01

344 68 21
                                    

🍃🌼🍃

🍃🌼🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🌼🍃

"Selamat pagi Mrs.Bunny."

Begitu mataku terbuka, senyum hangatnya telah menyambutku.

"Pagi juga Mr.Monkey."

Mendengar panggilan yang kusematkan padanya, dia mulai mendelik kesal kearahku.

"Kuperingatkan padamu untuk yang kesekian kalinya Mrs.Bunny, jangan panggil aku dengan sebutan Monkey!" Sungutnya dengan mimik wajah lucu.

Tanganku terulur mencubit pipinya. "Terus, kesayanganku ini ingin dipanggil dengan sebutan apa?"

"Tuan tampan sepertinya terdengar cocok untukku." Ujarnya percaya diri.

Aku terkekeh mendengarnya. "Baiklah terserahmu, aku takkan protes, karena kenyataannya kau memanglah tampan."

Senyumannya mengembang, dia menarikku untuk masuk kedalam dekapannya.

Dalam jarak sedekat ini, aku bisa merasakan debaran jantungnya. Nafas hangatnya. Sepertinya rasa canggungnya padaku masih belum hilang sepenuhnya.

"Tuan tampan, apa kau tidak berniat untuk segera bangkit lalu bersiap untuk pergi kuliah?" Tegurku padanya.

"Beri aku lima menit lagi. Aku masih ingin memelukmu." Jawabnya dengan suara serak. Dan aku memilih untuk menurutinya.

"Ah, rasanya aku tidak ingin kuliah saja agar aku bisa terus bersamamu."

Kulonggarkan pelukannya agar aku dapat menatap wajahnya yang tengah terpejam dengan jelas.

Tanganku mengelus pipinya lembut. "Untuk nanti dan seterusnya, aku akan pulang lebih lama dari biasanya."

Matanya yang semulanya terpejam langsung membuka sempurna begitu mendengar ucapanku.

"Kenapa?" Tanyanya dengan nada merengek.

"Aku mendapatkan murid baru. Dan aku belum sempat mengatur jadwal mengajarku dengan pas."

Bibirnya mengerucut tanda tak suka. Sungguh, tuan tampanku terlihat sangat manis saat ini hingga membuatku ingin menyimpannya hanya untukku saja.

"Tidak bisakah kau berhenti bekerja dan kita menikah saja?"

"Maafkan aku, tapi murid baruku yang satu ini sangat spesial."

Matanya memicing kearahku. Menatap penuh curiga. "Spesial apanya?"

Aku tersenyum jahil, sebuah niat untuk menggodanya terbesit begitu saja dalam pikiranku.

"Dia spesial, karena dia tampan."

Dia hanya menatapku datar. Lalu tersenyum bodoh sembari menghembuskan nafasnya lega.

"Untunglah alasannya karena dia tampan, jadi aku tidak akan merasa tersaingi. Coba kalau alasannya karena dia pintar, jelas aku akan kalah telak, kan aku bodoh."

Aku hanya menatapnya malas. Aku bingung, bagaimana bisa aku berakhir mengencani pria konyol seperti dia.

Dia, Ong Seongwoo, pria unik yang sukses membuatku jatuh untuk yang pertama kalinya.

🍃🌼🍃

Let's Break UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang