Surat, 1.

54 9 7
                                    

     Untuk Semesta, yang gelap.

Apa cara yang paling tepat untuk pergi dan menghindari bintang berkelap-kelip mengejekku? Malamku gelap. Hari demi hari semakin kelam. Aku cuma sisa hati yang merayakan terang tawa-tawa yang telah silam.

Kalau kau samudera, ajak aku tenggelam. Kalau kau pusaran debu yang malu untuk berhenti, bawa aku ikut dan tak jadi mati.

Aku mati di sini.
Aku berakhir mendayung sendirian dengan perahu bolong yang miring ke tepi dan semakin lupa basah kuyup karena apa---keringat, air laut yang sama asin, atau air mata yang menjaga bunga-bunga gelap itu tetap subur?

Kau di mana? Aku hampir tiba pada titik terjauh, sangat jauh, hanya untuk kembali jatuh pada tanda tanya besar yang mengakhiri "Aku mau ke mana?"

Semesta, kenapa tak biarkan saja aku pergi? Aku lelah menelusur labirin. Kau cuma gemar menyamar jadi angin, meniup-niup sekacau kau ingin.

Di antara ayun-ayun nasib yang kian buta arah ini, tolong beritahu caranya keluar dari sini. Kau punya teman main lain. Aku ingin mencipta semestaku sendiri.

(Yang mungkin temaram, dan aku cuma tertinggal duka muram.)

ENAM BELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang