Chapter 1

8.8K 865 104
                                    

Derap langkah kaki kecil bergema di rumah keluarga Park pagi itu. Seorang lelaki kecil tengah berlari dengan girangnya menuju kamar saudaranya yang berada di ujung koridor, berseberangan dengan kamar tidurnya.

"Jimin-ah ... Jimin-ah! Kau sudah pulang? Ayo kita bermain bola! Aku sangat merindukanmu," teriaknya terlampau bersemangat tanpa mengerti suasana tiga orang di hadapannya.

Jimin, yang berada di sudut ruangan, terduduk lemas di bawah perlindungan baju yang menutupi seluruh tubuhnya serta bayangan dari lemarinya yang besar. Ibunya terlihat berdiri di samping Jimin, mengusap kepalanya lembut. Sedangkan sang ayah, tengah menemani seorang tukang yang bertugas untuk menutup jendela kamar Jimin dengan kaca khusus yang terlihat lebih gelap, menghalau agar cahaya matahari tidak memasuki kamar itu.

"Jimin-ah ... ayo kita keluar! Kau sudah sembuhkan? Ibu dan ayah jahat sekali tidak mengizinkanku menjengukmu selama di rumah sakit. Aku kan sangat rindu pada saudara kembarku ini."

Taehyung berlutut di hadapan Jimin seraya memelas sedih. Jiminpun tersenyum dibuatnya. Ia menaikkan tangannya untuk mengelus rambut hitam saudara kembarnya itu.

"Aku juga merindukanmu, Tae," ujarnya dengan suara serak.

"Kau masih sakit? Kenapa suaramu serak? Yasudah kita bermain bola nanti sore saja, bagaimana?"

Jimin tak berani untuk mengatakan kebenaran pada saudara kembarnya itu. Dengan air mata yang menumpuk di pelupuk mata indahnya, ia menatap sang ibu untuk meminta tolong. Sang ibupun mengerti dan ia berjongkok di hadapan Taehyung untuk menyamai tingginya.

"Tae ... Jimin tidak bisa keluar rumah di siang hari," ujarnya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Huh? Tidak apa – apa jika Jimin masih sakit. Besok kan masih bisa! Taetae akan menunggu Jimin sampai sembuh!"

Taehyung menatap saudara dan ibunya dengan bingung. Ia tidak mengerti apa yang sang ibu maksud dengan Jimin yang tidak bisa keluar rumah di siang hari.

"Tae ..." air mata turun dari kedua pelupuk mata ibu si kembar, "Jimin tidak bisa keluar siang hari. Jimin tidak bisa terkena matahari lagi, atau itu akan membahayakannya."

.

.

.

Pip ... pip ... pip ...

Kedua mata itu terbuka perlahan menyambut cahaya temaram dari lampu yang berasal dari balkon kamarnya. Suara nyaring di samping tempat tidur membuatnya menjulurkan tangan untuk mematikan alarm yang berbunyi. Waktu menunjukan pukul 06.30 sore, saatnya ia untuk bersiap untuk bergabung bersama keluarganya untuk makan malam, atau mungkin bisa disebut sarapan baginya.

Iapun turun dari tempat tidurnya untuk berjalan ke arah pintu menuju balkon kamarnya. Membuka tirai yang melindungi kamarnya dari cahaya sebelum berjalan keluar. Angin malam yang telah berteman dengannya bertahun-tahunpun menyapanya. Ia dongakkan kepalanya ke atas untuk melihat kondisi langit malam itu.

"Langitnya sangat cerah," ujarnya sesaat setelah mendapati bulan dan bintang yang terlihat mengihasi malam, "siang tadi pasti cerah. Taehyung pasti senang."

.
.
.

"Hai ibu," sapanya pada sang ibu yang terlihat masih menyiapkan makan malam sebelum suaminya pulang.

"Hai sayang, bagaimana tidurmu?"

"Biasa saja. Apa yang kulewatkan hari ini?" sebuah pertanyaan yang selalu Jimin tanyakan setiap harinya yang akan dijawab oleh sang ibu dengan detail cerita seperti prakiraan cuaca yang salah, skandal para artis, anak tetangga sebelah yang akhirnya menikah akhir minggu ini, bahkan sang ibu berusaha keras untuk menceritakan berita olahraga yang sebenarnya tidak ia sukai.

The Moon and The Sun - VMIN BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang