Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍃🌼🍃
Sejak tadi, Seongwoo terlalu bersikap berlebihan untuk terus dekat denganku.
Dia memaksaku untuk menerima suapannya, lalu menyuruhku untuk menyuapinya balik. Dia juga menciumku tiba-tiba dengan dalih ingin membersihkan sisa makanan disudut bibirku. Terdengar konyol memang.
"Seongwoo-ya, tidak bisakah kita makan dengan biasa saja?"
Seongwoo hanya menatapku bingung. "Bukankah ini sudah biasa saja?"
"Tidak. Menurutku ini itu berlebihan. Lagi pula kau ini kenapa sih?" Tanyaku yang mulai jengah. Jujur saja, aku tidak terlalu suka dengan hal semacam ini.
"Aku hanya ingin bersikap romantis. Agar nanti jika kau bertemu dengan murid spesialmu itu, kau tidak akan melupakan kekasih romantismu ini." Ujar Seongwoo dengan helaan nafas yang terdengar berat.
Kepalanya terus menunduk, enggan untuk menatapku. Dia mengacak-acak makanannya seolah telah kehilangan selera untuk kembali menyantapnya.
Kutangkup kedua pipinya, lalu menatapnya lembut.
"Tuan tampanku rupanya cemburu. Tenang saja, kau akan tetap menjadi nomer satu dihatiku, lagipula kapan lagi aku bisa mendapatkan pria sepertimu."
Dia tersenyum lebar hingga matanya terlihat menyipit. Sepertinya semangatnya telah kembali terisi oleh ucapan manisku.
"Bunny kesayanganku rupanya pandai berucap manis. Tapi ingat, ucapan manis itu hanya untukku seorang! Tetaplah bersikap dingin dan angkuh pada pria lain." Ancamnya padaku.
Tangannya terulur menangkup kedua pipiku, matanya balas menatapku lembut, dia mencoba meniru hal yang kulakukan.
"Bunny kesayanganku rupanya sangat pengertian. Pastikan saja, kau akan selalu menjadi nomer satu dihatiku."
Tawaku pecah begitu saja, begitupun dengan dirinya.
"Kau tau? Sepertinya aku takkan pernah bisa hidup tanpamu." Ujarnya dengan wajah serius.
Kupukul pelan wajah serius itu. "Cukup. Berhenti. Sekarang lebih baik kau segera berangkat. Aku bosan melihat wajahmu terus."
Dia bangkit dari duduknya lalu memelukku dengan erat. Kubalas pelukannya tak kalah erat. Jujur saja, berada dipelukannya adalah hal ternyaman untukku.
"Ah, sungguh. Padahal nanti kita pasti akan bertemu lagi. Tapi kenapa rasanya berat bagiku untuk meninggalkanmu barang semenit saja?"
"Ah bocah ini mulai lagi."
Dengan tak rela di melepaskan pelukannya dariku.
"Jangan lupa makan siang. Kalau muridmu ada yang kurang ajar laporkan saja padaku. Tuan tampanmu ini akan senantiasa melindungimu."
Bibir tipisnya mencium keningku lamat, membuatku begitu merasa dicintai.
"Kau juga jangan lupa makan. Nanti kalau kau sakit siapa yang akan merajuk dan bersikap manja padaku lagi?"
Tangannya mengacak rambutku gemas. Sekali lagi dia kembali mencium keningku lalu turun ke-kedua pipiku.
"Sampai jumpa bunny."
Kuantarkan dia sampai depan rumah. Begitu dia hendak menjalankan motornya, aku menahannya.
Dia menatapku bingung.
"Kau lupa yang ini."
Chup
Bibir kami bersentuhan saling menyapa atas kehendakku. Dia menarikku untuk semakin memperdalam ciumannya.
Dapat kurasakan sebuah senyuman terbentuk pada bibirnya disela ciuman kami.
Meskipun ini bukanlah ciuman pertama kami, tetapi perasaan ini, desiran ini, tak pernah berubah barang sedikitpun.
Perasaan kami masih sama hangatnya seperti diawal kisah ini dimulai.