Pria itu
Aku benci setiap pria itu memperlakukan Graciaku dengan kasar
Dia bukan hanya menyiksa Gracia secara fisik
Namun juga verbal
.
.Kebencianku semakin menjadi saat kulihat pelipis Gracia berwarna kebiruan
Bibirnya pecah mengeluarkan darah
Sekujur tubuhku terasa sakit tiap kali melihat keadaannya
Tak ada pilihan lain
Aku harus memberi pria itu pelajaran berharga, yang tak akan pernah bisa ia lupakan
.
.Aku mengetuk pintu rumah Gracia
Sepersekian detik, pintunya terbuka lebar
Menampakan seorang pria tua yang menjijikan
Pria itu menatapku penuh birahi
Ia menarikku ke dalam
Membisikan kata kata kotor yang membuatku mual
Bau alkohol tercium jelas di indra penciumanku, membuatku ingin mengeluarkan seluruh isi perutku
.
.Jlebb
Pisau itu menancap di dadanya
Ku tekan semakin dalam dan semakin dalam
Aku ingin melihatnya tersiksa
"Bagaimana rasanya Om? Enak bukan?" Tanyaku dengan seringaian menghiasi sudut bibirku.
Pria itu merintih kesakitan
Tangannya hendak menampar wajahku
Tapi aku tak cukup bodoh untuk membiarkannya
"Ini tak sebanding dengan apa yang anda lakukan pada Graciaku" Ucapku sambil mengelap darah yang ada di tanganku dengan tisu.
Drrrtt
Drrrtt
"Lihat siapa yang menelpon Om?" Aku menunjukan layar poselku pada Pria yang tengah sekarat itu
Dadanya naik turun dengan tidak teratur
"Hallo Gre"
"Cici gimana sii? Tadi nyuruh Gre ke rumah, tapi tau tau pergi" Kesal Gracia.
Aku tersenyum menanggapi kekesalannya.
"Maaf Gre? Tadi ada urusan mendadak. Ini Cici mau balik"
Aku melirik pada pria itu. Sepertinya jantungnya sudah berhenti berdetak
Namun aku masih belum yakin 100%
Aku menginjak ujung pisau itu dengan kasar
Membiarkan pisau itu menancap semakin dalam
Dan
Ia benar benar sudah tak bergerak
"Tunggu Cici ya Gre!"
"Ckk Iya iya" Nadanya masih terdengar jengkel.
"Gre?"
"Kenapa?"
"Ayo kita pergi ke tempat yang jauh"
"Maksudnya"
"Aku akan membahagiakanmu"
"Cici ngomong apa sih?"
"Aku sayang kamu, Shania Gracia"
The End