"Kehai keshite ite mo, kodou ga tsutawatta wa"
Meskipun kau berusaha menghapus sinyal itu, detak jantungmu masih bisa kurasakan...Yuri memutar pensil dalam genggamannya secara perlahan. Entah berpikir atau enggan berpikir. Tugas kali ini sangat menyita tenaganya. Kumpulan rumus integral yang berbaris rapi membuat otaknya hampir hangus. Hey, di dunia ini tidak selalu penuh dengan hitungan integral 'kan? Kenapa ada materi ini dalam tugas matematika? Kira-kira itulah jeritan hati dalam diri Yuri. Biasanya, kakaknya akan sangat membantu disaat seperti ini. Kento sangat mahir dalam matematika, tapi payah dalam bahasa Inggris. Dan sebaliknya untuk Yuri. Dia bisa berpikir untuk pelajaran apapun selain matematika.
"Apa aku harus meminta bantuan Onii-chan? Haa, tapi pasti dia akan memperlambat daya kerja otakku saja. Rumus yang diberikan dia itu selalu berhasil membuat darahku melepuh." Yuri kembali bergulat dengan pikiran dan perasaannya. Sudah deadline besok harus dikumpulkan, tapi ia malas harus bertanya dengan kakaknya. Setelah hampir satu jam bergulat dengan pikirannya, Yuri pun tak sanggup menahan. Materi-materi ini sudah lewat batas. Menyebalkan!
Kento bergumam kecil seraya mengikuti irama dalam lagu yang tengah ia dengarkan. Sambil membaca manga terbaru, ia melafalkan lirik yang terdengar melalui telinganya. Kento merasakan getaran ponsel yang ia letakkan di atas meja belajarnya. Satu pesan masuk. Ia melirik nama pengirimnya, sejenak matanya menyipit, lalu menyambar ponselnya cepat.
'Onii-chan, aku butuh bantuanmu segera. Ini darurat!'Bola mata Kento membulat, Yuri? Ada apa? Padahal kamar mereka bersebelahan, kenapa Yuri tidak berteriak atau sebagainya? Tanpa pikir panjang, Kento segera membuka pintu kamar Yuri.
"Ada apa?!"Yuri terperanjat, ia memandang sebal ke arah kakaknya, "tidak bisa ketuk pintu dulu?"
Dahi Kento berkerut. Ia menutup kembali pintu kamar adiknya, mengetuk, lalu membukanya kembali. Sekarang wajahnya tampak datar.
"Sudah kulakukan. Ketuk pintu, lalu masuk. Seperti itu 'kan?" ujarnya mulai kesal.
Tawa Yuri nyaris menyembur ketika melihat kakaknya bertingkah seperti itu. Tapi, dengan cermat ia berdeham kecil.
"Setidaknya tunggu sampai aku mengizinkanmu masuk," timpal Yuri.Kento memutar kesal bola matanya, "jadi apa hal darurat yang nyaris membuat jantungku bergeser?"
Yuri mengangkat buku pelajarannya, lalu jarinya menunjuk ke soal yang membuat Yuri bergulat dalam pikiran selama satu jam. Kento terkekeh pelan, "hee, aku pikir kau sudah tidak berminat meminta bantuanku," giliran Yuri yang mengendus kesal, "bisa cepat? Aku mau tidur," tegasnya sambil menarik kursi lalu menyorongkannya ke arah Kento.Kento mengajari adiknya dengan sabar dan pengertian, sesekali ia menghela napas pelan. Ternyata Yuri bukan tidak bisa mengerjakan, dia hanya malas menghitung. Kira-kira itulah kesimpulan yang bisa Kento dapatkan.
"Jadi, sudah paham 'kan?"
Mata Yuri perlahan terpejam, kesadarannya sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan tugas yang ada di hadapannya. Kento yang duduk di sebelahnya mengerjapkan mata, sementara dia sibuk menjelaskan ternyata adiknya mulai pulas.
"Cih, bisa-bisanya dia tidur dengan posisi seperti itu. Lupa dengan Tamura-sensei yang akan memberimu hukuman besok ya? Hey," ujar Kento sambil menepuk lengan Yuri lembut.Alih-alih terbangun, Yuri justru semakin membenamkan wajahnya di atas lipatan tangannya. Kento berdecak sebal, artinya dia yang harus mengerjakan sisanya, begitu? Kento melirik jam dinding yang tergantung di sudut kamar Yuri, sudah pukul satu dini hari. 'Pantas dia tertidur, dasar nemuri hime' pikir Kento sambil melanjutkan tugas Yuri. Kalau dipikir-pikir, entah sudah berapa lama Kento tidak masuk ke dalam kamar adiknya itu. Warna cat biru langit sangat menyejukkan untuk dilihat, rapi, dan sangat teratur.
Selama ini Yuri selalu mengunci diri dalam kamarnya. Baru kali ini Kento merasakan kembali nuansa keakraban keluarga antara dia dan Yuri. Beberapa foto masa kecil hingga kelulusan SMP masih terpajang rapi di atas rak bukunya. Beberapa penghargaan dari beberapa kompetisi yang dimenangkan Yuri, plakat, dan juga ada piala. Kento mengangkat kedua alisnya, "ternyata dia jauh lebih berbakat dariku, menyebalkan. Aku iri dengannya,"
Setelah berkutat dalam beberapa soal terakhir, Kento berhasil menyelesaikan semuanya. Seusai merapikan buku, ia meregangkan sedikit otot-ototnya. Fokusnya kembali pada Yuri yang terlihat semakin pulas.
"Kalau dibiarkan saja, dia bisa sakit tidur seperti itu."
Kento berinisiatif menggendong adiknya ke atas ranjang. Perlahan ia mendekati Yuri, wajah gadis itu nampak lelah. Kento merapikan poni yang tampak berantakan itu, wajah Yuri memang tidak berubah. Masih manis dan polos seperti dulu, Kento tertawa pelan melihat ekspresi Yuri tertidur pulas itu."Onii-chan, kenapa?"
Kento terdiam, suara lirih Yuri membuatnya bingung. Mengigau kah? Kenapa harus sedih seperti itu? Tanpa sadar Kento semakin memajukan wajahnya, memastikan adiknya itu tertidur atau sudah bangun. Semakin dekat, semakin dekat, semakin dekat... Dan ya, mata Yuri terbuka.
"Kyaaaa!!! Apa yang kau lakukan?" jerit Yuri sambil mendorong wajah Kento menjauh tanpa ampun.
Suasana pun jadi gaduh, berkat teriakan Yuri yang bisa membangunkan seisi rumah. Yuri berjingkat menjauh, ia segera menaiki ranjangnya.
"Mau apa kau? Mau menyerangku ya? Aku akan hubungi Mama sekarang!"Kento terbelakak, apa maksudnya?
"Kau itu mengigau, makanya aku memastikan kau itu sadar atau tidak. Jangan berpikir yang bukan-bukan, ya." sanggahnya cepat.
"Oh, begitu."
Yuri mengatur napas, jantungnya hampir saja berhenti berdetak sepersekian detik saat melihat bibir Kento nyaris menyentuh wajahnya.
"Aku sudah menyelesaikan tugasmu, cepat kembali tidur. Oyasumi."
Masih tak sadar, Yuri hanya melihat sosok Kento yang menghilang dari balik pintu kamarnya.-Yamazaki Kento-
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi ga kanau basho
Fiksi Penggemar" Dare mo mina mune ni oshibana no you na Setiap orang selalu melupakan suatu tempat. Kesshin wo dokoka ni wasureteiru keputusan yang mereka pilih, seperti bunga di dalam hati." Yamazaki bersaudara dengan kepribadian bertolak belakang saling menjal...