Cinta, apa yang akan kau jawab jika orang bertanya mengenai kata itu?
Jika kau bertanya padaku, maka jawabnya hanyalah sederhana. Rasa yang kau miliki dan dia membalasnya, kalian bahagia dengan itu dan tidak meninggalkan saat salah satunya terluka. Entah luka yang diakibatkan olehmu atau oranglain. Dan itulah yang sedang aku lakukan saat ini. Aku tetap bersamanya, dalam keadaan apapun dan selalu menggam tangannya.
Setelah makan, kami memutuskan untuk jalan-jalan menghirup udara segar dan juga mencari makan malam.
"Mau makan apa?"
"Ini masih jam dua siang. Belum saatnya makan malam."
"Aku cuma tanya aja, karena mood kamu itu sering berubah-ubah."
"Sekarang udah gak sih."
"Siapa yang bilang?"
"Aku lah."
Dia hanya tertawa dan mengacak rambutku dengan lembut, seperti biasanya dia hanya akan tersenyum dan mengacak rambutku. Sederhana, namun hal ini selalu aku rindukan saat aku jauh darinya.
Kami hanya berjalan di Malioboro sambil bergandengan tangan, beruntung hari ini tidak panas namun tidak hujan juga. Suasanya sangat pas untuk berjalan-jalan, terlebih ini bukan hari libur. Jadi kawasan ini terasa lebih sepi dari wisatawan yang biasanya akan memadati jalan ini.
Tidak lupa kami mengabadikan semua momen dengan sebuah foto yang tentunya akan menjadi kenangan untuk kami.
Duduk di kursi taman sambil menikmati segelas es jeruk adalah pilihan tepat untuk menikmati jalanan titik nol yang mulai padat.
"Apa rencana kamu selanjutnya?"
"Aku tetep nulis."
"Gak mau lanjut kuliah S2?"
"Gaklah, aku akan cukup repot dengan kegiatan aku nantinya. Lebih baik aku nabung untuk gedein rumah."
"Maaf gak bisa bantu banyak."
"Dengan kamu ada disini udah bantu aku kok."
Dia hanya menyunggingkan senyum yang sangat pahit.
"Kamu sendiri gimana?"
"Tentunya udah siap."
Aku hanya diam dan memandang matanya yang masih sangat jelas terlihat bahwa dia ragu. Namun keputusan sudah di buat dan tidak bisa lagi diubah dengan cara apapun.
"Aku harap semuanya membaik."
"Aku cuma berharap kamu bisa bahagia terus."
"Aku bahagia karena ada kamu." Jawabku dengan lolosan air mata.
"Kamu tahu aku selalu ada buat kamu kan?"
Tidak ku jawab, hanya sebuah air mata yang kembali menjawab semuanya. Hati ini masih tidak rela dengan semua keputusan yang ada, namun tidak banyak yang bisa aku lakukan. Apapun usahaku, tidak akan mengubah apapun.
"Sudah saatnya makan malam. Kamu mau makan apa?" Tanyanya.
"Aku gak laper. Kita pulang aja gimana?"
"Tapi aku pengen makan di angkringan."
"Yaudah, kita kesana."
Dia tersenyum bahagia, layaknya anak kecil yang mendapatkan permen kapas saat ia sudah menangis dengan sangat keras. Kami kembali berjalan kearah utara, menuju lokasi angkringan yang sangat terkenal di Jogja. Disana sudah penuh dengan para pembeli yang menikmati makanan sambil berbincang.
Tidak banyak yang kami makan, karena kami lebih fokus untuk berbincang. Selain itu kami juga mengomentari hal-hal sepele yang baru kami lihat. Tidak penting memang, namun semuanya sungguh mengasikkan untuk dilakukan.
Malam itu kami tutup dengan menikmati sajian musik angklung jalanan yang memang sudah menjadi khas di Malioboro. Dia menggenggam tanganku dengan erat, seakan aku akan hilang jika dia melepaskan gengamannya.
"Cepet banget ya." Celetuknya.
"Karena kita jalaninnya dengan hati bahagia. Kalau kita jalani dengan kekesalan akan terasa lama."
"Jadi jalanin hidup kamu dengan kebahagian ya. Kamu boleh kesel, tapi jangan terlalu banyak."
Aku hanya memandangnya.
"Karena gak akan ada lagi aku disana, aku tidak akan sanggup lagi untuk mengusap air mata kamu kalau kamu menangis. Aku tidak akan sanggup merengkuhmu saat kamu rapuh. Jangan biarkan sepi menghantuimu. Hiduplah di tempat yang terang, cahaya itu memang menyilaukan jika berlebihan. Namun jika kamu gunakan seperlunya, dia akan bermanfaat banyak untukmu."
Tangisku pecah saat itu, tidak bisa lagi aku bendung semuanya. Terlalu sakit untukku tanggung, walaupun tidak sendirian, namun rasanya tetap sangat sakit. Ia langsung menarik tubuhku dan mebenamkannya di dalam tubuhnya. Isakan tangis ini tidak mau berhenti walaupun aku sudah berusaha menghentikannya.
Jam di ruang tengah berbunyi yang menandakan sudah pukul dua belas malam dan mengingatkan bahwa sudah waktunya dia kembali. Aku masih enggan melepaskannya, namun aku harus melepaskannya. Entah ini untuk kebaikan siapa, namun yang aku tahu ini demi kebaikan semua orang.
Dan dia kembali pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen FictionMenunggumu sangat melelahkan dan menyakitkan.. Aku hanya ingin kau pulang.. Kembalilah, karena aku menunggumu...