Pagi ini, hujan kembali menumpahkan cintanya pada bumi setelah sekian lama bumi dilanda kekeringan. Daun - daun yang semula kering kini pun menjadi segar kembali. Tak lupa cuaca hari ini layaknya kondisi di gunung, sejuk dan dingin. Bumi seolah olah telah bangkit dari masa kesedihan, karena hujan membasahinya.
Namun tidakkah kau tau? Ada seorang gadis yang selalu bimbang akan hujan yang datang. Dia memang pencinta hujan, namun hujan juga membuatnya sesak tak tertahankan.
Ferdina Resya, ya dialah gadis itu. Dia dengan segala sifat dinginnya yang membuat semua orang menjauhi termasuk teman - temannya. Kecuali keluarganya sendiri. Karena mereka paham mengapa anaknya seperti itu.
Bagi Dina, dia tidak peduli akan hidupnya yang sepi, setidaknya ada hujan yang membuatnya tak merasa sendiri lagi.
*****
Hujan masih saja menumpahkan cintanya. Padahal ini sudah sejam lebih hujan turun dengan deras. Membuat warga pun enggan untuk keluar rumah. Lebih menikmati di dalam rumah bersama keluarga masing-masing.
Namun tidak dengan Dina. Dia sangat menikmati hujan ini. Seakan rindu yang telah ia tumpuk di hati menjadi lebur meski ada sisa. Kerinduan akan sosok yang dicintainya menjadi luntur bersama hujan turun. Saat ini, Dina masih saja berdiam diri di depan jendela. Menatap gemercik hujan yang begitu indah terdengar di telinga. Sesekali tangannya keluar dari jendela hanya sekadar untuk merasakan kerinduan yang disampaikan kekasihnya, Ardan Nevandra. Sosok yang mampu membawa dirinya bahagia dan tak pernah membuatnya terluka. Dulu, Laki -laki itu pernah berkata, hujan adalah perantara rindu yang disampaikan untuknya. Dan sekarang, Dina sedang merasakannya.
Perlahan air mata Dina menetes dengan sendirinya. Dia tidak tau mengapa seperti ini. Namun ia juga tak mampu untuk menghentikan isak tangis yang dikeluarkan matanya. Hujan membuatnya bahagia sekaligus terluka. Hujan membawanya tenang sekaligus sesak. Tak bisa dipungkiri Dina adalah sosok yang terkenal dengan sifat dinginnya dan tertutup. Pada kenyataanya ia adalah manusia yang rapuh, serapuh daun kering yang begitu mudahnya diremas - remas.
Hujan dengan mudah menghancurkan dinding pertahanan yang selama ini dia buat. Segala memori tentang kisahnya berhamburan begitu saja. Tentang kisah masa lalu yang tak pernah ia inginkan muncul lagi.
*Pov Dina*
Sore itu ada dua remaja yang sedang duduk di bangku dekat taman kompleks. Dina dan Ardan. Dua remaja yang sedang menjalani hubungan kekasih. Hubungan mereka tak pernah kandas, meski ribuan rintangan mendatangi mereka bertubi - tubi. Mereka sama - sama berjuang, dan bertahan. Hingga dua tahun sudah hubungan mereka masih berjalan. Tiba - tiba hujan datang. Namun mereka masih saja duduk di bangku taman." Din, kamu tau gak tentang hujan? " tanya Kak Ardan tiba - tiba.
" Taulah Kak, hujan kan peristiwa alam dimana siklus air sedang berlangsung menuju titik terakhir, " kataku.
" Bukan itu Dina, " ucapmu dengan senyum.
" Hujan itu perantara rindu yang kusampaikan untukmu. Melalui bulir - bulir air hujan yang jatuh ke bumi ini. Jadi, kamu tak perlu cemas bila aku pergi. Hujan ini yang menjadi saksi akan kerinduanku yang tak pernah berhenti untukmu, " ungkapmu dengan nada rintih dan masih tersenyum, seakan akan kau akan pergi dariku suatu saat nanti.
" Mengapa Kak? Kakak mau pergi dariku? Ku mohon jangan. Aku tak bisa jauh dari Kakak, " jawabku dengan isak tangis.
" Hei, kenapa kamu menangis? Aku tidak pergi Dina. aku masih disini bersamamu. Aku tdak akan meninggalkanmu, " jawabmu dengan menyakinkanku.
Aku hanya diam. Lidahku tercekat, nafasku memburu, jantungku berhenti berpacu. Setelah mendengar perkataan Kak Ardan, aku menjadi lemah tak berdaya. Aku takut suatu saat nanti, ia akan pergi jauh dariku.
Sampai saat ini, kita masih saja berdiam diri di bangku taman. Menikmati hujan yang membasahi tubuh kita masing - masing. Sambil sesekali bertatap muka.
Waktu itu, kamu terlihat mempesona. Dengan air hujan yang membasahi seluruh rambutmu. Membuat parasmu bertambah tampan berkali - kali lipat. Jantungku berhenti berdetak waktu kau menatapku seperti ini. Seakan mata kita telah terkunci satu sama lain. Hingga aku pun tak mau berpaling melihat yang lain.
" Dina, percayalah padaku. Aku tak akan pergi darimu. Meski suatu saat nanti ragaku telah tiada, percayalah cinta ini akan tetap abadi untukmu, " katamu pelan, dengan mata yang masih saja menatapku tenang.
Aku hanya tersenyum sendu menanggapi tuturnya. Kemudian kamu mendekat padaku, lalu merengkuhku dengan pelan. Aku dapat merasakan jantungmu berpacu lebih cepat sama sepertiku. Kamu pun pasti merasakan hal yang sama.
Sore itu menjadi saksi atas pertemuanku padamu untuk yang terakhir kalinya. Karena esoknya, kamu pergi tanpa pernah berkata pamit. Kamu pergi tanpa mengucap kata perpisahan. Kamu pergi meninggalkan berjuta kenangan dan luka yang tak mampu ku musnahkan. Kamu dinyatakan meninggal tepat di malam harinya. Karena penyakitmu yang tak dapat tertolong yaitu kanker stadium empat.
Sungguh, aku tak mampu tuk sekedar berkata. Takdir telah berucap, dan aku harus menerimanya. Aku hanya bisa menangis melihatmu akan dimakamkan. Aku tak sanggup melihatnya lebih lama lagi, hingga aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Berdiam diri di kamar, dan menangis dengan sesenggukan.
Ternyata, ucapanmu sore itu tak ada artinya. Kamu telah pergi meninggalkanku selamanya. Namun tidak sedikitpun aku membencimu. Karema aku masih mencintaimu.
Selembar memori masa lalu itu kembali mengingatkan Dina akan ucapan Ardan. Isak tangisnya tak bisa dihentikan. Kerinduan yang ia pendam memang tidak hilang sepenuhnya apalagi kenangan tentang kekasihnya tak akan bisa luntur juga.
*tok...tok...tok..*
Suara ketukan dari pintu kamarnya, menyadarkan Dina untuk segera bangkit dari kesedihan. Dia bergegas menuju kamar mandi membersihkan wajahnya. Agar orang tuanya tidak tau ia telah menangis.
"Sayang, kamu di dalam kamar? Ayo keluar, kita makan siang bersama, " teriak Ibunya.
" Iya Bu," jawab Dina.
Tak terasa hari sudah berganti siang dan hujan telah reda. Selama berjam - jam Dina hanya menghabiskan waktunya untuk menangis sambil menatap hujan. Berharap agar hujan bisa mempertemukan dirinya dengan kekasihnya lagi meski itu adalah sebuah harapan yang tak mampu terjadi.
.
.
.
.
.To be continued.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Membuatku Rindu
Short StoryDulu, katamu hujan merupakan perantara rindu yang kau sampaikan padaku melalui bulir -bulir airnya yang jatuh ke bumi. Sekarang aku mengakuinya setelah kamu pergi di telan semesta. Karena, bagiku hujan itu kamu. Kamu yang selalu kurindu, namun tak...