1

74 6 1
                                    

Malam minggu,malam ini hujan deras mengguyur ibu kota. Jalanan sepi bak tak satupun orang yang melewati biasanya banyak berlalu lalang yang pergi untuk bermalam mingguan dengan kekasih teman atau pun keluarganya meski hanya dengan jajan dipinggir jalan sembari menikmati indahnya kota Jakarta di malam hari.

Lain halnya dengan Aleta,yang selalu menghabiskan malam minggu bersama dua temannya Anya dan Shindy di kamarnya untuk bermain kartu Uno yang kalah akan mendapat coretan bedak dipipinya. Sangat sederhana dengan beberapa cemilan mereka bisa tertawa lepas.

Namun tidak untuk malam ini,Aleta sendirian,ia kesepian. Hujan membuat mereka tidak bisa pergi ke rumah Aleta untuk bermain kartu Uno. 

Aleta memang anak tunggal sehingga ia tidak punya teman untuk sekedar diajak bicara. Ibu dan ayahnya dari tadi sore pergi untuk menjenguk neneknya,Aleta memutuskan tidak ikut karna malam minggu biasanya teman-temannya datang tapi ternyata malam ini hujan.
Aleta menyesali tidak ikut bersama ibu dan ayahnya sekarang ia sendirian di rumah.

Di sepinya malam ini yang berpadu dengan suara rintihan air hujan membuat Aleta ingat akan sesuatu kejadian beberapa hari yang lalu yang tidak pernah hilang dari pikiran Aleta.

Saat itu sore hari di sekolah hujan aku menangis didepan koridor kelas 12 yang sudah sepi karena aku berantem sama Anya karena Anya menuduhku suka dengan pacarnya.

Tangisanku semakin pecah bersamaan merdunya suara air hujan yang turun seakan mewakili akan hati ku ini.

Aku mendongak karna ada tangan yang mengulurkan sebuah sapu tangan putih bermotif garis-garis. Aku melihat wajahnya sambil tersendu,wajah yang tak asing untuk keberadaannya di sekolah ini.

Yaa aku tau dia adalah kakak kelasku kelas 12 tapi aku tidak tau namanya. Dia tersenyum kepadaku tanda memberikan sapu tangannya untukku. Aku pun mengambil ragu dan cowok itu berkata

"Terlalu berharga air matamu untuk menangis sebanyak itu,jangan lagi"

Kata-kata terakhir dari cowok itu. Aku pun mengangguk lemah dan menghapus air mataku dengan sapu tangan yang diberikannya. Aku menengok tapi ternyata dia sudah berlalu dengan punggung yang masih terlihat. Belum sempat ku mengucapkan terimakasih tapi punggungnya telah lenyap bersama langkah kakinya.

Lamunan Aleta membuyar seiring dengan hujan yang perlahan berhenti.
Sudah pukul 11 malam waktunya Aleta untuk pergi tidur dan melupakan segala yang menjadi beban pikirannya.

Pelangi diatas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang