Leah POV
Tidak ada lagi suara pertengkaran disana. Yang terdengar sekarang hanyalah suara derap langkah seseorang yang menjauh dan deru napas yang terengah-engah didekatku.
"Kau baik-baik saja?"
Aku hanya mendengarnya, tidak melihat kearahnya.
"Biar kuantar kau pulang"ucapnya dingin.
Aku berdiri.
Akupun memberanikan diri untuk menjawabnya. Dan sekali lagi, tanpa melihat kearahnya.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Terimakasih atas bantuan anda. Maaf membuat perjalanan anda terganggu."Aku melangkahkan kaki, mencoba menjauh darinya. Namun, baru beberapa langkah aku maju, dia menahanku dengan memegang tanganku.
Shit! Aku hanya bergumam dalam hati.
Tubuhku bergetar hebat lagi. Ini kambuh lagi.
Kumohon, lepaskan tanganku. Batinku.
Airmataku jatuh lagi.
Sepertinya dia mendengarkan permintaan batinku. Karena setelahnya dia langsung melepas genggaman tangannya dari tanganku.
"Maaf membuatmu takut. Tapi tidak baik bagi perempuan jalan sendirian malam-malam begini"
Laki-laki ini benar juga. Mungkin masih banyak orang yang lebih kejam dari yang tadi. Bagaimana kalau mereka mencoba menyerangku?
Aku memang menyebut dia berbeda. Tapi bukan berarti tubuhku tidak bergetar jika dia menyentuh atau hanya sekedar berada di dekatku.
Jika aku pulang dengannya, otomatis tubuhku akan dekat dengan tubuhnya. Itu bisa membuat tubuhku bergetar. Apalagi kendaraan yang dia bawa itu motor bukan mobil.Bagaimana ini?
Apa aku harus ikut dengannya?
Tapi jika aku tidak ikut dengannya akan lebih bahaya.
"Bagaimana? Kau mau? Aku janji hanya mengantarmu pulang. Tidak ada percakapan apapun. Aku juga tidak akan menanyakan hal yang aneh selain alamat rumahmu. Sungguh, aku janji"
Aku mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya kasar.
"Baiklah, ingat perkataanmu. Hanya mengantarku pulang."
"Deal"
Aku membalikkan tubuhku.
Oke, ini pertama kalinya aku melihatnya setelah pertengkaran tadi.
Dia tinggi. Mungkin jika aku bersanding lebih dekat dengannya, aku hanya seleher dia. Kulitnya? Entahlah. Mungkin bisa dibilang tidak terlalu hitam, tidak juga terlalu putih. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ini malam, kulitnya hanya tersinari oleh lampu jalanan yang menyala. Mungkin wajahnya juga bisa dibilang lumayan tampan. Meskipun tampilan bisa saja membodohi. Kita tidak tau apa yang ada dibalik ketampanannya itu.
Dia berjalan kearah motornya. Aku mengikutinya dari belakang. Diapun naik ke motornya. Memakai helm dan menyalakan mesinnya.
Aku masih terdiam, belum berani untuk naik. Aku hanya takut badanku gemetar lagi.
"Kenapa masih diam? Cepatlah naik!!"ucapnya ketus.
Baiklah, Tuhan tolong aku kali ini.
Jangan biarkan tubuhku bergetar.
Hanya untuk kali ini saja.
Aku terdiam sebentar.
Semoga ini bukan pilihan yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
OWN UP
Fanfiction[ON-GOING, CHAPTERED] Malam itu menjadi padu Ketika hanya ada kesedihan dan keterpurukanku Kususun semua potongan kejadian dalam otakku Menjadikannya sebuah cerita yang tak tentu Kupikir semua akan membaik setelah itu Nyatanya hal pahit menyelimuti...