Tiga (Selesai)

48 2 0
                                    

Esok...

Aku sebenarnya sudah sering melihat Agam mengerjakan lukisan itu. Tapi lukisan itu nampaknya tidak kunjung selesai. Padahal sejauh ingatanku dia sudah mulai mengerjakan lukisan itu sejak jaman kami tamat SMA. Aku tidak tahu persis apa yang hendak digambarkannya di lukisan itu. Hanya warna hitam - putih yang nampaknya Agam sapukan bergantian berulang-ulang di atas kanvas itu.

Sejauh pengamatanku, dia seringkali membiarkan lukisan itu tidak terjamah dalam waktu yang sangat lama. Dia selalu memilih mengerjakan lukisan baru lagi. Ada puluhan bahkan mungkin ratusan lukisan yang sudah dia selesaikan. Tapi lukisan yang satu itu masih belum kunjung selesai.

Meskipun sedikit heran, tapi aku tidak begitu peduli apa alasannya. Sebagai orang yang tidak begitu paham tentang dunia seni. Aku tidak ingin terlalu ikut campur dengan pekerjaannya itu. Beberapa lukisan karya Agam bahkan terlalu absurd bagiku, Malah justru membuatku sakit kepala saat melihatnya. Aku kadang heran, kenapa bisa berteman akrab dengan dia.

Namun saat aku mengunjungi Agam hari itu. Untuk pertama kalinya aku mulai tertarik dengan lukisan hitam putih yang tak kunjung selesai itu. Sosok yang hendak dia tampilkan di lukisan itu kini mulai nampak kentara di mataku yang awam seni.

Saat aku memasuki kamarnya, dia nampak sibuk mengerjakan lukisan itu. Baru kali ini kulihat dia duduk cukup lama mengerjakannya. Biasanya hanya sekitar satu dua polesan setelah itu dia tinggalkan untuk mengerjakan lukisan yang lain. Aku menduga, mungkin kali ini dia ingin menyelesaikannya.

"Apa aku tidak salah menebak siapa yang ada di lukisan itu?" tanyaku tiba-tiba dari balik punggungnya. Membuat bahunya agak bergidik kaget. Dia rupanya tidak menyadari kedatanganku.

Tanpa menoleh dia menjawab pelan "Ini kuberi judul Seseorang dari Masa Depan", katanya sambil melanjutkan memoles lukisannya.

"Bukan itu pertanyaanku" kataku dengan sedikit menekan.

Agam menghentikan sapuhan kuasnya. Lalu diletakkannya kuas itu di paletnya dengan pelan. Aku berusaha menarik kesimpulan dalam kepalaku sambil menatap lukisan itu.

Sambil menghela nafas panjang Agam bersuara sambil tetap memunggungiku.

"Maafkan aku telah menutupinya darimu selama ini..." ujarnya pelan

"Apa yang sudah kau perbuat pada Diandra?", cercaku kemudian. Tanganku mulai mengepal dengan geram.

Agam terdiam cukup lama. Punggungnya yang membelakangiku nampak naik turun. Diiringi suara isakan yang samar-samar.

"Aku mencintainya sejak 10 tahun yang lalu. Tapi aku malah menyakitinya. Aku menodainya lalu meninggalkannya begitu saja..." ujarnya dengan suara tercekat sambil menundukkan kepala. "Aku berharap di masa depan kelak, aku bisa menebus semua kesalahanku padanya"

"Bangsat kau!" seruku marah seraya menghantamkan pukulan keras ke kepalanya.

***

Hari ini...

Hari ini adalah hari penuh suka cita bagiku.

Diandra menggenggam tanganku dengan sangat erat. Gaun pengantin yang membalut tubuhnya membuatnya semakin anggun mempesona.

Aku memandanginya dengan tatapan mesra.

"Masa depan telah mendatangimu, Diandra... Bukan dalam lukisan, tapi dalam kehidupan nyata. Aku akan membiarkan dirimu merayakan masa depan yang bahagia bersamaku" ujarku lirih sambil mengecup keningnya dengan lembut.

****************    

[Selesai]

Lukisan dari Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang