Chapter 2

6.6K 811 305
                                    

Before we start, I just want to say thank you for all of your supports guys. That means a lot ♡
I hope you guys will leave marks too by giving me review instead of just clicking that vote button. But once again, thanks so much♡

.
.
.


Pagi hari menyapa saat suara alarm di ponsel Taehyung berbunyi. Ia membuka matanya malas dan mendapati saudara kembarnya ternyata sudah mulai terlelap, menghiraukan suara alarm yang kini masih berbunyi nyaring. Taehyung segera mematikan alarm ponselnya dan kembali berbalik ke arah Jimin. Ia pun tersenyum melihat saudaranya yang manis itu yang kini tengah memejamkan matanya damai.

"Selamat malam, Jim. Tidurlah yang nyenyak," ujarnya setelah merapihkan selimut Jimin dan kemudian berjalan keluar kamar, bersiap untuk sekolah.

Ketika pintu itu tertutup, kedua mata sayu itu kembali terbuka. Jimin belum tidur, ia belum mengantuk. Ia hanya tidak ingin mengucapkan perpisahan pada Taehyung dengan perasaan iri di hatinya. Taehyung akan tau, dan Jimin tidak suka itu.

Ketika suara pintu gerbang terbuka sampai telinganya, Jimin berjalan ke arah pintu balkon dan membuka sedikit tirainya. Melihat Taehyung yang berjalan pergi menuju sekolah dari balik kaca gelap yang melindungi kamarnya.

"Hati-hati di jalan, Tae," bisiknya pelan.

Namun ketika ia hendak kembali ke dalam selimut hangatnya, suara pintu terbuka kembali menarik atensinya. Sedikit aneh karena tak biasanya sang ibu masuk di pagi hari seperti ini. Ketika sang ibu memintanya duduk manis dan matanya melirik sang ayah, ia tau ada suatu hal penting yang harus dibicarakan.

"Jim, ibu dan ayah perlu bicara padamu," ujarnya pelan, terdengar seperti sebuah keraguan dari nada bicaranya.

"Katakan saja, bu."

"Emm ... kau tau kan Taehyung sudah kelas dua sekarang. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, dan setelah itu ia harus berjuang agar masuk ke universitas terbaik."

Ahh, Jimin tau kemana arah pembicaraan ini. Tangannya sedikit meremas ujung selimutnya, mencoba menahan diri.

"Jimin-ah, nilai Taehyung menurun akhir-akhir ini, dan ia juga kedapatan selalu tertidur di kelas beberapa hari ini. Jadi ibu harap kau mengerti jika-"

"Biar aku saja yang berbicara padanya," ujar sang ayah tak sabar dan menggantikan sang ibu di hadapan Jimin.

Sang ibu yang terkejut tetapi tak bisa membantah. Ia hanya bisa berdiri dan mempersilahkan suaminya untuk duduk menggantikannya.

"Jangan terlalu keras padanya," bisiknya pelan ke telinga sang suami.

"Kami tau ia selalu keluar setiap malamnya bersamamu beberapa minggu ini. Jika kau sadar, hal itulah yang membuat Taehyung tidak bisa belajar dengan baik dan sering tertidur di kelas. Jim, ingatlah jika Taehyung masih memiliki kehidupan yang harus ia capai kelak."

Jimin sontak mengangkat kepalanya ketika sang ayah mengatakan hal tersebut. Matanya memanas merasakan sakit di hatinya yang terdalam.

Apa aku tak memiliki kehidupan?

"Berhentilah merengek minta ditemani Taehyung setiap malam! Atau jika ia yang merengek, tolaklah dia bagaimanapun caranya! Atau mungkin kau tidak perlu keluar sekalian agar Taehyung tidak mengekorimu. Jim, kami hanya punya dua anak, setidaknya biarkan salah satu dari kalian bisa berhasil dengan baik. Dan kau, kau bisa membantu Taehyung dari belakang tanpa menjadi penghalang untuknya."

Demi matahari yang bersinar cerah di luar, kini Jimin sungguh menahan kedua air matanya agar tidak jatuh. Bahkan sampai kedua orang tuanya keluar dari kamarnya, ia hanya bisa terbaring di tempat tidurnya menatap langit-langit kamarnya, meratapi nasib.

The Moon and The Sun - VMIN BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang