G r a v i t y 6

57 3 0
                                    

Galena
She love everything about K-drama.

Mungkin, terlalu banyak nonton serial drama gue jadi berpikir kalo misalnya hidup gue pun nggak jauh-jauh dari sana. I mean, kewarasan otak gue yang selalu mengkhayal, atau sekedar berimajinasi mengenai kehidupan penuh drama yang jarang ada di realita, kayanya patut dipertanyakan. Apa gue udah segila itu? Sampe-sampe nggak bisa bedain mana yang realita sama yang cuma reaksi ilmiah otak aja?

Bahkan, gue masih sempat berpikir bahwa yang terjadi dengan gue sekarang adalah salah satu cuplikan klise yang biasa ada di drama-drama, dimana pemeran utama cowok berjumpa dengan seorang cewek yang dia kenal —meskipun nggak terlalu deket namun ujung-ujungnya jatuh cinta— sebelum semua itu dipatahkan saat gue sadar kalo cowok di depan gue ini bukan Ji Chang Wook, Lee min ho, Kim Soo Hyun, atau para ahjussi lainya. Melainkan dia, cowok berandalan yang sayangnya tetangga gue.

Tunggu, apa gue nganggep dia tetangga sementara gue gak tau apa dia juga menganggap gue dengan hal yang sama?

Oke, gue ganti.

Melainkan dia, cowok berandalan yang dua jam lalu bahkan sampe sekarang masih bercokol di pikiran gue.

Tujuh langkah gue di depannya, dan gue bisa melihat lebam-lebam gak karuan memenuhi seluruh wajahnya, ini orang hobi bonyok apa gimana sih? Hampir aja pertanyaan itu keluar, sebelum gue menggantinya ke pertanyaan yang lebih masuk akal, "Ngapain lo di sini?"

Jelas dong gue heran, ini kedua kalinya dia di depan rumah gue. Kalo gue dan dia menjalin hubungan, like a friend, maybe? Mungkin sedikit wajar. Tapi kan, gue dan dia baru kenal, gak, maksud gue, gue udah kenal dia dari tiga tahun lalu, tapi baru semalam bertegur sapa, itu gak bisa dibilang hubungan kita layaknya teman, kan?

 Tapi kan, gue dan dia baru kenal, gak, maksud gue, gue udah kenal dia dari tiga tahun lalu, tapi baru semalam bertegur sapa, itu gak bisa dibilang hubungan kita layaknya teman, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(You can imagine the animal he's holding isa cat)

Dia yang tadinya jongkok, gak lama kemudian berdiri sambil gendong Moyi di lengannya, tangannya mengelus pelan kepala Moyi, alih-alih menjawab pertanyaan gue, dia malah mengeluarkan sebuah pernyataan, yang tanpa dia bilang pun gue udah tau dari dulu.

"Kucing lo lucu," katanya datar.

Gue cuma diam. Nggak ada suara apapun setelah itu. Gue memandangnya lama, tiba-tiba, tanpa bisa di cegah, rasa penasaran yang sejak tadi gue pendam, kembali hadir, bahkan semakin parah saat tau keadaan dia kaya gini, "Kenapa lo nggak masuk?"

Entah ini perasaan gue aja atau emang beneran iya, tangannya yang mengelus kepala Moyi berhenti sejenak, kemudian bergerak lagi seiring dengan wajahnya yang mendongak, iris matanya yang hitam tapi bercahaya melihat gue dengan sesuatu yang buat gue bingung sendiri.

Apa pertanyaan gue salah? Atau gue terkesan ikut campur urusan dia padahal temen aja bukan? Jangankan itu, gue sendiri tadi mengelak kalo dia temen gue, kan?

Shit, jelas-jelas gue dan dia gak ada hubungan apa-apa, kenapa gue malah bertindak layaknya temen yang khawatir kalo temennya ada masalah?

Lagian kalo di pikir-pikir, kenapa gue harus berhenti cuma karena liat dia di depan rumah gue doang? Apa salahnya langsung masuk? Toh, dia nggak bikin gue ke ganggu, kan?

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang