empat

148 4 2
                                    

Aku berdiri dengan pakaian serba hitam di tengah ratusan batu nisan. Perlahan kaki ini melangkah menuju tempat yang menjadi tempat tidurnya. Walau berat, aku tetap melangkah masuk lebih dalam menuju sana.

Kakiku terhenti di sebuah papan kayu dengan nama Arkana Caraka. Tanahnya masih basang dengan bunga yang cukup banyak. Kuusap papan kayu itu dengan lembut dan tersenyum dengan tulus.

"Kamu tenang disana ya. Bahagialah dengan pilihan kamu."

Ku panjatkan doa untuknya dan kutaburkan kelopak bunga mawar merah. Entah seberapa banyak air mata yang kumiliki, hingga saat ini ia terus mengalir. Air mata ini terus mengalir, walaupun aku mencoba menahannya.

Kuusap kembali papan kayu itu, dan segera beranjak pergi dari sana.

Aku dan dia mungkin dipisahkan oleh takdir yang tidak terduga, namun setidaknya kami selalu bersama. Sesakit apapun sebuah perpisahan, jika kita ikhlas menjalaninya maka akan lebih terasa bermakna. Karena tidak selamanya sebuah perpisahan menimbulkan kehancuran.


-END-






sumpah ya.. ini gue nulis cerita ini gak berhenti nangis..

hope you enjoy with this story...


PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang