14. Beleh-Belehaning Gusti Allah

1.1K 8 0
                                    

Beleh-Belehaning Gusti Allah

MUHAMMAD NAJIH

Matahari pedih menyengat gersangnya kulit tubuh
Berdengkur angin kencang berserabut debu-debu pasir beterbangan
Bersama Sarah dan Ummu Hajar sang dayang
Ibrahim bergerak hijrah menggiring ternak menuju palestina, tanah lapang

Berjalan tertatih dengan perut buncitnya
Kerongkongan berteteskan dahaga
Perut berdesirkan lapar yang tak terkira
Kebohongan akan sebuah rahasia
Sang Hajar mengandung anak pertamanya 
Badan bergetar, terseok melawan debu dan angin
Kekuatan hajar tumbang di tengah terik padang pasir
Balut kain yang menutup perut ternyata mengecil
Tak diketahui rahasianya terbongkar
Ia terkapar, Ismail Sang Sesembelihan telah brojol keluar 
Sang Sarah diliputi kecemburuan
Ibrahim sang kekasih Tuhan
Begitu dekat dan terus merapat kepada Hajar dan juga Sang Sesembelihan
Ia, Sang Sarah, merasa dikalahkan
Sarah merajuk tak kuat
Meminta Ibrahim agar Hajar dan Sesembelihan dijauhkan dan berpindah tempat
Namun, Ibrahim tak mampu menolak

Permintaan Sarah didukung oleh Tuhan sang pemberi maklumat 
Akhirnya, Ibrahim membawa ibu dan sang putra tanpa arah tujuan
Menembus perkotaan melewati ombak debu pasir
Di tengah terik matari yang meyingsir
Dengan hati dipenuhi rasa kekalutan
Terasinglah sang sesembelihan dan emaknya di tanah gersang
Sesampai mereka di tanah Makkah yang tak bertuan
Kering, kerontang, tak berpenghidupan 
Hajar merintih menangis
Meminta dengan penuh harap agar agar ia tak ditinggal seorang diri di pandang gersang tandus
Ibrahim tak kuasa, ia pun tak tega
Namun, Tuhan tak memperdulikannya
Penderitaan dan kesukaran, akhirnya ia serahkan kepada Tuhan-nya
Selamat tinggal putra dan hajar tercinta

“Ibrahim pun berkata kepada Hajar tercita : ”Bertawakallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan dialah yang akan melindungi kamu dan menyertai kamu di tempat yang sunyi ini. Sungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sekalipun aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat aku cintai ini. Percayalah wahai hajar bahwa Allah yang Maha kuasa tidak akan menelantarkan kamu berdua tanpa perlindunga-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamnya. Insya-Allah”

Ibrahim melambai tangan kepada buah hatinya
Meninggalkan sedikit rantang makan dan beberapa tetes air penghidupan
Hajar sang ibu kelabakan, namun ia rela menerima segala
Sang sarah adalah mahkota sah dari ibrahimnya
Bahkan, Tuhan pun membiarkan keputusannya 
Hajar menyimbahi ma’el yang yang sedang menyusu dengan air mata yang tak terkira
Begitu pula ibrahim tak mampu membendung dan menyeka air matanya 
Ma’el dan emaknya memulai kerasnya perjalanan hidup tanpa bapak
Rantang tinggal rantang
Dahaga tertinggal dikerongkongan

Lapar mulai menyergap perut yang keroncongan
Meminta pertolonganpun tiada segelintir orang disekeliling
Payudara kian lepes, kecil mengering
Ma’el meamanja dahaga menangis dan melengking
Emaknyapun linglung bingung
hati tersayat-sayat teriris keping-keping
melihat ma’el menangis mencari-cari puting

Ummu hajar sang emak berlari menuju shafa
Berharap sesuatu ada untuk menolong anaknya
Ah, hanya teronggok batu pasir besar di hadapan sana 
Sejenak oase datang dipelupuk mata
Terlihat dekat, diatas bukit marwah sana
Berlarilah menggembol ma’el ia kesana
Namun yang ada hanya bayangan fatamorgana 
Lalu ia mendengar seolah-olah ada suara yang memanggilnya
Dari bukti safa sana

Berlaarilah kembali ke bukit safa
Namun sesampainya disana tak jumpa apa-apa
Seolah-olah Tuhan mengajaknya untuk bercanda 
Sejenak ia termenung, berputus asa di antara dua belahan bukit kembar
Dan ma’el masih menangis, di dekap pula ia oleh Hajar
Di antara bukit kembar 
Tak disadar, jibril datang menghampiri hajar
Bertanya intim kepada emak si ma’el
Jibril menggandeng mesra tangannya ke suatu tempat
Jibril menginjakkan kakinya kuat-kuat
Dan disana tiba-tiba muncrat air mukjizat yang kramat 
Hajar lega, gembira, bahagia, bersemangat
Ia pun segera “meperi” bibir dan muka ma’el dengan air kramat
Sesegeralah tampak kesegeran yang keluar bersemburat 
Itulah mukjizat 
Singkat cerita, ibrahim kemudian menyambangi mekkah
Padang tandus, tak berpenghuni yang panasnya merekah
Jauh dari masyarakat kota dan hingar bingar yang mewah
Berkangenan ia dengan mael dan hajar sang mar’ah 
Mael yang mungil, senyumnya yang merekah, terlihat sangat wah
Membuat ibrahim berbahagia dan berbungah 
Sesebentar ia kemudia bermimpi
Mendengar suara dari yang sejati
Ia harus menyembelih ma’el sebagai tugasnya seorang nabi
Ma’el yang telah lama sendiri, dan ibrahim yang tlah lama tak bersama buah hati 
Tersayat hati seorang ibrahim pembawa pesan suci
Termenung dalam sunyi, ibrahim berkelana mencari solusi 
Tak ada jawaban atas kesendirian
Sang sejatipun kembali hadir dalam mimpi hingga berulang kali 
Ibrahim sang pesuruh pun pasrah
Ujian berat harus ditempuh, meski anaknya tersembelih
Hajar yang tahu kemudian menangis merintih sedih
Tak di dapatkan logika yang pasti apa sebenarnya mau suami yang menjadi sang kekasih
Bertahun ia meninggalkan ma’el, tak tahu bahwa dia merasakan perih
Datang-datang malah mau menyembelih
Namun, ibrahim sang bapak, pula sang pesuruh
Bertanya kepada anaknya ma’el yang sholeh

“Hai anakku! Aku telah bermimpi, di dalam tidur seolah-olah saya menyembelih kamu, maka bagaimanakah pendapatmu?”

Tanpa gentar ma’el sang sesembelihan menjawab tegar
Laksanakanlah apa yang telah di perintah
Ikatlah kuat-kuat agar aku tak bergerak entah berantah
Tanggalkan pakaianku yang penuh darah
Berikan kepada emak yang telah berjuang menghidupiku tanpa lelah
Tajamkanlah pedang mu dan percepatlah
Hingga tertanggal semua pada diriku rasa pedih 
Peluk cium ibrahim mengakhiri percakapan yang dramatis
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah”
Kemudian, saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba
Diikatlah kedua tangan dan kaki ma’el tanpa derita
Dibaringkan ia diatas lantai batu yang kasar dan bersahaja
Diambillah pedang tajam yang tersedia
Mengalir mengucur air mata ibrahim sang ayah penuh derita
Dengan memejamkan matanya pedang tajam menggrok leher sang sesembelihan
Tapi, keanehan terjadi, pedang tajam menjadi tumpul tak karuan 
“Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku”
Berulang ia menghempaskan pedang di leher anaknya yang terbujur melintang
Namun, pedangpun tak berdaya menitikkan daran setetespun dari leher ma’el sang sesembelihan
Ternyata ini hanyalah sebuah ujian
Tuhan ngajak Guyon 
Tuhan menggantinya dengan seekor kambing
Memerintahkan sembelih kambing itu sekarang
Inilah permulaan kewajiban umat islam

Menyembelih kambing di hari idul qurban
Dengan reklame peristiwa
“Ma’el beleh-belehaning gusti Allah” 

Puisi islami Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang