6. London Vibe

3.1K 462 106
                                    

Bisnis itu melelahkan. Asli!
Aku gak bohong! Padahal ini baru belajar, bukan beneran ngejalanin bisnis kaya Papi Rafi. Tapi sumpah, otakku lelah.

"Kakak gak pulang?" Aku menatap layar laptopku. Mama, Papa dan Sasi berdesakan di sana.

"Banyak kegiatan, Pa." Aku menjawab pertanyaan Papa.

"Bener Kak? Emang sih dulu Rafi juga gitu. Papa kira itu alesan dia doang."

"Beneran, Pa."

"Yaudah, tapi cepet beres ya, Kak?" Kali ini Mama yang bersuara.

"Ara usahain, Ma."

"Kangen tau, Kak!" Seru Sasi.

"Ya sama, Kakak juga kangen."

"Yaudah, di sini udah malem banget. Kamu semangat ya sayang!" Seru Mama.

"Iya, Ma. Bye Pa, Sas. Salam buat Yuri yaak! Daaahhh!"

"Kakak jangan lupa berdoa, sembahyang Kak!" Pesan Papa.

"Iya, Pa. Daaahhh!"

Aku memutus sambungan skype ini, kemudian sedikit menyesal karena aku menutup tepat ketika Mama akan membuka mulut. Jadi kuulangi panggilan tersebut.

"Kenapa Kak?" Mama tersenyum menjawab panggilanku.

"Tadi Mama mau bilang apa?" Tanyaku.

"Jangan lupa makan, minum vitamin, jaga kesehatan ya, sayang."

Aku tersenyum mendengar itu. Entah kapan aku dianggap dewasa oleh Mama dan Papa, yang kurasa aku selalu diperlakukan seperti anak kecil oleh keduanya.

"Iya, Ma. Siap."

"Yaudah, Kakak baik-baik di sana, inget pesen Papa tadi. Mama tutup ya Kak? Love you!"

"Love you more, Ma. Bye!"

Kali ini Mama yang memutus sambungan. Lalu aku teringat pesan Papa tentang sembahyang. Ya, aku punya peralatan lengkap sih untuk sembahyang. Tapi, sudah lama sekali aku tidak sembahyang.

Karena pesan Papa masih hangat, jadilah aku ke kamar. Mengambil alas untuk sembahyang lalu menyiapkan perlengkapan lainnya.

Mengambil sikap Padmasana*, aku mulai menyalakan beberapa dupa sesuai dengan mantra-mantra yang kupanjatkan.

Semua ritual selesai, selanjutnya bagian akhir; kramaning sembah.

Om Atma tattvatma suddha mam svaha.

Aku melanjutkan membaca mantra-mantra lain, hingga yang paling akhir;

Om deva suksma paramacintya ya namah svaha
Om santih santih santih Om.

Selesai. Aku menarik nafas pelan-pelan. Lega. Mantra terakhir memang terapal untuk meminta kedamaian, baik di hati maupun di dunia. Dan aku benar-benar langsung merasa damai.

Harusnya aku melakukan ini dari dulu, sesering mungkin.

*****

"Tugas apaan sih emang, Gar?" Tanya Melani.

"Disuruh bikin bisnis, apaan yak?"

"Lha, lo doyannya apa?"

Aku menggeleng. Menutup buku yang sedang kubaca. Duh, aku rindu novel, rindu menulis puisi, aku bosen buka buku bisnis. Bisnis gak semenyenangkan yang kukira.

"Ngapain kalian?" Akmal yang baru bergabung duduk di samping Melani.

"Bantuin gue belajar si Gara. Eh malah dia yang pusing sama tugas." Jawab Melani.

CONSCIENCE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang