"Lo bikin gue sebegininya, sialan. Pake pelet apa sih lo?"
•••
"Heh Binta!! Udah jam setengah delapan. Bangun!"
Suara melengking yang begitu memekakkan telinga itu memenuhi indera pendengaran Binta. Gadis yang sedari tadi tengah asik bergelumung diatas kasurnya pun segera terbangun dan menatap sengit pada sang Adik.
"Berisik Ra! Dikira telinga gue gak sakit apa tiap denger lo teriak!"
Naura memutar netranya dengan malas, "Salah sendiri .., itu alarm bunyi dari jam tujuh apa gak kedengeran? Bangun! Dasar kebo!"
Naura langsung berlari secepat kilat begitu dirinya hampir terkena lemparan bantal dari Kakaknya. Lebih baik menyelamatkan diri sekarang daripada harus disiksa oleh gadis bar-bar seperti Binta.
Dengan sedikit menguap, Binta kemudian melirik jam digital diatas nakas. Jam setengah delapan lebih lima, sekitar setengah jam kurang lagi masuk sekolah. Dengan malas, Binta segera beranjak dari kasurnya dan bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah.
Setelah selesai dengan urusannya, Binta dengan segera beranjak turun ke lantai bawah. Dia bisa melihat sang Bunda tengah menyuapi Adiknya yang sedang memakai sepatu.
"Manja!" Teriak Binta sembari berjalan menuju dapur, mengambil susu strawberry serta roti selai cokelat diatas meja makan.
Naura mendelik, "Sirik aja." Jawabnya ketika sang Kakak sudah berada di ruang tengah. Keduanya malah saling melempar sindiran sampai keluar rumah. Bahkan saat pamit pada Bundanya mereka masih melakukan hal yang sama, sampai sang Bunda harus mengomel agar kedua anak gadisnya berhenti saling menyindir.
Di depan gerbang, sudah ada sosok lelaki bermotor matic sedang menunggu. Naura tersenyum sumringah saat melihat kekasihnya, "Halo, Kakak ipar." Sapa Dika dengan cengirannya.
Binta bergeming dan memasang raut wajah datarnya, tak membalas sapaan kekasih Adik nya itu dan menatap geli ke arah Naura yang sedang mendusal manja pada bisep milik Dika. "Kak, di sapa itu jawab dong. Itu mulut pake coba, jangan dibuat pajangan doang."
"Berisik lo, sana berangkat! Telat tau rasa."
"Yeuu, ada juga Kakak kali yang cepet-cepet berangkat."
Naura memakai helm yang diberikan oleh Dika, lalu duduk manis di belakang kekasihnya, siap untuk berangkat.
"Yaudah sih, gue ini. Sana berangkat." Binta meninggalkan Naura bersama kekasihnya, pergi menuju halte. Derita memang tidak mempunyai kekasih. Naura sih enak-enak saja setiap hari ada yang menjemput seperti tukang ojek, nah Binta diantar jemput oleh bus.
Kedua Kakak beradik itu bersekolah ditempat yang berbeda. Naura di SMA Pelita, sedangkan Binta sendiri di SMA Garuda. Binta sudah memasuki jenjang terakhir masa SMA, sedangkan Naura masih kelas 10. Kenapa tidak satu sekolah? Itu karena Binta yang menolaknya. Naura itu selalu menjadi tukang palak jika bertemu Binta. Meminta uang padahal sudah di kasih jatah masing-masing oleh Bunda mereka. Sialan memang memiliki adik seperti Naura Agitama, tapi meski begitu Binta sangat menyayangi Adiknya.
Binta mendudukan dirinya dengan malas didepan halte, arloji ditangan kirinya menunjukkan jika sekarang sudah lewat dari jam masuk sekolah, tapi gadis itu tidak peduli jika dirinya terlambat, juga dia sedang malas mendengarkan ocehan guru bahasa Inggris nya pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
Teen FictionTake my hands now, you are the cause of my euphoria. ✧✧✧ Abyan Neandro, sosok lelaki tampan yang melebihi definisi tampan itu sendiri. Seorang vlogger yang menjadi idola hampir semua gadis di sekolahnya. A...