Namanya

119 11 2
                                    

NAMANYA William. Kalau tidak salah, namanya William. Entahlah, aku sendiri kurang yakin. Aku hanya dengar sepintas saat konselorku mengantarnya ke luar ruangan. Uh, maksudku konselor kami.

Aku datang terlalu awal waktu itu. Kepalaku spontan menoleh ketika merasakan langkah-langkah kaki bergerak mendekat. Mataku menangkap senyumnya, diulas tipis dan seperlunya. Ia tak banyak menanggapi obrolan konselor kami. Dari yang kudengar, dia hanya terkekeh sesekali. Saat sampai tepat di depanku, baru kulihat jemarinya menggenggam erat kedua lengan tas ranselnya. Mataku naik, menelusuri urat-urat tangannya dan meloncat untuk mencari senyumnya.

Aku tak menemukan apa-apa. Hanya ada sepasang manik tajam yang menangkapku dari balik kacamata.

ENAM BELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang