-5. They're return-

1.9K 207 4
                                    

Hari ini merupakan hari agung bagi si tampan Sasuke. Dimana ia bisa menghabiskan waktunya seharian untuk bermalas-malasan. Entah itu hanya untuk bermain game, membaca buku, atau menonton televisi.

'Ah, betapa indahnya hari ini.' Inner Sasuke sembari melangkahkan kedua tungkai kakinya menuju ke ruang tengah. Ingin menonton acara televisi kesukaannya.

Namun bayangan tak seindah kenyataan. Ekspresi wajahnya berubah kusut bak pakaian yang belum disetrika selama setahun ketika melihat pemandangan tak menyenangkan yang berada di depan matanya saat ini.

Padahal ia belum menyalakan televisi, namun mengapa kedua netranya malah melihat drama romantis bak novel picisan yang dijual di pinggir jalan. Membuat dadanya terbakar oleh rasa marah dan kesal.

Oke. Mari kita jelaskan situasi yang terjadi.

Sang adik—Hinata—tengah memeluk seorang lelaki bersurai hitam yang memiliki senyum hangat nan menawan seolah ia adalah sebuah guling besar. Kedua kaki jenjang gadis itu melingkar di pinggang si lelaki. Mereka saling tertawa bahagia serta berceloteh ria seolah dunia hanyalah milik mereka berdua. Sedangkan yang lain hanya numpang alias ngontrak—termasuk Sasuke.

Uh, rasa kesal dan amarah Sasuke telah mencapai ubun-ubun. Ia segera berjalan cepat menghampiri mereka, menarik tangan Hinata keras agar tak lagi menempel di tubuh lelaki itu.

"Aww ... Aduh, Sasuke-nii apa-apaan sih?" Protes Hinata kesal karena akan tingkah Sasuke yang seenaknya saja memisahkan dirinya dengan lelaki yang sangat dirindukannya itu.

Aura hitam di tubuh Sasuke kian menguar. Menatap tajam kearah Hinata yang menunjukkan wajah kesal, "Kau bukan bayi lagi. Tak sepantasnya kau bergelayutan seperti itu di tubuhnya. Kau pikir tubuhmu itu langsing apa?" Nada suaranya terkesan mengejek membuat kekesalan Hinata bertambah.

"A-apaaaa? Kau mau bilang kalau tubuhku ini gendut?" Sembur Hinata tak terima. Bersiap menyerang Sasuke menggunakan cakaran mautnya jika saja lelaki bersurai hitam tak menghentikannya.

"Sudah. Kalian jangan bertengkar lagi." Lerainya bijaksana. Masih menyunggingkan senyum lembut. Ia melemparkan tatapannya kearah Sasuke, "Lama tak bertemu. Apa kau tak ingin memelukku juga, Sasu-chan?" Ujarnya sembari merentangkan kedua tangannya santai. Sama sekali tak terpengaruh dengan aura menakutkan yang Sasuke tunjukkan.

"Tck. Jangan memanggilku dengan panggilan menjijikan seperti itu, baka Aniki." Ketus Sasuke memutar bola matanya kesal tanpa berniat untuk memberikan pelukkan kerinduan atau selamat datang pada sang Aniki yang baru saja pulang dari luar negeri.

Raut wajah Itachi berubah, "Padahal dulu saat kau masih kecil, kau selalu menempel padaku. Bahkan saat ingin pipis pun kau selalu ingin ditemani olehku. Tapi sekarang kau malah bersikap acuh seperti itu. Kau membuatku sedih, Sasu-chan." Ujarnya dengan wajah dan nada sedih yang jelas sekali dibuat-buat.

Tawa Hinata menyembur keras ketika mengetahui fakta terbaru mengenai Sasuke—sang Aniki yang keren, tampan, dan cool itu ternyata sangat manja pada Itachi—si sulung Uchiha.

"Bwahahahaha ... Aku tak menyangka Sasuke-nii ternyata hmfftt—" Hinata tak mampu melanjutkan ucapannya karena tangan besar Sasuke membungkam mulutnya.

"Berhenti tertawa atau aku akan menghukummu nanti." Ancam Sasuke penuh keseriusan. Memelototi Hinata namun gadis itu sama sekali tak takut, malah balas menatapnya geli.

Itachi hanya tersenyum melihat tingkah kedua adiknya itu. Kedua tangannya terulur, mengacak gemas surai indigo dan raven milik mereka. "Kalian ini masih saja seperti anak kecil. Ya sudah, aku mau istirahat dulu." Setelah pamit, ia segera melangkahkan kaki menaiki tangga menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Tepat berada di tengah kamar Sasuke dan Hinata.

Sepeninggal sang Aniki, Sasuke dan Hinata masih terdiam di tempatnya. Hinata masih berusaha menahan tawanya agar tak membuat Sasuke marah lalu menghukumnya. Sedangkan Sasuke tengah memasang pose berpikir, karena otaknya sepertinya telah melupakan sesuatu hal.

"Hey, Hinata! Sepertinya aku melupakan sesuatu. Tapi apa itu?" Ujar Sasuke mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di pelipisnya. Berpikir keras.

Hinata berdehem sebentar untuk meredakan rasa ingin tertawanya. Manik lavendernya melirik ke belakang Sasuke sekilas kemudian berkata, "Ya. Kau memang telah melupakan sesuatu, Aniki."

"Apa i—"

"Tadaima."

Sebuah suara yang begitu dikenal Sasuke menyela ucapannya. Tiba-tiba saja perasaannya berubah menjadi tak enak. Firasat buruk menyergap. Ia menelan ludahnya, menolehkan kepalanya perlahan kearah suara berasal. Dan sedetik kemudian manik onyxnya membulat terkejut melihat siapa sosok yang kini tengah berdiri di belakangnya.

"Okaeri, Sai-nii." Tanpa tedeng aling-aling, Hinata langsung berlari kearah lelaki berwajah mirip dengan Sasuke itu. Memeluknya erat sama seperti cara ia memeluk Itachi tadi.

"Kau bertambah besar ya, Hina-chan?" Senyum Sai tetap menghiasi wajah tampannya. Balas memeluk adik bungsunya penuh kerinduan.

"Aku kan tidak gendut, Sai-nii." Ujar Hinata kesal jika sudah membahas mengenai tubuhnya. Mengerucutkan bibirnya, menambah keimutan di wajahnya.

"Aku kan tidak bilang kau gendut. Aku hanya bilang kau bertambah besar." Sai masih mempertahankan opininya.

"Lalu apa maksudnya itu? Apanya yang bertambah besar?" Tanya Hinata memandang polos penuh keingintahuan.

"Dad—"

"SUDAH CUKUP! AKU TIDAK TAHAN LAGI." Teriak Sasuke kesal pun emosi. Menganggu percakapan mereka yang seolah melupakan keberadaannya disana.

"Gomen ne, Hina-chan. Bisakah kau turun dulu?" Pinta Sai lembut. Tanpa menunggu lama, Hinata telah berdiri diatas kedua kakinya sendiri. Memandang penuh tanya kearah Sai dan Sasuke secara bergantian.

Ada kilatan listrik tak kasat mata saat kedua lelaki tampan itu saling bertatapan.

"Rambutmu semakin aneh saja, Sasuke. Semakin mirip pantat ayam." Tukas Sai tenang masih memasang senyumnya.

Amarah Sasuke kian meningkat, "Kau juga semakin mirip mayat hidup." Ejeknya tak mau kalah.

Terus dan terus kedua lelaki Uchiha itu saling melemparkan ejekan satu sama lainnya. Tak ada yang mau mengalah. Hinata yang melihatnya hanya bisa menghela nafas berat tanpa bisa menjadi penengah.

"Ini akan berlangsung lama." Ujar Hinata menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan kedua kakaknya itu. Tak pernah bisa akur dari dulu.

"Aku masih ngantuk." Hinata menguap lebar. Berjalan meninggalkan mereka. "Tidur di tempat Ita-nii ah..."

Seketika perang mulut antara Sasuke dan Sai terhenti. Mereka melemparkan pandangan mata onyxnya kearah sosok Hinata yang telah menjauh dari arena peperangan. Gadis itu telah menaiki tangga menuju keatas.

"TIDAK BOLEH!" Teriak duo Uchiha begitu kompak. Segera berlari mengejar Hinata sebelum terlambat.

Ya, hanya urusan mengenai Hinata saja mereka bisa kompak. Selebihnya tak ada yang bisa diharapkan dari mereka berdua.

-0-0-0-

ANIKI (SasuHina Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang