"Dia masih hidup."
"Bawa kemari!!!!"
***
Langkahnya cepat menembus lorong berkabut yang menyisakan rasa dingin yang menusuk-nusuk tubuh tipisnya yang hanya terbalut dress panjang tanpa lengan dan kaki tanpa alas. Kakinya sesekali berjingkat-jingkat menahan dinginnya jalanan yang terasa seperti menyimpan bongkahan es tebal yang siap membekukannya.
Gadis itu terhenti sejenak menenggelamkan diri di balik sebuah tembok tebal di ujung jalan Vredeburg tepat di sisi sebelah kanan Hotel Pesonna yang tua nan megah saat mata beningnya menangkap sesosok pria berjas hitam tengah menyeret seorang gadis yang tengah melolong meminta tolong padanya untuk dilepaskan. Gadis itu meronta sekuat tenaga namun tak berhasil melepaskan dirinya dari cengkeraman seorang pria yang kemudian memeluk tubuhnya dan memaksanya masuk ke dalam sebuah mobil mewah berwarna gelap lalu menghilang dengan cepat.
"Kidung."
Gemeratak giginya terdengar tipis melukiskan guratan pada dagunya yang kian mengeras. Jemari tangannya mengepal bergetar menahan dingin dan kemarahan yang bermelodi menekannya habis malam itu.
Sepersekian detik kemudian tubuhnya roboh, lalu lenyap dari lorong berkabut itu pada sepertiga malam yang mencekam.
***
Kenangkari Neswara menyeka air matanya yang jatuh bertubi membasahi tubuh kurusnya yang tak lagi punya daya untuk beranjak dari tempat tidur pesakitan yang menyekap kebebasannya, demi menyelamatkan jiwanya dari cekalan Galih Ganjar yang begitu ingin melenyapkannya dari muka bumi ini.
Ada kemarahan yang merongrong sisa hidupnya yang setengahnya telah hancur lebur pada sebuah masa lalu bersama seseorang yang kini tengah diincarnya semata-mata untuk membayar dalamnya pedih perasaannya.
"Galih Ganjar, see you very soon!"
Kepalanya menengadah ke langit-langit bangunan kuno Villa mewah berusia jauh lebih tua darinya itu, matanya terpejam membayangkan sejengkal perjalanan yang akan ditempuhnya untuk menjalankan rangkaian rencana besarnya dengan seseorang dengan jiwa yang sama."Untuk apa? Untuk menyerahkan diri ke GG, lalu aku tak dapat melihatmu lagi selamanya?" seru perempuan paruh baya yang sejenak menghentikan kunyahan makanan yang memenuhi mulutnya.
Tampaknya gadis itu tak ingin berlama-lama terduduk dalam gundah gulana yang cukup menyiksanya telak. Ia harus bergegas meninggalkan bangunan tua penuh kenangan pahit itu dan menemukan apa yang dia cari.
Hilda Neswara hanya menggeleng pelan, berkali-kali mengelus dadanya dalam sembari bergumam dalam sebuah bahasa yang hanya dimengertinya sendiri. Gurat tua yang menjejak jelas di wajahnya menggambarkan jutaan pengalaman yang telah berhasil ia lalui namun ternyata belum seutuhnya ia selesaikan.
Helaan napas dalamnya tak mampu menerbangkan sesak yang sedari tadi bergelayut pada rongga dadanya, di dalam otaknya terekam deretan kata yang mengulang gerakannya seolah-olah enggan untuk dilupakan. Wanita itu mau tak mau harus tetap berenang dalam sungai kenangan pahit sebuah kejadian sepuluh tahun silam.
***
Gedung tua peninggalan Belanda di belahan timur Jogjakarta yang damai itu terlihat ramai lalu lalang orang-orang yang gerakannya menandakan adanya sebuah perhelatan di dalamnya. Semua orang seperti tengah terbius untuk sekedar menoleh kemudian tergelitik untuk memasuki gedung yang terkenal sering diadakan sebuah pameran seni, termasuk salah satunya seorang gadis dengan kursi roda eletrik tengah termangu memandang ke arah yang sama dari kejauhan.
YOU ARE READING
WRONG PLACE
Mystery / ThrillerPerjalanan Dua gadis kembar yang mencari pembunuh ayahnya. Ada cinta dan air mata yang menghiasi perjalanan keduanya. Pembuktian kekuatan ikatan darah kembar yang mampu melumpuhkan ego. Ada cinta, darah, air mata Inget guys, sebelum baca minum air...