"Nal, katanya kemarin anak koass juga pada ngerjain laporan kompre di kosan Pakde loh," Ucha menaruh satu suntikan insulin ke atas troli. "Seru kali ya kalau kita bisa ngerjain laporan bareng mereka."
Ucha dan Nala sedang mempersiapkan obat injeksi insulin untuk para pasien penderita diabetes di ruang alat, suntikan rutin setiap hari. Hari ini Nala jaga siang bersama Ucha dan Abil.
"Kamu tuh Cha, laporan kita sendiri aja gak kepegang sama kamu, kamu malah mau ngajak orang lain."
Ucha terkekeh, jarang sekali seorang Adhisa Nirmala mengeluhkan kinerja seseorang di dalam kelompoknya.
"Ini udah 5 kan?" Nala memastikan seraya kembali menghitung jumlah suntikan insulin di atas troli, lalu mengabsen semua obat oral yang sudah dilabeli nama-nama pasien agar tidak tertukar.
"Udah, Nal." Ucha membukakan pintu dan Nala mulai mendorong troli.
Tidak jauh di depan pintu ruang alat, ada Lava yang sedang sibuk mencatat di sebuah rekam medik pasien, dan ada Abil di sampingnya. Sementara Thea menunggu Ucha dan Nala selesai menyiapkan obat di meja resepsionis.
"Pasien baru kak?" Nala berhenti mendorong troli, kemudian membaca rekam medis yang sedang dikerjakan Lava. Sementara cowok jangkung itu terlalu sibuk hingga enggan menjawab, Abil yang mengangguk membenarkan pada akhirnya.
Nala dan segenap tanah air Dandelion sudah terbiasa dengan sikap Lava, jadi yang Nala lakukan setelahnya adalah kembali mendorong troli, namun langkahnya kembali terhenti begitu jemari dingin melingkari pergelangan tangannya.
"Lo bantu gue siapin alat buat pasien baru, insulin biar Abil, Ucha sama Thea yang kerjain." Lava mengatur, seperti biasanya. Dan Nala menurut, seperti biasanya pula.
Hingga Lava dan Nala hilang dibalik pintu ruang alat, Ucha dan Abil masih menatapi bayangnya pada daun pintu yang tertutup.
"Lo mikir apa yang gua pikirin gak sih, Bil?"
"Bukannya dulu lo pernah bilang gua gak punya otak?" Abil menimpali seraya bergegas mendorong troli menuju Thea yang sudah menunggu, sebelum drakula betina itu bertaring.
▪︎
Ini bukan pertama atau kedua kali Lava memilih Nala untuk menjadi asistennya di setiap tindakan, bahkan bisa dibilang tiap kali Lava dan Nala jaga di jadwal yang sama, cowok dengan kelopak mata tunggal itu tidak pernah lepas dari Nala, begitupun sebaliknya.
Pemandangan seperti itu jadi terbiasa di Dandelion tanpa mereka sadari, terutama Nala yang memang selalu lebih banyak melakukan tindakan dibanding temannya yang lain.
"Lo jago praktik dibanding temen lo yang lain, males gua kerja bareng orang yang gak bisa apa-apa." Alasan Lava memilih Nala.
Tak terasa hingga waktu pergantian shift sebentar lagi tiba, Nala menghabiskan 8 jam waktu jaganya sebagai asisten Lava. Bahkan mereka mengerjakan hampir sebagian tindakan yang ada hari ini. Mulai dari observasi pasien baru, hingga ganti balutan pak Bimo yang sudah merasa nyaman dengan gabungan Lava dan Nala.
"Makasih kak, aku belajar nyuntik MgSO4 hari ini berkat kakak." Kata Nala disela kesibukannya mencatat semua tindakan di buku laporan hariannya.
Jika biasanya buku itu terisi penuh satu halaman, hari ini Nala menulis lebih dari dua halaman. Gambaran yang sangat jelas betapa sibuknya Adhisa Nirmala dan Zen Lava hari ini.
Sementara yang diucapkan terimakasih masih diam, belum membalas. Dan Nala pun tidak menunggu balasan, karena dia sudah bisa menebak bahwa cowok sipit itu tidak akan membalas ucapannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/141709528-288-k854075.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangsal 9
Short StoryAda cerita di bangsal nomor 9, tentang bertahan dan melepaskan.