Bagian 5

832 147 86
                                    

Minggu.

Hari yang dipilih Dirgantara Julio untuk berkumpul dengan kelompoknya di gazebo halaman depan kosan Pakde. Meski tidak semua anggota bisa berkumpul karena sebagian dari mereka tentu punya jadwal jaga, Jio memanfaatkan waktu liburnya yang kebetulan berbarengan dengan ibu negara tercintanya, Adhisa Nirmala.

Alasan Jio mengumpulkan anggotanya, karena makalah laporan praktik mereka yang belum rampung, bahkan tertinggal jauh.

Sepuluh dari 16 anggota sudah berkumpul di halaman dengan tugas masing-masing yang sudah dibagikan oleh Jio selaku ketua kelompok. Karena jumlah mereka cukup banyak dan ukuran gazebo tidak begitu luas, jadi mereka juga memasang tikar di atas rerumputan.

"Lo sih Di, ini kan harusnya tugas lo sama Ucha!" Protes Aisyah sambil melempar penghapus ke arah Dion, sementara Dion hanya cengengesan.

"Udah, Syah, kan udah kelar tadi urusan maki-maki Dionnya." Jio menengahi, mau tak mau Aisyah kembali menatap layar ponselnya, lalu kembali merangkum materi tentang kasus yang mereka pilih dari e-book yang sudah mereka unduh.

"Tau lo, kalau mau maki-maki, lanjut ntar aja pas Ucha udah balik jaga, biar gua gak dimaki sendirian gini." Dion berakting murung, namun detik berikutnya cowok yang di kenal sebagai preman kampus itu kembali mengunyah melon potongan Nala dan Bella dengan tak acuh.

Salahkan kocokan yang mengeluarkan nama Dion dan Ucha sebagai sekretaris kelompok. Salahkan juga kocokan yang memilih Dion dan Ucha si tom and jerry kampus sebagai rekan kerja. Sudah jelas laporan ini tidak akan pernah berjalan jika hari itu Nala tidak berinisiatif untuk memeriksanya.

Laporan ini tentang pemantauan secara komprehensif terhadap salah satu pasien di rumah sakit dengan kasus tertentu. Dan kelompok ini memilih pak Bimo dengan penyakit DM-Diabetes Militus-nya sebagai kasus yang akan mereka bahas.

"Tau gak sih, semalem ada pasien DM baru yang masuk Dandelion, terus pagi ini mau diamputasi jempol kakinya." Felix yang bertugas semalam mulai bercerita, dari pada mendengar teman-temannya sibuk saling menyalahkan. "Terus ya, masa dia bilang gak mau pulang sebelum jempol kakinya tumbuh lagi, dikira jempol dia spesies kecambah apa."

Teman-temannya tertawa, termasuk Nala yang sejak tadi fokus dengan ketikan dan tak peduli dengan sekitar. Ditambah logat Medan Felix yang masih agak kental, Nala paling tidak bisa mengabaikan kerecehan cowok Batak itu.

"Bang Felix ih, gak boleh gitu!" Kata Nala, tapi dia tetap menyumbang tawa.

▪︎

"Lo gak bisa pindah ke sini aja apa, Va?"

Sepasang kenari hitam itu merotasi, malas. Malas beradu argumen tentang hal ini lagi dengan teman-temannya. Karena jawaban Lava akan tetap sama; tidak.

Mereka sedang berkumpul di kamar Thea dan Mia tanpa Mia, karena dia sedang jaga pagi sendirian hari ini.

Semua berawal dari Lava yang sepakat dengan teman-temannya untuk membahas tugas laporan kelompok yang harus dikerjakan selama masa magang mereka disini dan akan dipresentasikan di kampus nantinya. Mereka-tepatnya Thea dan Mark-berkata bahwa Lava menghambat proses penyusunan karena dia memilih tinggal di apartemen dan menolak untuk bergabung dengan mereka di kosan.

Lava enggan berbaur karena satu dan banyak hal.

Zen Lava memang dikenal tertutup dalam segala hal, cowok berparas tanpa cela itu bahkan tidak memiliki teman dekat, baik laki-laki maupun perempuan di kampus. Tapi Bio cukup mengenal Lava-sedikit. Seperti di mana Lava tinggal, dan alasan Lava sering bolos kuliah meski prestasi akademiknya di kampus tak tertandingi oleh siapapun.

Bangsal 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang