First

112 14 4
                                    

Chapter 1- First

"Mem...pe..peer..per...tang..tattang.. ngung.. jawabkan. Bruhh, gilaaa... ini susah banget, Mas."

Cewek itu menyendarkan punggungnya hingga menyentuh kursi yang sedang ia duduki. Menandakan dirinya menyerah dengan pelajaran yang sedang dipelajarinya.

"Fufufufu... Ekspresimu itu lho, Nar. Susah yak ngomong yang akhiran 'ng'?? Hahaha... yang benar itu 'mempertanggungjawabkan'." Ejek laki-laki berumur 39 tahun disebelahnya sambil menunjukkkan tulisan 'mempertanggungjawabkan' dibuku Bahasa Indonesia.

Belajar

Tentu, menjadi tantangan cukup membosankan bagi banyak remaja. Tetapi, beda dengan Narestha. Gadis manis blestteran Australia-German dan Indonesia, mungil, pandai bermain musik, jago bernyanyi, jago bermain basket dan suka membaca komik ini, memang suka belajar hal-hal baru.

Kecuali, pelajaran matematika dan fisika. Kedua hal itu menjadi momok bagi dirinya. Maklum, namanya juga anak remaja. Namun, ia harus menetap di Indonesia. Tentu, Narestha harus mempelajari kompleksnya bahasa Indonesia. Apa lagi, ada beberapa kalimat yang bisa membuat lidah kalian terpleset melulu.

Seperti...

"Kelapa diparut, kepala digaruk."

"Susu kedelai diminum keledai"

"Ular melingkar diatas pagar, kesambar petir. DEERR!!!"

"Kuku kakak-kakakku, sama dengan kuku kakek-kakekku."

atau yang lebih rumitnya...

"aku terkikik-kikik bersama kakek-kakakku, saat lihat kakakku si wajah kaku meringkik dan merangkak hingga kuku-kukunya tersangkut paku-paku disekitar palu. Sementara kami berkakak-kikik, tetangga kami ngakak lihat orang terpekik-pekik."

Ya,, kalimat-kalimat itu pasti membuat lidah kalian melakukan gymnastic, akrobatik gerakan, fufufu...

"Tapi Nar, saya salut sama kamu yang habis bangun dari koma aja langsung belajar. Kamu yang dulu sama sekarang ngak ada bedanya. Padahal, kamu kan udah fasih bahasa Indonesia tapi, masih mau belajar aje." Ucap Mas Buyung dengan logat Jawanya yang kental sambil berjalan menuju mobil milik ayahnya.

"Mas Buyung" itu namanya, seorang supir kepercayaan ayah Narestha yang sudah bekerja lama dengan ayahnya. Kumis tebal diatas bibirnya, kulit sawo matang yang sudah muncul tanda-tanda keriputan dan rambut lurus kesamping khas gaya trend orang zaman 80-an.

"Kan saya besok masuk sekolah, Mas. Walaupun, saya sama papa ngobrolnya pakai bahasa Indonesia dan sering diajak liburan ke Indonesia. Saya teh, juga harus belajar bahasa Indonesia, kang. Kalo nanti disekolah gagu-gagu gimana?" Balasnya sambil meniru logat Jawa yang malah terdengar geli bikin eneg dan aneh.

Supir itu hanya tersenyum geli mendengarnya sambil mengelap pintu mobil milik ayahnya. "Eh Mas, kalo disekolah ngobrol sama temen gitu. Pake 'aku, kamu' atau 'gue,elo'?" Pertanyaan Narestha sambil memperhatikan pria itu.

"Ya,, kalo neng mau cepet akrab sih... karena disini perkotaan gitu. Jadi, pake yang 'gue,elo' aja biar cepet akrab sama temen-temen. Tapi, sebenarnya lebih sopan pakai 'aku,saya,kamu' gitu sih... Cuman, disini mah beda neng, sama luar negeri. kalo ngobrol pake 'aku,kamu' malah dibilangnya cupu, sok alim gitulah. Aneh emang." Jawab Mas Buyung dengan nada seakan dirinya sudah mengerti jelas kondisi sosial di Indonesia.

Cinta 180° - Sisi Lain MatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang