Perpustakaan

39 4 0
                                    

***

"Juli, kamu bisa bawa dokumen kakak gak yang ada di dalam lemari?" kubalas, "Buat apa emang kak? Terus presentasinya?" dijawablah pesanku dengan cepat, "Presentasi kakak sudah selesai, hasilnya memuaskan." suaranya berhenti sejenak lalu dilanjutkan setelah ia mengatur napas. "Karena hal itu, kakak dipercaya oleh dosen pembimbing, jadi ketua kepanitiaan acara yang baru-baru ini mulai terekspos ke universitas lain."

Dengan berbagai intruksi mengenai dimana kakakku menyimpan dokumen itu, selesai sudah aku bersiap-siap.

Beberapa jam lalu, aku membuka suatu lembaran. Kala hujan, dan telah menutup kembali lembaran itu.

Karena dokumen penting itu, aku lupa membawa dompetku. Di dalamnya, terdapat kartu bus, KTP dan kartu penting lainnya. Sehingga, aku menaiki bus dengan membayar tunai. Dan karena hanya aku yang melakukan itu (tidak menggunakan kartu bus), beberapa orang memperhatikanku.

Ku pilih tempat duduk kosong di barisan depan, agar memudahkanku langsung turun dari bus.

Turunlah aku dari bus. Di halte ini, aku harus berjalan kaki selama lebih kurang dua menit. Yang memang, halte bus ini, hanya berjarak beberapa meter saja dari universitas kakakku.

Kulangkahkan kaki berbarengan dengan seorang pria. Pria? Aku pikir, kami satu arah.

Di depan gerbang universitas, satpam mendekatiku yang terlihat kebingungan. Aku pun menyampaikan maksud kedatanganku. Diantarlah aku oleh satpam berperawakan tinggi dan tegap itu. Akan tetapi, satpam tersebut mendadak dapat urusan lain, yang lebih penting dari mengantarkan aku ke gedung tempat kakakku belajar.

Satpam itu meminta pada mahasiswa yang aku tahu ia jurusan kedokteran, untuk mengantarkan aku ke tempat tujuan.

Dani, itulah nama yang aku dengar, tatkala ia memperkenalkan dirinya. Ia tipe orang dengan banyak berbicara. Selama perjalanan, ia lebih sering bertanya dari pada menjawab.

Berterimakasihlah aku. Dan berlalu lah ia. Aku yang telah sampai, ditunggu cemas oleh kakakku. Ia terlihat sibuk dan kelelahan. Ia terima dokumen itu. Dan, "Mila?" ucap seorang wanita yang tak lain teman sejurusan dengan kakakku. Panggilan itu, sudah cukup memberitahuku untuk kakak agar segera bersiap-siap. Beberapa kata, ia masuk kembali ke dalam kelas.

Karna hari minggu yang masih pagi menjelang siang ini, aku putuskan untuk pergi menuju perpustakaan. Walau aku tidak mempunyai kartu identitas seperti yang dimiliki mahasiswa-mahasiswi di universitas ini, aku cukup memberikan KTP ku ke penjaga perpustakaan. Dan bercakap singkat, aku izinkan untuk sekedar membaca atau apalah yang sering dilakukan orang-orang yang berlalu lalang itu.

Beberapa buku telah kuletakan di atas meja. Aku duduk di kursi belakang. Di sana terlalu hening, membuatku cepat menyerap tulisan dalam buku-buku itu.

Tapi, disana aku melihat seorang mahasiswa yang sedang duduk. Ia memakai kacamata, sama sepertiku.

Aku duduk berhadapan dengannya. Berjarak cukup jauh. Tapi, aku merasa terganggu dengan suara yang ia timbulkan. Ia membaca pelan, tapi karena disini cukup sunyi, pelan pun dapat terdengar oleh telinga.

"Maaf kak, boleh kecilkan suaranya?" ucapku setelah beberapa menit bersabar dan menghembuskan napas kesal.

Ia pun mengangguk lantas diam. Hanya mengangguk tanpa mengucap maaf.

Kulanjutkan bacaanku. Satu buku selesai kubaca. Dan saat hendak mengganti buku lain untuk dibaca, pria itu menulis sesuatu di buku diarynya.

Aku pikir itu adalah buku diary, dilihat dari sampulnya sih seperti itu. Aku rasa, di zaman yang modern ini, mengapa masih ada seseorang yang masih menuliskan sesuatu di diary, padahal teknologi makin canggih? Sama halnya dengan smartphone canggih baru-baru ini.

Tapi, aku pikirkan kembali, menulis di diary mungkin tidak terlalu kuno, karena memang aku sering melakukannya. Apakah aku kuno? Ah, kurasa tidak.

Tapi, sampai halaman buku yang kubaca mencapai kisaran dua puluhan, pria itu masih saja menulis. Apakah ia belum menyelesaikan tulisannya itu?

***

Siang tadi, cukup melelahkan untukku. Selain membaca, aku juga mencuci pakaian. Tidak hanya pakaianku saja, kakakku pun, pakaian kotornya aku cuci.

Jam di dinding menunjukkan pukul 16.23, yang artinya sebentar lagi kakakku pulang.

Di ruang tamu, aku masih menulis. Dan mengenai hal-hal lalu, aku lupakan untuk sejenak. Entah kenapa pula, pikiran sedih itu tak terlalu nampak hari ini. Karena mungkin, aktivitaslah yang mampu melupakan sejenak suatu hal.

Aku pikir, semuanya akan baik-baik saja. Walau enam bulan telah berlalu.

14-07-2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk Sebuah Lembaran LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang