Bagian 1

1.7K 229 69
                                    

Semester akhir.

Seluruh mahasiswa dari jurusan apapun pasti setuju, bahwa hal itu adalah sebuah mimpi buruk yang harus segera diakhiri.

Kegiatan perkuliahan yang teramat padat, menuntut seluruh atensi dari segala aspek hanya tertuju padanya. Begitu posesif, hingga tidak ada celah untuk berpaling meski sejemang.

Nirmala menatap nanar laporan makalah praktik lapangan kelompoknya yang masih berjumlah 5 halaman, yang tidak lain, tidak bukan, masih tersendat di BAB I, padahal mereka sudah sebulan lebih disini, dan sisa waktu praktik tidak lebih dari 3 minggu lagi.

Seperti kata pepatah, penyesalan memang selalu datang terlambat. Begitu pula dengan apa yang tengah Nala rasakan sekarang. Menyesal telah mempercayakan tugas makalah pada Ucha dan Dion.

"Nonton apa sih? Kok kayaknya terharu banget gitu."

Sapaan dari arah pintu kamar kosannya menarik atensi Nala. Cowok dengan kaos hitam polos dan celana kolor selutut itu menutup pintu, lalu beralih menuju Nala yang sedang berkencan dengan Mimo-laptop kesayangannya. Begitu fokusnya Nala hingga indera pendengarannya tidak menangkap suara pintu terbuka.

"Mana ada Nala nonton, Io." Bibir Nala mencebik tipis. "Coba Io liat deh, laporan kita separah ini."

Io, hanya Nala yang memanggil cowok itu dengan sebutan itu. Sementara yang lain memanggil pemilik nama lengkap Dirgantara Julio itu dengan Dirga atau Jio.

Jio duduk di tepi kasur, melirik Mimo di pangkuan Nala sekian sekon, lalu menatap si pemilik laptop seraya tersenyum tipis.

"Terus kamu mau ngerjain laporan itu? Kan itu udah jadi tugas Ucha sama Dion." Kata Jio, lembut. Tangan kanannya meraih benda tipis itu, lalu meletakannya di sisi lain. "Kita udah di semester akhir, biar Ucha sama Dion belajar tanggungjawab sama tugasnya."

Anggukan kepala Nala menjadi alasan Jio tersenyum hangat saat ini. Cowok dengan gelar mantan ketua BEM 2 periode itu menekan tombol off pada laptop Nala, lalu melipat dan meletakannya di atas meja nakas.

Kini fokus Nala terpusat pada bagaimana rambut hitam Jio yang masih basah itu terlihat tidak beraturan, lalu dia bergeser mendekat, sementara tangan kanannya terangkat, kemudian menyisir rambut berantakan itu dengan jemari kecilnya.

"Sisirnya ilang lagi?"

Jio menangguk seraya menikmati wajah cantik Nala dalam jarak sedekat ini. Nala, cewek yang sudah dia pacari setahun ini.

"Biasa, Gema yang ngilangin, katanya abis nyisirin rumput Pakde di halaman depan."

Nala tertawa, lalu menarik ujung rambut Jio pelan, membuat cowok itu mengaduh dibuat-buat.

"Lagian aku gak butuh sisir," Jio menegakan punggungnya setelah Nala selesai dengan kegiatannya. "Kan aku punya kamu, Nal."

Nala menjulurkan lidahnya, kemudian mereka tertawa.

"Terus gimana pasien yang tadi?" Nala jadi teringat pasien yang dia bantu tadi. Pasien IGD, ruangan dimana Jio praktek di sisa 3 minggu terakhir masa praktek lapangan mereka.

"Yang kamu bantu dorong tadi?"

Nala mengangguk, membenarkan.

Jio berpikir sejenak, memilah kata yang tepat, sebelum Nala menembak dengan benar.

"Dia meninggal, ya?"

▪︎

Hari ini Nala mendapat jadwal shift pagi. Disisa 3 minggu terakhir masa praktiknya, Nala bagian jaga di ruang Dandelion.

Bangsal 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang