Masih ingatkah kau tentang kenangan kita? Ah aku tau, kau pasti lupa bukan?
- Ferdina -
*****
Suasana pagi ini sangat cerah. Sang mentari mulai nampak di ufuk timur. Rombongan burung terlihat menari di kaki – kaki langit. Dina terbangun dari tidurnya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membasuh muka. Ia ingat semalam ia menangis lagi hingga berujung tidur karena lelah dan ngantuk. Pasti matanya sembab pagi ini. Alhasil, itu membuat dirinya bete. Padahal hari Minggu rencananya ia akan pergi ke suatu tempat. Namun karena mata sembab, membuat moodnya hancur seketika. Sampai ia enggan untuk keluar kamar.
“ Duh, males banget keluar. Masa iya, di kamar terus. Aku juga bosen, ” ucap Dina dengan nada lesu.
“ Yaudah deh, aku keluar saja, " lanjutnya.
Akhirnya, Dina memutuskan untuk keluar rumah. Sebelum itu ia pamit terlebih dahulu kepada Ibunya.
" Bu, Dina pamit ya. "
" Mau kemana, Nak?"
" Biasa, Bu, hehehe. Dina pergi dulu. Assalamu'alaikum. "
" Eh, Wa'alaikumsalam. Hati-hati, Nak," balas Ibunya.
" Iya, Bu."
*****
Dina memang sengaja jalan kaki untuk menuju ke tempat tersebut. Sebelum itu, ia pergi ke toko bunga terlebih dahulu untuk membeli beberapa bunga untuk kekasihnya. Dia segera memesan kepada pelayan toko tersebut.
"Mbak, buket bunga satu ya. Yang lavender aja. "
" Oke mbak. Tunggu ya. "
Selang beberapa menit, buket bunga yang dipesannya sudah berada digenggaman Dina.
" Mbak, buketnya harga Rp. 50.000 ya," kata pelayan toko.
" Oh, ya, makasih mbak, " jawab Dina.
Setelah membayar, ia segera pergi meninggalkan toko tersebut dan menuju suatu tempat. Ya, Dina akan pergi ke TPU di seberang kompleksnya.
Sesampainya di TPU, ia berjalan menuju sebuah makam yang berada di sebelah kiri pohon beringin. Dimana pohon tersebut terletak di samping kanan jalan, tepat setelah 2 kuburan. Kemudian ia bersimpuh di depan makam kekasihnya itu sambil sesekali ia bebicara seolah-olah kekasihnya masih hidup.
"Hai, kak Ardan. Lama ya kita tak berjumpa. Sudah 3 tahun ini kita berpisah.”
“Kakak baik-baik saja ya disana. Jangan khawatirkan aku. Aku sayang kakak.”
“ Kak, masih ingatkah kau tentang kenangan kita? Ah aku tau, kau masih mengingatnya bukan? Aku percaya kakak pasti tak akan lupa.”
Dina menghentikan bicaranya. Ia tak mampu lagi untuk berkata. Seakan kalimat terakhir yang ia lontarkan sangat menyanyat hatinya. Hingga ia berakhir membisu seperti saat ini dan air mata perlahan menetes membasahi pipinya.
Masih dengan tempat yang sama, Dina masih betah bertahan di depan makam. Isak tangis tak dapat dibendungnya lagi. Kali ini, ia benar-benar membiarkan segala apa yang terjadi pada dirinya sendiri tanpa ia cegah seperti kemarin. Ia tak peduli bahwa orang mengejudgenya dengan manusia penangis. Bahkan semesta sekalipun menertawainya ia sangat tidak peduli.
Dina lelah, marah, kecewa, emosi, sakit. Semua jadi satu. Ia tak tau harus mengobati rasa sakit ini dengan apa. Dina lelah dengan semua ini.
" Kak, aku lelah menangis."
" Aku lelah menahan rindu ini."
"Hujan tak mampu mempertemukan aku padamu."
" Aku hanya ingin kakak ada disini sebentar saja bersamaku," rintih Dina.
Setelah pengakuan Dina, tiba-tiba mega hitam menghiasi suasana langit. Matahari tak lagi menampakkan wajahnya. Alhasil, hujan turun dengan indahnya.
.
.
.
.
.To be continued.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Membuatku Rindu
Short StoryDulu, katamu hujan merupakan perantara rindu yang kau sampaikan padaku melalui bulir -bulir airnya yang jatuh ke bumi. Sekarang aku mengakuinya setelah kamu pergi di telan semesta. Karena, bagiku hujan itu kamu. Kamu yang selalu kurindu, namun tak...