Kejadian di Pasar

15 2 0
                                    

Siang itu menjadi jadwalku mengunjungi toko alat jahit. Memang sudah kujadwalkan untuk memburu beberapa peralatan dan bahan yang akan dipakai untuk membuat kreasi sulam. Panas banget sih, memang. Membuat siapapun pasti malas untuk pergi keluar. Namun tugas kursus ku sudah mendekati deadline. Ku sambangi satu persatu toko yang kuanggap lengkap. Demi mencari warna bahan dan benang sesuai yang ada di list. Beberapa bahkan sudah menjadi langganan karena lebih murah.

Pasar di pinggir terminal ini masih sangat ramai. Meskipun banyak sayuran yang kulihat sudah mulai layu. Banyak dari pedagang yang mengobral habis dagangan nya. Mereka membuat racikan sayur sop atau sayur asam dengan harga hanya dua ribu rupiah saja. Sangat murah dibandingkan yang biasa kubeli di warung sayur dekat rumah. Sebagian lagi malah membuat bungkusan berisi tomat atau terong yang dijual juga serba dua ribu. Aku sampai berpikir kalau mereka yang membuka warteg itu pasti membeli sayuran yang sudah diobral seperti ini. Pantas murah. Hehe.

Sedang asyik mengamati pedagang-pedagang sayuran itu, seorang anak kecil tiba-tiba lewat dihadapan ku tanpa permisi. Menubruk pundakku hingga sebuah panggulan besar yang dibawanya hampir jatuh. Duh, gak bisa hati-hati, ya! runtuk ku dalam hati. Kesal. Baru saja membuka mulut ingin mengoceh, kudengar seorang wanita meneriakinya dari belakang. Wanita separuh baya yang kulihat seperti pemilik barang yang dipanggul si anak.

"Hati-hati, dong! Kalau jalan matanya dipakai." Bentak nya pada bocah itu, membuat orang-orang disekitar menatapnya dengan iba. Sedikit rasa sakit yang ada di pundak ku juga terabaikan berganti rasa kasihan. Si anak hanya mengangguk-angguk seolah berkata "maaf".

Ku perhatikan si anak sekilas. Kulit wajahnya yang hitam bercucuran keringat. Terlihat sangat lelah dengan beban yang ada di punggungnya. Setumpuk jagung dan kol di dalam karung yang di gendong nya nyaris menutupi punggung, hingga membuat kepala nya sulit mendongak ke atas. Ku lihat juga pakaian yang dikenakannya. Seragam merah putih. "Ah, Kasihan sekali anak ini. Ia harus bekerja sekeras ini sepulang sekolah". Asumsi ku, membuat semakin kasihan melihatnya

Masih tak bisa lepas dari menatapnya. Si anak berlalu. Sedih sekali rasanya mendapati anak seusia itu harus bekerja ekstra menjadi kuli panggul di pasar. Pikiran ku mulai mengawan. Kemanakah orang tuanya? Sedang sakit kah? Sebegitu miskin kah? Mungkin kah ia bekerja untuk membayar sekolah? Atau jangan-jangan ia harus menghidupi adik-adiknya di rumah?

Ya Tuhan.. Dunia ini terlalu keras padanya. Semoga kamu kuat ya, Dek!


Kisah si DanuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang