3. Sajak Sebelum Senja

6K 69 3
                                    

Muhammad Tajul Mafachir

Sajak Sebelum Senja

Masih saja kita, Enggan bertanya siapa mengenai apa
Atau tentang bagaimana dan dimana

Ketika kutemu diri muram, lapuk larut dalam kecubung kerinduan sebelum datang senja

Dan kutemukan dari arah langit timur, kerumunan seperti sejenis burung burung hitam

Yang Nampak hijrah sebab silih bergantinya musim

Disela sela suara keramaian muda mudi menyambut malam,

Menghilir mudik kerumah perasingan menuju kelam.

Kudengar suara tuhan diperdengarkan

Keluar nyaring dari arah mercusuar tinggi dari barat

Ku sapu pandang, kutemukan sumber suara itu penuh sarat

Hingga saat kudengar, kuberi ia sedikit jeda dalam dalam

Bersama makna yang masuk ke dalam lorong lorong pertokoan, perumahan dan segenap pemukiman

Hingga ia merubahnya menjadi makna makna, yang kemudian tersapu kegelapan, kegelapan.

Ya, makna makna yang tersapu kepentingan.

Seperti kata Sitok Srengenge: ‘Ada banyak Nisan Kesepian’

Ah,

Ternyata aku ini, asap ternyata

Ternyata aku ini, kering ternyata

Ternyata aku ini, keriput ternyata

Dan

Ternyata aku ini, Galau ternyata

Oleh kerna aku ini asap, ingin sesekali kau jauhkan aku dari pengap

Oleh kerna aku ini kering, ingin sekali saja kau tuangkan sedikit air bening

Oleh kerna aku ini keriput, berharap kau oles mukaku dengan obat pengawet pesona

Dan oleh kerna aku ini Galau, maka jauhkanlah aku dari risau.

Masih saja kira, kita enggan bertanya kepada hati yang sunyi

Atau bahkan, kita lupa arah datang dan kapan sunyi bisa kita temui

Disini,

Didalam hati dan jiwa yang teramat tuli

Aku mengasingkan diri disebelah senja berpamit diri

Berharap melepas hati dari kasak kusuk dunia kuharap

Tapi, apanya yang berharap melepas hati dari kasak kusuk duniawi

Diseberang sana masih saja mata kepalaku menyaksikan

Hamudi hamudi berkelahi berebut air comberan

Oleh mataku, aku menyaksikan ibu muda membunuh bayi yang baru dilahirkanya,

Lalu Menghanyutkanya kedalam selokan

Oleh mataku, aku menyaksikan para tukang gadai iman

Berjalan menyusur jalan merampok, merampas, membunuh atas nama kebenaran

Oleh mataku, aku menyaksikan Oleh mataku, aku menyaksikan banyak ibu tua menanak nasi hanya dalam mimpi

Oleh mataku, aku menyaksikan dipinggir jalan seorang anak muda menampar pipi ibunya karena berebut sepotong roti yang hampir kering

Oleh mataku, aku menyaksikan seorang perawan menjual kelamin kepada tukang gadai tanah dan rumah

Oleh mataku, aku menyaksikan seorang supir bajai berkata dusta dan sumpah ditengah terik mentari yang menyerapah

Oleh mataku, Aku menyaksikan peraaaaaaaaaaaang saudara selalu tak henti tuk terhelakan.

Oleh mataku, aku menyaksikan segolongan menyerang, mengintai, mencaci, menyumpah, dan merapal mantra untuk kegelapan segolongan yang lain

Oleh mataku, itulah yang aku saksikan dalam bulan bulan dekat ini,

Di bulan sebelum senja berpamit diri.

Entah apa yang kau rasakan.

Aku tak tahu,

Juga tak mau tahu.

Sebab, yang aku tahu dari hari ke hari makin jauh kita mendaki

Semakin jauh jarak hari dan hati

Aku tak tahu,

Juga tak mahu tahu kemana arah hati menemu diri.

Kemana hendak diri menjumpa hati

Atau bahkan, sekedar harap tuhan bersimpati.

Hingga,

Dibawah gelap luang kamarmu aku melolong

Bercumbu diantara sepi dan bimbang

Serta rasa was was yang menyimpang

Aku berharap, sejak kutulis dan kubaca sajak ini

Aku selalu tergerak, dan bergerak dalam gerakan gerakan pengabdian

Aku berharap, Sejak detik ku tulis dan ku baca sajak ini

Kita selalu mawas dan menemu diri

Menyemai setiap kerlip kerling kenangan tentang keharibaan

Menyusur tiap rongga romansa atas nama cinta, kemesraan dan kebersamaan

Ya tuhan,

Disini, Aku menyeka diri

Menghantar diri menuju kelana malamMu

Berserah diri atas diri

Mengakui keakuanMU

Kulayangkan sekilas doa untuk tuan dari segala tuan yang begini bunyinya;

Oh, tuhan….

Jika memang aku comberan, tolong biar orang orang itu basuhkan tangan

Oh, tuhan….

Jika memang aku keset, biarlah mereka meninjak tengkuku yang rukuk membungkuk berharap kamu masyuk dalam khusyuk.

Oh tuhan….

Jika memang aku cuaca, jangan buat mereka salah membaca

Oh tuhan….

Jika memang aku Kaca, Buatlah mereka seolah riang didepan mata

Oh tuhan…

Jika memang aku ini Kirik, aku berharap selalu mereka dalam keadaan baik baik

Oh tuhan…

Jika memang aku ini manusia, jangan kau cabut kemanusiaanku sampai di stasiun kota itu

Oh tuhan,

Aku mewakili para penggemarmu disini, ingin berkoalisi, bermunajat mengharap kebaikan atas bulan ini. Dimana kau haramkan kehalalan yang selama ini kami lalaikan untuk kami syukuri.

Dibulan ini, aku mewakili para pecintamu selaku hamba yang berharap masih senantiasa kau kasihi. Izinkan kami melewati bulan ini, tanpa noda dan hapuslah dosa di hati.

Disini !

Puisi islami Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang