-See for a Hope-
Love and compassion are necessities, not luxuries.
(Cinta dan Kasih sayang adalah kebutuhan, bukan kemewahan)
Without them humanity cannot survive
(Tanpanya kemanusiaan tidak akan bertahan)
- Dalai Lama
01 September 2040
Mataku perlahan terbuka memandang langit-langit rumah ini. Bibirku menguap dan membayangkan, bagaimana replika rumah sederhana ini sebelum terjadinya wabah. Bayangkan kebersamaan keluarga, anak-anak bermain, dan tawa mereka.
Aku hanya menghibur diriku. Sudah sehari semalam aku diam di rumah ini. Tanpa wanita jawa itu, kupikir aku tak sanggup melanjutkan perjalanan ini, dan duduk di sini seharian. Mungkin kelaparan akan membakar perutku, di kala persediaan makananku mulai habis sekarang.
Memikirkan wanita jawa itu membuatku jatuh kedalam wadah keheningan, dimana aku merasakan penyesalan medalam di dalam diriku.
Entah berapa lama aku terus memikirkannya. Bibirku kering, membisikkan kehausan pada tenggorokanku. Terpaksa aku keluar dari rumah aman itu, dan mencoba kembali ke sumber air.
***
Setiap tegukan bisa kurasakan mengalir deras di tenggorokanku, membelah kehausan yang tadi kurasakan. Tapi kini lapar mulai memandukku menjelajah tiap penjuru desa ini, berharap ada super market yang memiliki makanan.
Setiap sudut seolah sama. Porak poranda dan kekumuhan begitu familiar di setiap tempat, membuatku merasa semakin lelah melaluinya. Kadang kutemukan sebuah supermarket, tapi tak ada makanan di sana. Kacanya pecah, itu membuktikan tempat itu sudah dirampok sejak lama.
Dalam keluhanku karena rasa lapar terus mengingat kuat perutku, membuat suasana semakin membuatku kacau. Tapi aku mencium aroma yang menarikku tiba-tiba. Aku merasa melayang menghampiri sumber bau enak itu. Tak sadar aku sudah sampai di sumber harum itu. Harumnya membawaku pada sebuah jendela rumah, yang sudah rusak. Aku bahkan mampu melihat seorang pria, sedang memanggang sesuatu di rumah itu.
Aku sungguh lapar, aku tak tahan membawa kelaparan ini. Memintanya baik-baik pun, aku tak yakin dia akan membaginya, malah mungkin dia akan membunuhku. Itu membuatku pergi, dengan putus harapan.
Aku terhenti sejenak, dan mulai ada hasutan dalam dirimu. Aku harus membunuhnya, dan mendapat apa yang ia dapat. Mungkinkah ini yang disebut alam liar, bunuh atau terbunuh.
Aku ambil busurku, dan anak panahnya kutarik membidik pria itu. Mataku terpejam, dan aku merasa kalau aku harus membunuhnya, tapi ada kemanusiaan yang menahan tidakan itu. Nafasku pegal, dan bibirku bergetar. Kini kemanusiaanku sedang melawan tubuhku. Kutahan nafas, dan kubidik dengan yakin
Seorang anak laki-laki menghampiri pria itu bersama seorang wanita. Mereka sebuah keluarga, dan mereka terlukis begitu bahagia dalam tawanya itu, membuatku enggan membunuh pria itu.
Aku takut pada diriku, jauh di dalam diriku. Itu membuatkanku sebuah alasan menjauhi mereka secepatnya. Mungkin aku akan tega membunuh mereka nantinya. Aku lari dengan perut kosong, dan lapar yang mengikatku.
***
Aku duduk di trotoar, memandang sampah plastik yang menumpuk di sebuah rumah. Aku menyerah mencari makanan, karena setiap supermarket yang kutemui, tak memiliki makanan sama sekali. Ini sungguh gila, pengalamanku soal dunia ini terlalu sedikit. Ini bisa membuatku tidak bisa bertahan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dani Tales part 2: What Happens to This World When I'M Sleep?
Ficção CientíficaHarapan... Hanya bisa terdengar di beberapa telinga. Tangisan... Syair paling sering muncul. Teriakan... Setiap penyesalan yang didengar kami. Tak ada judul dalam hal yang disebut kemanusiaan. Itu semua direnggut, dan nyaris musnah. Tak ada hal meny...