G r a v i t y 1

89 8 0
                                    

Galena Scholastika
Student and almost seventeen years old

Pernah gak sih lo merasa kalo sebenernya kerja kelompok itu gak berguna?

Mungkin bagi sebagian orang, kerja kelompok dapat berguna karena bisa meringankan tugas yang ada dan memperdekat jalinan pertemanan.

Tapi kenapa gue malah merasa sebaliknya? Bukannya mempermudah, justru kerja kelompok bagi gua adalah alat yang tepat untuk menaikkan tensi darah.

Kenapa?

Karena kebanyakan people on +62 memiliki kebiasaan konsumtif daripada produktif. Lebih memilih menikmati daripada membuat karya sendiri.

Bahasa kasarnya, like, they want to be happy, but on the other hand, they had no idea how to feel like that. Kadang gue pengen, jadi bagian yang menganut sistem konsumtif. Mereka cuma tinggal nanya "Udah selesai belum tugasnya?" tepat setelah mau dikumpulin, tanpa tahu-menahu proses dibalik tugas itu selesainya gimana.

Tapi bertepatan dengan keinginan itu, gue berpikir, kalo gue menganut hal yang sama seperti mereka, lantas siapa yang mau menyelesaikan? Kalo gue kerja sendiri, capek di gue. Kalo gue kerja sendiri, tapi cuma gue yang dapet nilai, ntar dibilang gak setia kawan.

Bukannya manusia itu saling tolong menolong? Tapi ketika lo yang selalu memberi bantuan, tanpa balasan dari seseorang yang lo beri pertolongan. Terus, apa gunanya kata saling? Bukannya saling artinya timbal-balik? Kenapa cuma lo yang selalu timbal tanpa nerima balik?

Gue udah di warnet kurang lebih selama dua jam, ngerjain materi sejarah yang harusnya udah selesai dari kemarin. Sayangnya, meskipun ini tugas berkelompok, semuanya selalu gue yang pada akhirnya mengalah untuk mengerjakannya sendiri.

Rasanya gue mau ngamuk habis-habisan sama anggota kelompok gue. Kenapa sih gue harus berkelompok sama orang-orang idiot? Bukan maksud gue ngatain mereka cacat mental atau semacamnya. Tapi idiot menurut perspektif gue adalah, ketika seseorang mampu, sanggup, atau bisa mengerjakan sesuatu tapi mereka nggak mau mengerti, mengerjakan, atau menelaah sesuatu itu, alih-alih menyelesaikan, mereka justru mengandalkan orang lain untuk mengambil bagiannya.

Sekalipun tuhan menciptakan mahkluk hidup dengan kecerdesan yang berbeda-beda, kurang pinter, lambat berpikir, ataupun, gak bisa apapun, kalo mereka berguna dan bisa diandalkan orang lain, pasti ada nilai plusnya juga, kan?

Percuma punya otak tapi gak bisa dikembangin, mau sejenius apapun seseorang, tapi kalo itu merugikan orang lain, gak ada gunanya juga, kan?

Gue udah ngoceh panjang lebar di grup sejarah, tapi gak ada satupun balasan yang gue dapat. Jangankan balasan, dibaca aja kaga. Pengen gue santet aja rasanya, tapi takut dosa.

Sejarah PPT (6 People)

Anda
Gue gak tau ya, mau bilang apa? Lo pada ini orang atau binatang? Gue udh bela-belain duduk di warnet sampe pantat gue pegel, tapi lo semua bertindak seakan-akan gak punya tugas apapun. Di sini entah gue yang bego atau lo semua yang gak punya kesadaran diri.

Gue udah ngajak kerkom dari minggu lalu, sampe skrng H-1 masih aja kaga ada yang respon. Gue bagi-bagi tugas, lo pada mau ngerjain bareng-bareng. Giliran gue setuju, lo semua selalu beralasan waktu di ajak kerkom.

Bodo amat lah ya, kalo lo semua gak dpt nilai sejarah bkn urusan gue.

Karisma
Jgn gitu lah, Len. Inikan tgs klmpk, masa lo doang yang dpt nilai, kita-kita kaga.

Selang dua menit pesan gue terkirim, akhirnya ada juga yang merespon. Alih-alih permintaan maaf atau gak sekedar bantuan, malah ucapan gak tau diri yang gue dapatkan.

Anda
Mati lo bsk, karisma.

Sangkin marahnya gue, kata-kata umpatan yang hampir gue keluarkan, gue telen lagi. Gue cuma bisa memandang layar ponsel gue lama. Apa ini salah satu tanda akhir zaman? Dimana orang-orang udah nggak lagi menggunakan hati nurani mereka, bertingkah selayaknya korban padahal mereka sendiri yang menjadi tersangka utamanya? Menyalahkan orang lain demi keserakahan yang bagi mereka merupakan kesuksesan?

Gue mendongak, menatap layar monitor di depan gue. Pikiran gue kosong untuk sesaat, sebelum akhirnya gue mendengus dan kembali mengerjakan tugas tersebut.

It's okay, Lena. If you're a good person, you dont lose people.

People lose you.

Malam itu, selesai menyelesaikan tugas kelompok sialan, gue memilih buat mengelilingi kompleks sambil nendang apapun yang ada di depan gue berharap rasa kesal yang gue rasakan menghilang walaupun cuma sedikit doang.

And it works.

Saat gue menendang kaleng minuman -yang entah kenapa malam ini banyak banget dijalanan padahal tempat sampah ada di beberapa sudut jalan- untuk ke 33 kalinya, suara ringisan seseorang terdengar. Gue yang sedari tadi menunduk, terpaksa mengangkat kepala saat mendengarnya. Refleks, mata gue langsung melebar ketika gue mengetahui siapa yang terkena tendangan kaleng gue.

Gue langsung menyembunyikan diri gue dibalik dinding rumah Pak Somat yang kebetulan berimbun karena aneka ragam tumbuhan ada disana.

Kepala gue sekali-kali menyembul, melihat reaksi yang dia tampilkan dan memastikan dia tau itu gue atau nggak. Jantung gue entah sejak kapan udah berdetak gak karuan, bukan karena ada rasa ya, tapi takut ketauan. Ntar berabe lagi urusannya.

Dia sibuk menolehkan kepalanya kesana-kemari, mungkin nggak terima karena kepalanya memerah atau bahkan benjol gara-gara kaleng yang melayang tapi orang yang menendangnya udah kabur duluan.

Gue terlalu sibuk memperhatikan kepalanya tanpa menyadari kalo tatapannya terhenti ke arah gue, gue yang melihat itu langsung panik dan kontan menarik kepala gue ketempat semula.

Suara langkah kaki yang mendekat dan bayangan yang berhasil ekor mata gue tangkap semakin membuat tubuh gue menempel ke tembok. Sumpah ya, ini tuh lebih menegangkan dari uji nyali atau ekspedisi merah. Kalo gue sampe ketauan, kelar hidup gue.

Tapi untungnya, ketika tubuhnya hampir mendekat ke posisi gue, dia berhenti. Langkahnya terhenti saat sebuah pekikan memanggil namanya. Lima detik, akhirnya gue bisa mendengar langkahnya yang menjauh sampai gue gak bisa mendengarnya lagi.

Thank, God.

Jantung gue yang dari tadi berdetak abnormal, perlahan-lahan kembali normal. Bahu gue yang sedari tadi menegang, pelan-pelan mulai relax. Gue menghembuskan napas panjang. Memandang apapun didepan gue dengan lega. Setidaknya keadaan menegangkan tadi berhasil membuat pikiran gue teralihkan.

And its truly worked. Because after he left, i gave him a little smile.

****

Ditulis saat gue bahagia.
Tidak berlebihan, secukupnya saja.
Sebab, sesuatu yang berlebihan biasanya akan berujung pada suatu hal yang menyakitkan.

Satu lagi, jerih payah gue akhirnya diapresiasi.
Tidak di pandang sebelah mata lagi.
Karena itu, gue bahagia hari ini.

West Java
2020, February 22th

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang