Hati

109 12 4
                                    


Tanpa disadari, mulutku mengeluarkan suara-yang terdengar pilu. Aku menangis.
'Aku,.. Kenapa Jaki??
Apa yang salah denganmu? Mengapa? Hingga satu minggu penuh ini, kamu hanya mengatakan hal-hal yang tidak aku mengerti. Penjelasan. Aku butuh penjelasan'. Pikirku dalam tangis yang semakin menjadi.

'Baiklah, jika kamu terus seperti itu, aku yang akan mencari tahu.' Teguhku.

Kubuka laptopku, ku ketik Facebook dipencarian. 'Aku harus menemukan mengapa Ia seperti itu padaku. Aku pikir, jika ada orang ketiga, mungkin aku bisa menemukannya.' Batinku kesekian yang entah mengapa aku mulai berhenti menangis.

Di saat air dan suara telah berhenti untuk menampakkan dirinya, dadaku sesak melihat beberapa status Jaki berpose mesra dengan seorang gadis. Ia tersenyum tulus kepada Jaki pun sebaliknya. Lantas hati pun mulai menyeruak keluar dari tempatnya.
Sehingga hati pun kembali dalam isaknya.

"Dee! Kamu nangis?" Tanya kakakku khawatir seraya terus mengetuk pintu kamarku.

Aku tidak mau kakakku khawatir, apalagi ketika kepergian ayah dan ibu dua tahun lalu. Ayah dan ibu selalu mengkhawatirkanku, bahkan kakakku sendiri terkadang tidak dipedulikannya. Yang disaat aku sedih atau sedang menangis, ayah dan ibu terkadang memarahinya. Aku tidak mau kakakku mengingat akan hal itu yang membuatnya amat merasa terpukul dan bersedih.

Aku pun langsung melepas kacamata hitamku lantas mengusap pipiku yang telah dibasahi air mata. Ku tarik bibirku, lantas ku hembuskan nafas seraya membuka pintu.

"Siapa yang nangis?" Ucapku berusaha bergurau. "Orang Juli lagi latihan buat nanti drama. Lagian akhir semester sebentar lagi, dan Juli harus banyak berlatih kak."

"Kalo mau latihan seperti tadi, beritahu kakak dulu. Kakak kira ada apa-apa." Jelas kakakku lega mendengarkan perkataanku.

***

Di sekolah, saat jam istirahat.

"Jadi selama seminggu penuh ini, kamu baru menyadari kalau Jaki sama cewek lain, gitu?" Tanya Nadia penasaran.
"Bukannya begitu, seminggu penuh ini aku jarang membuka Facebook atau apalah. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku ini." Belaku seraya memukul-mukul pelan kepalaku.
"Tapi, kamukan sering update di media sosial, apakah kamu tahu juga?" Tanyaku penasaran.
"E..Eh? Ya jelas aku pun sibuk dengan pikiranku." Jawab Nadia gelagapan.
"Memangnya, apa yang kamu pikirkan?" Tanyaku kemudian.
"Hmmmm." Nadia berusaha mengelak namun sesaat kemudian ia menemukan jawaban.
"Yang aku pikirkan adalah, apakah Pak Ade memberikan tugas 'drama' kepada kelas kita untuk praktek akhir semester?" Ucapnya seperti sindiran yang memusatkan.

Setelah mendengar jawaban dari Nadia, aku teringat akan kakakku yang kemarin menegurku.

"Eh? Jadi kakakku menghubungimu?" Tanyaku malu.
"Lalu apa yang kamu bicarakan?"
"Untungnya ketika kakakmu menghubungiku dan menanyakan tentang 'drama' yang akan kamu lakukan untuk praktek semester, aku langsung memainkan 'drama' yang aku tonton di televisi untuk membohongi kakakmu, jadi kamu tidak perlu khawatir." Jelas Nadia yang terlalu menekankan pada pengucapan 'drama' itu.
"Makasih yah Nad." Ucapku tertunduk ke bawah.

"Iya-iya. Tapi perasaan, kita terlalu lama di taman ini deh, sedangkan bel istirahat sudah selesai lima menit yang lalu." Ucap Nadia yang mulai khawatir setelah mengatakan kepadaku agar tidak perlu khawatir.

Untuk awal-awal, sepertinya saya tidak akan membuat begitu banyak paragraf di setiap bagian atau bab. Butuh motivasi untuk terus melanjutkannya, dan tentu dukungan pun sangat saya tunggu dari sekalian.
Komentar, kritik atau saran saya tunggu. Dan Selamat Ulang Tahun kepada seseorang yang saat ini sedang berbahagia-mungkin. Teruntuk nya, semoga lebih memahami kehidupan.

26-03-2018

Untuk Sebuah Lembaran LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang