ku potong dia dengan kencang dari arah belakang.Malang buruknya, ternyata mobil itu lurus, dan dia menabrakku. Nasib baik aku tak jatuh. Akhirnya aku tetap melanjutkan laju motorku. Tak sampai itu, ternyata mobil itu mengejarku, dia mau meminta ganti rugi pada kami. Karena plat mobilnya lepas.
Aduhai aku panik, nyawaku hampir saja melayang dan kini dikejar untuk di minta ganti rugi? Sebenarnya salah siapa ini?.
Mobil itu berhasil mengejar kami, hingga kami berhenti. Kemudian dia memarahiku dan meminta ganti rugi dan tolong telepon orang tuaku, ucap beliau.
Saat itu aku dan saudaraku panik, segera kami menelepon ibuku, dan ketahuilah apa yang harus ku bilang dengan ibu. Ini semua merusak moodku.
Datanglah polisi saat itu, saudarakulah yang menelepon. Untung pak polisi itu kenal dengan saudaraku. Aku di suruh mereka adegan kejadian. Dan bapak itu tidak terima. Aduhai aku langsung naik pitam. Jelas-jelas dia yang salah, untung kami tidak jatuh. Sempat aku jatuh kami pasti di lindas mobilnya itu.
Diapun berkata, lampu senmu tidak hidup.
Dan ini mobilku lecet, kamu harus ganti rugi.
Oh my god, bukankah dia yang seharusnya ganti rugi pada kami? Polisi itu menyuruhku untuk tenang.Dan hingga sampailah ibuku, kami dibawa ke kantor polisi karena masalah ini tak kunjung selesai. Dan akhir cerita aku menang dikarenakan laki-laki itu mengalah.
Ini salahku, dan jika kami harus menunggu kepala kepolisian dan mobil saya harus di tahan dan motornya ditahan tidak perlu. Biar kami berdamai.
Aduhai bapak, kenapa tidak dari tadi mengalah! Ini tidak harus menunggu ba'da isya pula kita harus damai.
Menyebalkan sekali!.Kami bersalaman dan akhirnya pulang.
Sungguh satu pikiranku saat itu. Untung aku tidak mati. Tapi bersiap-siaplah aku kena amuk oleh ibu dan orang yang di rumah.
Shittt!.Jam 22.00 WIB kami sampai rumah.
Aku sudah mengira bahwa semuanya orang sedang menungguku. Menunggu perihal aku yang menyusahkan mereka.
Bukan karena khawatir atas diriku yang hampir saja melayang.Oh Tuhan, beginikah takdirku?
Aku di zhalimi, mengapa aku harus bertahan? Semua cintaku menyakiti hatiku.
Apa salahku?.Aku ini siapa?
Bukankah aku anaknya, lalu kenapa aku di kucilkan.
Aku sudah berusaha menjadi anak baik, menuruti perintah orang tuaku. Menjadi guru telah aku jalani, lalu kenapa hatiku tak sama sekali di hiraukan?
Dimana letak kasih sayang yang selama ini ku dambakan?.

KAMU SEDANG MEMBACA
M U A K
Non-FictionCerita ini berisi tentang pelampiasan murka seorang anak yang tidak sama sekali dipercayai dalam segala hal yang dia kerjakan. Akhirnya dituliskanlah. Dan tulisan menggunakan bahasa yang terbuka dan penuh sakit. Part selalu nambah jika masalahnya se...