G r a v i t y 4

100 7 0
                                    

|| R E V I S I ||

Galena
She's actually a nice girl, but in a different way.

Guru agama gue pernah bilang,

"Kata yang paling sulit keluar dari mulut manusia itu ada tiga. Pertama, maaf. Kedua, tolong. Dan ketiga, terima kasih."

Sampai sekarang gue masih gak ngerti, kenapa sih orang-orang susah banget untuk ngucapin tiga kata itu? Apa mereka terlalu gengsi atau malu sama diri sendiri karena mereka kira itu terkesan berlebihan, atau karena mereka belum pernah mendengar itu dari orang lain jadi nggak tau cara ngelakuinnya?

Gue rasa yang terakhir nggak mungkin sih.

Selama eksistensi gue dia dunia yang penuh ujian ini, gue menerapkan satu prinsip,

"Minta tolong saat lo kesulitan, ucapin makasih saat seseorang udah membantu lo, dan minta maaf sama seseorang yang berhak menerimanya."

Tapi, kalau-kalau ni ya, misalnya, permintaan tolong lo nggak di gubris, atau seseorang gak mau bantuin lo, ya udah gak apa-apa. Mungkin mereka pengen lo hidup mandiri dan nggak nyusahin orang lain.

Kaya gue.

Hahaha.

Waktu gue minta tolong ke temen-temen untuk nulis semua keluh-kesah mereka terhadap gue sehingga gue bisa intropeksi diri supaya nggak ngelakuin hal yang sama, tapi mereka menolak. Mereka tetep mempertahankan pandangan mereka terhadap gue sesuai sudut pandang mereka masing-masing.

Gue selalu berpikir positif kenapa mereka kaya gitu.

Mungkin mereka terlalu nyaman sama sikap gue.

Mungkin mereka pengen gue lebih peka sama diri gue sendiri.

Mungkin juga mereka pengen gue sadar sendiri kalo gue... emang nggak sepantas itu untuk bergaul sama mereka.

Katanya, orang lain adalah cerminan untuk diri sendiri. Tapi, kalo yang dimaksud dari "cerminan" adalah bentuk lain dari hinaan dan hujatan, lantas kenapa manusia harus hidup beradasarkan penilaian orang-orang? Inget, di dunia ini nggak selamanya kata-kata penuh hujatan bisa membuat seseorang termotivasi,  ada sebagian orang yang langsung merasa terpuruk dan hancur karena dia merasa dirinya gak berharga sebab orang-orang disekitarnya bilang begitu.

Dan gue termasuk dalam golongan kedua. Mau sekalem, setegar, atau sesantai apapun, gue nggak bisa boong, jauh di tempat yang paling dalem, bersembunyi, dan nggak terjangkau, perasaan hancur dan terbelakang selalu gue rasakan. 

When people always avoid me because they think i'm a bad person.

Dari situ, prinsip hidup gue bertambah, "If i'm really nothing for everyone. It's okay. At least, i'm something for myself."

Nggak papa gue dianggap nggak berguna, nggak papa gue dipandang sebelah mata, nggak papa gue di nilai buruk sama mereka. Nggak papa. Meskipun dunia berteriak di depan gue kalo gue bukan apa-apa, setidaknya gue berharga untuk diri gue sendiri.

I'm something for myself.

Sekalipun semesta enggan mengakuinya.

Nggak papa.

I'm something for my self.

Di saat gue menerapkan prinsip yang baik buat hidup gue dan berusaha untuk jadi lebih baik, kayanya cowok di depan gue malah sebaliknya. Makanya waktu gue menghampirinya dan merendahkan tubuh gue agar sejajar dengan dia, bukannya minta tolong, ucapan yang dia keluarkan malah terkesan penuh sarkasme.

"Kenapa lama banget?" nada kesal bisa gue rasakan saat dia bertanya begitu. Heran ya, di keadaan yang berantakan kaya gini masih aja sempet-sempetnya marah.

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang